Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Kukang, Si Primata Bermata Bulan yang Hidup Sejak Zaman Purb
email: [email protected]
7 September 2020 15:48 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini, tercatat ada tujuh spesies kukang yang hidup di alam Indonesia. Jumlah ini masih mungkin bertambah, karena awalnya jenis kukang yang tercatat di Indonesia hanya ada satu, yakni kukang Sumatera atau Nycticebus coucang. Pada 2008, jenis yang dikenal bertambah dua, yakni kukang Jawa (Nycticebus javanicus) dan kukang Kalimantan (Nycticebus menagensis).
ADVERTISEMENT
Namun penelitian terbaru mencatat empat jenis kukang baru, yakni kukang Bangka (Nycticebus bancanus), kukang Kayan (Nycticebus kayanus), kukang borneo (Nycticebus borneanus), serta kukang Sumatera bagian utara (Nycticebus hilleri). Sehingga total jenis kukang yang tercatat tinggal di alam Indonesia saat ini ada tujuh jenis.
“Semakin banyak jenisnya, tingkat keterancamannya justru semakin tinggi,” kata Ismail Agung, Koordinator Kukangku dalam seminar daring yang diadakan oleh Hutan Itu Indonesia akhir pekan kemarin.
Banyaknya jenis kukang yang hidup di Indonesia memang menjadi kebanggaan tersendiri atas kekayaan biodiversitas yang dimiliki. Tapi di sisi lain, tanggung jawab Indonesia untuk menjaga kelestarian kukang-kukang tersebut juga semakin besar. Terlebih, masih banyak yang sampai sekarang asing dengan jenis satwa yang satu ini.
ADVERTISEMENT
Banyak orang mengira kukang adalah hewan yang menjadi tokoh King Julien dalam serial All Hail King Julien. Padahal, hewan tersebut adalah lemur ekor cincin, yang merupakan hewan asli Madagaskar. Tokoh Sid dalam film Ice Age juga disebut-sebut sebagai kukang, tapi sebenarnya dia adalah seekor sloth atau kungkang yang tinggal di hutan tropis Amerika Tengah dan Selatan, tidak ada di Indonesia.
“Yang sering salah lagi, orang sering mengira kukang itu kuskus. Kuskus memang ada di Indonesia, tapi sebarannya di Sulawesi sampai Papua sana. Kuskus bukan primata, tapi marsupial atau hewan berkantung yang ada di Indonesia,” lanjutnya.
Kukang, menurut Ismail termasuk ke dalam ordo primata, seperti halnya monyet dan kera. Namun secara pengelompokan, kukang masuk ke dalam prosimian, yakni primata primitif.
ADVERTISEMENT
“Mungkin hidup dari sebelum evolusi, jadi mereka disebut golongan primata primitif,” ujarnya.
Gampangnya untuk melihat sebuah binatang merupakan jenis primata atau bukan, bisa dilihat dari tangannya yang memiliki lima jari dan dapat menggenggam. Bedanya, kukang memiliki jari telunjuk yang ukurannya jauh lebih pendek ketimbang jari lainnya.
Kukang juga memiliki hidung yang basah, sama seperti kucing dan anjing. Dia juga memiliki lapisan mata tapetum lucidum, yang membuat mereka bisa melihat lebih awas di malam hari.
“Makanya mereka kecenderungannya juga aktif di malam hari,” ujar Ismail Agung.
Lambat Namun Berbisa
Selain aktif di malam hari, karena merupakan jenis hewan nokturnal, kukang memiliki pergerakan yang lambat. Hal inilah yang membuatnya sangat mudah diburu dan ditangkap oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Tidak seperti menangkap hewan-hewan liar pada umumnya yang harus menggunakan perangkap khusus atau dikejar-kejar, menangkap kukang cukup dengan mengikutinya dan memotong ranting yang menjadi tempatnya berpijak.
“Dia tidak akan lari ke mana-mana, sehingga membuatnya sangat rawan dari aktivitas perburuan,” ujar Ismail Agung.
Kukang merupakan hewan arboreal, yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di pepohonan. Orang yang belum akrab dengan binatang ini kerap kali tertipu dengan bentuk dan wajahnya yang lucu dan menggemaskan. Namun di balik bentuknya yang menggemaskan, kukang ternyata termasuk hewan yang berbisa.
Bisa ini digunakan oleh kukang sebagai senjata untuk pertahanan diri ketika dia sedang dalam ancaman bahaya. Bisa kukang dihasilkan dari kelenjar yang terdapat pada siku lengan bagian dalam. Bisa ini kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan bercampur dengan air liurnya sebelum kukang melakukan gigitan.
ADVERTISEMENT
“Gigitannya dapat mengakibatkan alergi yang serius. Gejalanya biasanya kulit menjadi merah, gatal, kejang otot, demam, hingga pingsan,” ujarnya.
Keunikan lain yang dimiliki oleh hewan ini adalah badannya yang lentur. Di cabang pohon, tubuhnya bisa meliuk-liuk, bahkan bergelantungan dengan posisi badan terbalik. Saat tidur, kukang akan menggulung tubuhnya menjadi seperti bola dengan kepala ditekuk dan disembunyikan pada bagian lututnya. Posisi tidur seperti ini juga merupakan salah satu bentuk pertahanan dirinya dari pemangsa ketika ia sedang tidur.
Dari cara makannya, kukang juga merupakan hewan yang pintar. Buah-buahan yang dia makan adalah yang sudah benar-benar masak saja, dengan rasa yang manis. Kukang juga hanya akan memakan bagian daging buah saja, sementara kulit dan bijinya akan dia buang.
ADVERTISEMENT
Terancam Karena Diburu dan Dipelihara
Seperti ancaman pada satwa liar lainnya, kerusakan ekosistem, dalam hal ini hutan adalah nyata. Rusaknya hutan membuat satwa liar termasuk kukang tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tapi juga sumber makanan. Hal ini menurut Ismail Agung harus menjadi perhatian serius dalam rangka upaya konservasi terhadap kukang.
Apalagi ancaman kukang tidak hanya datang dari kerusakan hutan, tapi juga masifnya kasus perdagangan, perburuan, dan pemeliharaan. Inilah yang justru saat ini menjadi ancaman kepunahan kukang.
Pada 2007, Kukangku mencatat ada sekitar 7.000 individu kukang yang diburu. Saat ini, angka tersebut memang sudah turun ke angka 2.000-an.
“Tapi pertanyaannya turun jadi 2.000 itu apakah capaian dari upaya penegakan hukum dan lain-lain, atau karena kukangnya semakin langka,” ujar Ismail.
ADVERTISEMENT
Menjamurnya para pecinta kukang yang tidak memahami upaya konservasi kukang juga menjadi masalah serius. Komunitas-komunitas para pecinta kukang justru kerap menjadi ruang transaksi jual beli kukang.
Pada 2015, Kukangku mencatat ada 300 lebih unggahan foto pengguna media sosial bersama kukang peliharaannya. Artinya, dalam sehari ada satu kukang yang hilang dari hutan kita.
Unggahan-unggahan orang memamerkan kukang ini menurut Ismail mengakibatkan efek bola salju. Pasalnya, akan semakin banyak orang yang memiliki perspektif bahwa kukang merupakan hewan peliharaan yang lucu dan mudah untuk merawatnya.
“Padahal ini satwa dilindungi dan terancam punah,” ujarnya.
Dari survei yang dilakukan oleh Kukangku, diketahui siapa saja profil para pemelihara kukang.
Sebanyak 91,7 persen dari mereka berasal dari kalangan menengah, 80,9 persen adalah pelajar, mahasiswa, dan karyawan, serta 58,9 persen dari mereka memang suka memelihara hewan eksotik.
ADVERTISEMENT
Sebanyak 72,7 persen dari mereka adalah pria, kemudian 69,6 persen tinggal di Jawa Barat dan Jakarta, 70,5 persen adalah kaum muda antara 18 sampai 35 tahun, dan 81,1 persen dari mereka merawat kukangnya sendiri. Dari cara mereka mendapatkannya, 55,2 persen membeli dari pasar hewan dan petshop, sementara 10,2 persen mendapatkan kukang bukan dari membeli.
“Dan 59,4 persen dari mereka sebenarnya sudah tahu bahwa kukang merupakan satwa dilindungi sebelum mereka membelinya,” lanjutnya.
Ismail menekankan, meski menggemaskan, kukang bukanlah jenis hewan peliharaan. Kukang adalah satwa liar, dan semestinya tinggal di alam liar juga, alih-alih di kandang. Cara mencintai kukang bukanlah dengan memeliharanya.
“Tapi dengan membiarkan dia hidup bebas hidup di habitat asli mereka, bukan dengan memilikinya,” ujar Ismail menegaskan. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT