Konten dari Pengguna

Melihat 'Kemewahan' Hotel Purgatorio di Bantaran Kali Code, Yogyakarta

21 Oktober 2019 15:36 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pembangunan Hotel Purgatoirio pada Minggu (20/10) memasuki tahap interior dan sanitasi. Foto oleh : ES Putra
zoom-in-whitePerbesar
Pembangunan Hotel Purgatoirio pada Minggu (20/10) memasuki tahap interior dan sanitasi. Foto oleh : ES Putra
ADVERTISEMENT
Hotel Purgatorio, calon hotel 'terbaik' di Kota Yogya, yang dibangun di RW 10 Kampung Jogoyudan, Gowongan, Jetis, Kota Yogyakarta, tepi kali Code, telah memasuki babak akhir pembangunan detil interior dan sanitasi. Menurut rencana, hotel dengan rancang bangun rumah panggung ini akan diresmikan pada Selasa (29/10).
ADVERTISEMENT
“Kemungkinan besar Wakil Gubernur DIY, Yang Mulia Sri Paduka Paku Alam X, yang akan meresmikan langsung. Semoga tidak ada halangan, karena ini momen bersejarah untuk Jogja,” kata Mr. Mukti Anggoro, manajer hotel, saat ditemui di sela pembuatan Damar Kurung (lampu hias hotel) pada Minggu (20/10).
Mr. Mukti menjelaskan, pembangunan Hotel Purgatorio melibatkan arsitek nomor wahid di Indonesia, masuk dalam jajaran 10 arsitek terbaik Indonesia dan dunia dalam beberapa tahun terakhir versi banyak institusi terpercaya, yakni Yoshi Fajar Kresno Murti. Tak mudah bagi manajemen hotel meyakinkan Yoshi untuk terlibat dalam pembangunan hotel sebab Yoshi selama ini sangat memilih-milih proyek dan antrian proyek yang dia pegang juga kelewat lama.
“Apalagi dia anti hotel konvensional, anti hotel yang menyekap kenyataan dalam ruang raksasa berpendingin udara,” jelas Mr. Mukti.
ADVERTISEMENT
Damar Kurung
Hasil lukisan anak-anak Kampung Jogoyudan yang akan dijadikan penutup lentera Damar Kurung. Foto oleh : ES Putra
Untuk lampu hias hotel di hotel konvensional, dipenuhi neon puluhan ribu watt, Hotel Purgatorio menggunakan Damar Kurung. Pembuatan Damar Kurung – damar berarti lampu dan kurung berarti wadah atau bingkai – melibatkan anak-anak dan remaja Kampung Jogoyudan yang dimulai pada sore kemarin . Sebagai supervisi pembuatan Damar Kurung, manajemen hotel mengundang langsung Novan Effendi, Direktur Festival Damar Kurung Kota Gresik.
Damar Kurung memang bukan sembarang lentera. Berbentuk kubus dengan empat sisi yang ditutup kertas bergambar, Damar Kurung telah menjadi ikon Kota Gresik. Adalah Masmundari, tokoh seniman yang merawat dan kemudian mempopulerkan Damar Kurung sebagai tradisi warga muslim Gresik dengan menggantungkannya di depan rumah saat menyambut malam Lailatul Qadar. Novan adalah salah satu penerus utama Masmundari.
ADVERTISEMENT
Sore kemarin, di bawah pengawasan manajer hotel yang terus berdiri tegang, Novan tampak sangat perhatian saat membantu anak-anak kecil Kampung Jogoyudan menggambar.
Gambar yang terlihat sedang dikerjakan anak-anak itu di antaranya, rumah berbagai bentuk, ikan di sungai, berbagai bunga, dan gambar proses pembangunan hotel lengkap dengan crane dan alat berat lainnya. Tapi di pembangunan Hotel Purgatorio, sebenarnya, tak tampak alat berat satu pun.
Novan Effendi menjelaskan anak-anak diminta menggambar segala hal tentang kampung mereka. Tentang apa yang mereka alami, lihat, dan rasakan sehari-hari.
“Misal ada gambar matahari banyak, mungkin karena keseharian mereka di sini terasa panas ya,” kata Novan sembari menunjukkan salah satu hasil gambar anak-anak. Gambar itu merupakan gambar pemandangan, tapi ada enam matahari di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Hasil gambar anak-anak ini nantinya akan menjadi penutup di rangka kayu 4 sisi terbuat dari bilah kayu yang sore itu dibikin oleh beberapa remaja.
“Jadi, pengalaman yang mereka alami, itu akan menjadi sebuah cerita yang ada di sisi-sisi Damar Kurung,” lanjut Novan.
Harapannya, jika ada pengunjung dari luar kampung maka akan melihat bagaimana keseharian anak-anak kampung melalui lampion tersebut. Damar Kurung karya para pemuda dan anak-anak kampung Jogoyudan ini nantinya juga akan dijadikan petunjuk jalan menuju hotel.
Tangga Bambu sebagai Konstruksi Utama Hotel
Para pekerja memasang tangga untuk akses utama ruang Hotel Purgatorio yang konstruksi utamanya juga terbuat dari anyaman 40 tangga. (Foto oleh : ES Putra)
Sebagaimana setiap kemewahan, perlu banyak perjuangan untuk mencapai dan menikmatinya. Bagi warga Jogja pada umumnya – apalagi wisatawan – area Hotel Purgatorio akan terasa seperti terra incognita dan karenanya, terasa begitu mewah.
ADVERTISEMENT
Dari Tugu Jogja, arahkan kendaraan lurus saja menuju Stasiun Tugu, terus ikuti jalan raya Mangkubumi, berbelok kiri saat mencapai rel kereta, dan berhenti di Jembatan Kewek saat lampu lalu lintas berwarna merah. Terus saja memutar arah Malioboro, tapi langsung ambil kanan saat ada pintasan pertama, pelan-pelan sekali, arahkan gang kecil ke bawah tepat sebelum lampu lalu lintas di bawah rel kereta. Ada tanda bendera PSIM di atas gang itu. Mobil bisa diparkir di pinggir sungai tepat di bawah rel. Tapi jika membawa motor bisa terus dikendarai melewati pemukiman padat warga di bantaran Kali Code.
Ini pengalaman penting yang bisa didapatkan : jalan kecil perkampungan warga tepi Code itu, serupa labirin di Mall Grand Indonesia Jakarta. Rumah-rumah petak warga itu ruang hidup penuh cerita warga pinggir kali Jogja, kota wisata, kota Pendidikan, serupa tenant yang menjajakan segala produk terbaik dari Eropa dan Amerika, juga China dan Jepang.
ADVERTISEMENT
Di Kali Code sore itu, bebarapa warga sedang mengurus karamba kecil terbuat dari bambu yang tampak mengapung di atas kali yang asat. Satu dua mengarahkan pancing ke kali. Ibu-ibu bercengkrama, sebagian ada yang telah berdandan rapi.
“Mau ke gereja,” kata ibu-ibu itu saat ditanya kok sudah dandan rapi.
Dua warga Jogoyudan bersiap ke Gereja
Jalan kecil itu hanya cukup untuk jalan satu motor saja. Perlu beberapa kali berhenti untuk bertanya di mana letak RW 11. Dan pada Minggu (20/10 sore kemarin, Hotel Purgatorio terlihat hampir jadi.
Hotel Purgatorio adalah kejeniusan mengolah tangga sebagai konstruksi utama bangunan. Material lain diambil dari bekas area korban konflik ruang (agraria) di Yogyakarta.
“Total bahan sepertinya 40 tangga, satu tangga Rp. 75 ribu. Bahan-bahan lain dan tukang, total Rp. 10 juta bersih. Cuma seharga satu buah HP, ayo, mau dibikinkan ?,” kata arsitek Hotel Purgatorio, Yoshi Fajar Kresna Murti, sore itu sambil melempar senyum.
ADVERTISEMENT
Bambu dipilih karena memiliki sifat fleksibel dan mudah beradaptasi. Sementara jika dibuat tangga, sifat bambu yang lentur akan berubah menjadi kaku dan kokoh. Kelenturan dan kekakuan itulah yang menjadi rahasia kekuatan konstruksi Hotel Purgatorio. Sekilas Hotel Purgatorio terlihat ringkih, karena tak ada cor yang menopang kaki tangga. Tapi Yoshi menjamin, bangunan yang berdiri di atas susunan tangga ini kuat menopang 10 orang dan daya tahan bangunan bisa mencapai 5 tahun.
“Ini juga bisa digotong untuk dipindah-pindah. Kalau soal gempa, tak ada bangunan tahan gempa, yang adalah bagaimana tingkat adaptasinya. Nah ini sangat adaptif terhadap gempa,” kata arsitek yang kata manajer hotel arsitek top tapi lebih tampak sebagai spiritualis, tukang kebun, atau aktivis kiri ini.
ADVERTISEMENT
Lasio, salah satu tukang yang membangun Hotel Purgatorio menjelaskan, bambu yang dipilih adalah jenis bambu yang kuat yang biasa dipakai untuk pembuatan tangga dan ditebang pada musim kemarau sehingga akan makin kuat.
“Kalau nebangnya musim kemarau kan bambunya sudah kering jadi lebih kuat,” jelasnya.
Wow, hotel bambu setinggi 4-5 meter itu ternyata tak seringkih yang terlihat.
Tempat Penyucian
Widi Erha sedang mewawancarai arsitek Hotel Purgatorio, Yoshi Fajar Kresno Musti
Nama Purgatorio terinspirasi dari tulisan Hersri Setiawan, “Pulau Buru Purgatorio”. Dalam istilah teologi umat Kristiani, Purgatorio bisa dimaknai sebagai tempat penyucian. Istilah ini dipakai sebagai terminologi Dante Aliegheri pada abad ke-14 dalam karyanya yang berjudul Divina Commedia.
Menurut Yoshi, hotel memegang peran signifikan sebagai simbol perubahan ruang kota. Bahkan dalam konteks negara bangsa juga tidak lepas dari pembangunan hotel. Di Indonesia, ada Hotel Indonesia yang dibangun oleh Soekarno pada 1962.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, pembangunan hotel di kemudian hari justru menyeragamkan pengalaman perjalanan di seluruh kota di dunia. Hotel membuat wisata dan perjalanan direduksi menjadi pengalaman yang ‘diatur’ oleh mesin berpendingin udara. Untuk melayani ketunggalan skema pengalaman itu, banyak yang dikorbankan, yakni ruang-ruang lain yang sebenarnya, menurut Yoshi, memiliki banyak sumber daya namun ditutup aksesnya untuk berdaya oleh para penguasa yang hanya mengerti ketunggalan pilihan mengenai wisata dan hotel.
“Padahal inti hotel adalah pelayanan atau hospitality, bukan desain atau bentuk bangunan,” katanya.
Dengan Hotel Purgatorio, Yoshi ingin menunjukkan bahwa semua orang bisa terlibat dalam penyelenggaraan hotel. Lahan yang dijadikan tempat pembangunan Hotel Purgatorio ini cukup esktrim; di tengah perkampungan padat penduduk di bantaran kali Code, nyaris tak bisa dijangkau bahkan oleh sepeda motor. Dari situ Yoshi ingin menunjukkan bahwa seekstrim apapun sebuah lahan pasti tetap bisa dikelola dengan baik dan bahkan mewah.
ADVERTISEMENT
Fasilitas Hotel
Pembangunan Hotel Purgatorio telah mencapai tahap finishing. Di sore itu para tukang sedang mengerjakan dinding dan lantai. Dan rencananya pada hari ini akan menyelesaikan kamar mandi.
Karena berada dalam site yang ekstrim, desain kamar mandi terdengar sangat unik. Yoshi bercerita, ada berbagai pilihan yang tersedia untuk pembangunan toilet. Sebelumnya, ada pilihan dengan memanjangkan peralon toilet serupa spiral sehingga feses tamu Hotel Porgatorio tertahan di peralon dan dua hari sekali petugas akan menyedot feses melalui ujung spiral.
“Paralonnya bening sehingga fesesnya terlihat? Wow karya seni yang lain lagi nih !,” kata saya.
“Haha enggak lah. Enggak seekstrim itu. Paralon biasa saja, yang bertujuan peralon panjang itulah penampungan fesesnya yang 2 hari sekali disedot petugas,” jelas Yoshi.’
ADVERTISEMENT
Gagasan yang akhirnya dieksekusi adalah tetap menggunakan penampungan dengan tong portabel yang kuat menampung feses tamu hotel seminggu penuh. Dijamin tak akan ada bau, ingat, ini dibikin oleh arsitek top, bukan kaleng-kaleng !.
Selain kamar mandi dalam sebagaimana kamar hotel mewah, Hotel Purgatorio tentu saja juga menyediakan kasur dan bantal empuk. Menu makanan, penginap tentu saja bisa membeli di warung-warung warga atau barangkali beli langsung dari dapur salah satu rumah warga bantaran Kali Code.
Tamu hotel juga akan dihibur oleh banyak musisi terbaik negeri ini. Daftar musisi sampai hari ini masih diseleksi, salah satu yang sudah pasti adalah beberapa musisi dari Bali yang akan mengisi beberapa malam di pelataran hotel yang tepat berada di depan WC Umum RW 10 Jogoyudan. Selain itu rangkaian semiloka dengan pembicara hebat dan materi penting terkait tata kota dan ruang, akan dihadirkan selama satu bulan ke depan.
ADVERTISEMENT
Tamu di hotel bersejarah di Indonesia yang sekarang bernama Hotel Kempinski bisa melihat gunting yang dipakai Soekarno untuk menggunting pita peresmian hotel, peralatan makan saat pembukaan, golden book berupa testimoni para tamu penting yang pernah menginap di sana, dan suasana Jakarta di Bundaran HI.
Sementara, tamu Hotel Purgatorio, akan disambut oleh Damar Kurung sejak pertama memasuki labirin Kampung Jogoyudan. Ada aspirasi, mimpi, keseharian dan masa lalu kanak-kanak yang tinggal di tepian Kali Code yang bisa dihirup melalui binar bohlam lampu berwatt kecil yang menyala dalam Damar Kurung.
Pemandangan yang akan terlihat dari Hotel Purgatorio, selain keseharian warga kampung di tepi Kali Code dan aliran kalinya adalah hotel-hotel bintang yang ada di tepi Kali Code Yogya. Ada hotel Natour Garuda yang merupakan salah satu hotel tertua di Yogya, ada Hotel Aston, Grand Zurich, dan sebagainya. “Melihat Hotel dari Hotel” menjadi branding utama Hotel Purgatorio.
ADVERTISEMENT
Manajemen, saat ini sedang melakukan perekrutan karyawan yang wajib dari kampung setempat dan akan dilakukan training hospitality setara hotel bintang 5. Manajemen juga sedang menyiapkan web, akun media sosial, yang akan menjadi ujung tombak branding hotel yang penjualan utamanya akan melalui AirBnB ini.
“Semua penjualan lewat AirBnB mulai 29 Oktober pukul 00.00 sudah bisa dipesan. Jangan melalui saya pesannya, saya tidak menerima suap untuk mendahulukan tamu, semua harus antri ya, kalau saya urus sendiri sudah tidak bisa ngatasin,” terang Mukti Anggoro.
Mukti menargetkan untuk bulan pertama hotel bisa full book 100 persen. Sementara selanjutnya pengelolaan Hotel Purgatorio akan diserahkan warga.
“Untuk harga sedang didiskusikan, bisa Rp. 500 ribu atau Rp. 50 ribu per malam atau berapa ini belum final,” kata Mukti.
ADVERTISEMENT
Barangkali, ada baiknya sebelum menginap, pengunjung bisa melihat dulu film The Purge, film 3 seri yang salah satu serinya dimainkan oleh Ethan Hawke. Di film itu, dalam 12 jam, semua orang bebas melakukan tindak kriminal apapun, bahkan melakukan pembunuhan biadab. Di Hotel Purgatiro, semua penginap juga akan dipaksa untuk berpikir dan memikirkan ulang konsep ruang, sebab seperti kata Yoshi, “konsep Hotel Purgatorio mau membicarakan perubahan ruang kota di Asia Tenggara, dengan hotel sebagai penanda utama.”
Kemewahan lain Hotel Purgatorio bagi penggila pengetahuan, hotel ini berdiri di Kampung Jogoyudan, Gowongan, Jetis, Kota Yogyakarta, tepi kali Code. Ini adalah kampung paling sejarah dalam studi kampung di Indonesia, yakni di kampung inilah studi pertama tentang kampung Indonesia pertamakali dilahirkan. Adalah Patrick Guinness yang tinggal di Jogoyudan berbulan-bulan yang kemudian melahirkan buku berjudul Harmony and Hierarchy in Javanese Kampung yang diterbitkan Oxford University Press pada tahun 1986.
ADVERTISEMENT
Code juga jadi cerita penting arsitektur Indonesia dengan kisah YB Mangunwijaya mendampingi warga Kali Code Yogya mempertahankan kampungnya dari penggusuran sekaligus menunjukkan salah satu metoda kerja arsitek menjawab tantangan modernitas.
(Laporan ini bagian dari studi 'Happening Art Journalism' yang diinisiasi oleh ES Putra dan Widi Erha Pradana)