Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Mengenal Sungai Berhulu Merapi Agar Tragedi Kali Sempor Tak Terulang Lagi
email: [email protected]
27 Februari 2020 4:52 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Duka mendalam atas meninggalnya 10 siswi SMP Negeri 1 Turi ketika sedang melaksanakan kegiatan susur sungai di Sungai Sempor, Desa Donokreto, Turi, Sleman, akhir pekan kemarin masih terasa. Pasca tragedi memilukan itu, sungai seolah menjadi tempat yang mengerikan dan penuh dengan bahaya.
ADVERTISEMENT
Ketua Forum Komunikasi Winongo Asri, Endang Rohjiani, mengatakan sebenarnya potensi bahaya di sungai bisa ditekan jika saja seseorang memahami karakteristik sungai tersebut. Yogyakarta memang dilewati cukup banyak sungai, dan tiap-tiap sungai memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari sekian banyak sungai dan anak sungai –ada ratusan, dan beberapa yang berhulu di Gunung Merapi, di antaranya Sungai Opak, Bedog, Krasak, Code atau Boyong, Gendhol, Winongo, Gadjahwong, serta Kali Kuning. Dan Kali Sempor adalah anak sungai Bedog yang memiliki terusan hingga Kabupaten Bantul.
Menurut Endang, sungai berhulu Merapi memiliki beberapa karakteristik yang unik, seperti kemiringan di hulu sungai yang cukup terjal, sehingga air akan mengalir dengan kecepatan tinggi dan memiliki daya rusak yang cukup besar.
ADVERTISEMENT
“Material di sungai terdiri dari batuan dan pasir dikombinasikan lumpur endapan. Bukan hal mudah bagi seseorang untuk mempertahankan diri jika hanyut,” kata Endang di Yogyakarta, Selasa (25/2).
Selain itu, sungai-sungai berhulu Merapi juga memiliki banyak anak sungai dengan jarak pertemuan yang cukup dekat. Akibatnya, jika terjadi hujan di catchment area atau daerah tangkapan air, akumulasi pertemuan anak sungai menjadi cukup besar.
“Itu semua yang diperkirakan terjadi di Kali Sempor tempo hari,” lanjutnya.
Karakteristik Sungai Berhulu Merapi yang Sering Menipu
Pakar Manajemen Sungai Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Maryono mengatakan setiap sungai memiliki tiga bagian, yakni hulu, tengah, dan hilir. Sungai-sungai yang berhulu di daerah gunung atau pegunungan, selalu memiliki wilayah hulu yang terjal sehingga arusnya memiliki kecepatan yang tinggi. Karena tingginya kecepatan arus sungai, bagian hulu disebut juga dengan zona degradasi, sebab kerap terjadi erosi akibat aliran air yang cepat.
ADVERTISEMENT
Daerah aliran sungai di bagian hulu ini bentuknya memanjang dan tipis, tidak melebar, tidak bulat atau mangkuk yang melebar di atas. Hal itulah yang mengakibatkan fluktuasi debitnya sangat tinggi.
“Maka sungai-sungai di Merapi, sekarang pas hujan ada airnya, habis hujan tidak ada airnya. Karena fluktuasinya memang sangat tinggi, jadi perbandingan antara titik maksimal sama minimal itu sangat tipis sekali,” ujar Agus Maryono.
Daerah tengah memiliki kemiringan yang tidak terlalu terjal seperti daerah hulu, meski tidak landai juga. Daerah ini disebut dengan zona transformasi. Semakin ke hilir, kecepatan arus sungai akan semakin lambat, daerah hilir ini disebut sebagai zona sedimentasi karena banyaknya penumpukan material-material sungai. Hal ini karena debit atau volume air di bagian hilir besar, namun kecepatannya kecil, sehingga banyak terjadi sedimentasi.
ADVERTISEMENT
Karakteristik sungai-sungai yang berhulu ke Merapi tersebut seringkali menipu pandangan kasat mata. Dari hilir terlihat debit dan arusnya kecil, namun sewaktu-waktu bisa terjadi banjir bandang karena di bagian hulu ternyata hujan deras. Karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sungai yang berhulu di pegunungan, tidak hanya di Merapi, menurut Agus, harus benar-benar memperhatikan kondisi cuaca di wilayah hulu.
“Itu kalau hujan ada di gunung, di hulu gelap, hujan, berarti jangan coba-coba main, tiba-tiba bisa airnya turun dengan debit dan kecepatan yang tinggi,” lanjut Agus.
Sumber Kehidupan dan Keanekaragaman Hayati Terbesar
Endang mengatakan sungai memegang peran yang sangat vital bagi manusia. Sungai menjadi penopang hidup manusia, sebagai sumber air bersih atau air baku untuk kehidupan sehari-hari. Di Jogja, sungai-sungai yang berhulu ke Merapi juga menjadi alur perpindahan material erupsi dari lereng Merapi.
ADVERTISEMENT
“Sangat penting beban material erupsi segera dikurangi secara bertahap melalui aliran sungai,” kata Endang.
Hal senada disampaikan Agus, selain untuk kebutuhan hidup sehari-hari, sungai juga memegang peran vital di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Selain itu, sungai juga bisa menjadi dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata yang bisa mendongkrak perekonomian masyarakat setempat.
“Sungai juga merupakan drainase alamiah, jadi air limpasan atau run off di permukaan itu dialirkan ke sungai, jadi dia mencegah banjir sebenarnya sungai itu,” kata Agus.
Sungai merupakan sumber kekayaan hayati, yang mana flora dan fauna itu paling banyak ada di sungai dan sekitarnya. Sehingga sungai sebenarnya merupakan aset yang sangat besar bagi biodiversitas kita.
“Tanaman apa saja itu ada, kalau kita berjalan dari hilir ke hulu, kanan kiri itu tanaman yang belum pernah kita lihat ada,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Tapi di sisi lain, sungai juga memiliki potensi yang berbahaya ketika masyarakat tidak mengenal karakteristiknya. Sungai yang tidak pernah dieksplorasi, terutama di bagian hulunya, juga rawan menyebabkan banjir bandang.
Kerap kali bagian hulu sungai tertutup oleh longsoran tanah atau pohon-pohon yang tumbang sehingga menahan alirannya. Ketika hal itu tidak segera dinormalisasi, maka material yang membendung di daerah hulu bisa jebol sewaktu-waktu dan menyebabkan banjir bandang.
“Jadi sungai itu perlu dieksplorasi, diperiksa secara berkala untuk mengetahui potensi-potensi bahaya yang mengancam,” ujar Agus.
Hidup Berdampingan dengan Sungai
Secara regulasi, pengelolaan sungai memang menjadi kewenangan pemerintah. Tapi secara substansi-filosofis, sungai adalah milik masyarakat yang ada di sekitarnya, maka masyarakat juga harus ikut menjaga dan mengelola sungai.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan itu bisa dilakukan dengan membentuk kelompok atau komunitas-komunitas pecinta sungai dalam rangka mengetahui karakter sungai sehingga mereka tidak terjebak atau celaka karena sungai. Selain itu, dengan mengaktifkan komunitas pecinta sungai di setiap daerah, maka masyarakat bisa mengetahui potensi sungai yang bisa dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup masyarakat.
“Misalkan ada potensi untuk membangun pembangkit listrik, harusnya masyarakat setempatlah yang membangun pembangkit dan kemudian dijual ke PLN. Bukan orang luar yang membangun dan uangnya masuk ke mereka,” ujar Agus.
Agar bisa hidup berdampingan dengan sungai, yang pertama harus dilakukan oleh masyarakat adalah dengan mengenal dan mengetahui karakter dan sifat pendampingnya itu. Sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya dengan bijak, tidak takut dengan sungai tapi juga tidak gegabah dengannya.
ADVERTISEMENT
Ketika sudah mengetahui karakter atau sifat sungai di sekitarnya, maka masyarakat bisa tahu perlakuan seperti apa yang harus dia lakukan ke sungai tersebut.
“Kita harus mengetahui karakter sungai di masing-masing segmen maupun setiap alur sehingga kejadian Kali Sempor tidak terulang di manapun. Setiap sungai memiliki karakternya masing-masing yang harus kita pahami bersama,” tegas Endang. (Widi Erha Pradana / YK-1)