Mulut Harus Terlindung Masker, Mungkinkah Paduan Suara Berdamai dengan Corona?
email: [email protected]
Konten dari Pengguna
29 Mei 2020 9:24 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal Maret, tepat sebelum Belanda menetapkan lockdown, Amsterdam Mixed Choir, sebuah grup paduan suara di Belanda tampil menyanyikan Johannes Passion karya Bach di Cocertgebouw, Amsterdam. Yang tidak satu orangpun ketahui, virus corona ternyata telah menginfeksi beberapa dari anggota Amsterdam Mixed Choir. Akibatnya, dari 130 anggota paduan suara amatir, 102 tumbang selama latihan dan pertunjukan ini, termasuk konduktor dan musisi di dalamnya. Nrc.nl, melaporkan berita sedih, bahwa satu orang anggota paduan suara dan tiga mitra paduan suara meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Hal serupa terjadi di AS, satu orang anggota paduan suara yang telah terinfeksi corona ikut berlatih selama 2,5 jam bersama 61 anggota lainnya di Skagit Country, Washington. Setelah hari itu, 52 orang jatuh sakit dan 32 orang telah dinyatakan COVID-19 dan dua orang di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Dua kasus di Belanda dan AS menunjukkan betapa rentannya pekerjaan para anggota paduan suara. Bernyanyi dengan jarak yang sangat dekat satu sama lain dan tidak memakai masker memungkinkan virus corona bisa menyebar sangat cepat di antara mereka. Lantas, bagaimana dunia paduan suara berkembang pascapandemi ini?
“Masa depan paduan suara enggak akan mati sih, dan akan terus berjalan. Saya yakin itu,” kata Jasika Purba, Humas Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UGM, Rabu (20/5).
ADVERTISEMENT
Meski tengah dihantam badai pandemi, menurut Jesika orang-orang akan terus mencari cara untuk tetap bisa melaksanakan paduan suara. “Untuk pastinya seperti apa, memang belum ada yang pasti. Kita juga masih menunggu anjuran pemerintah, apakah kita boleh berkumpul lagi atau seperti apa,” lanjutnya.
Mencoba Berdamai dengan Corona
Sudah sejak pertengahan Maret, semua kegiatan tatap muka di PSM UGM sudah ditiadakan. Kendati tersebut, latihan harus tetap berjalan. Ada dua cara yang dilakukan oleh PSM UGM supaya proses latihan bisa tetap dilakukan. Pertama adalah latihan bersama menggunakan aplikasi video konferensi, sedangkan cara kedua dengan meminta anggota untuk mengumpulkan rekaman suara yang kemudian akan dievaluasi oleh pelatih.
“Jadi teman-teman dikasih materi oleh pelatih untuk menyanyikan materi itu kemudian nanti direkam, dikumpulkan, dan kemudian dievaluasi oleh pelatih,” kata Jesika.
ADVERTISEMENT
Di awal tahun ini, sebenarnya PSM UGM sudah merencanakan untuk menggelar dua konser dan mengikuti satu kompetisi internasional. Namun karena pandemi, semua agenda itu ditunda hingga situasi kembali memungkinkan untuk menggelar pertunjukan.
Selain latihan berjarak menggunakan aplikasi video konferensi, menurut Jesika sebenarnya ada cara latihan lain yang bisa dilakukan, yakni dengan metode sectional training. Dengan metode sectional, anggota paduan suara akan dibagi dalam beberapa kelompok.
Jika pada situasi normal proses latihan dilaksanakan secara bersama-sama oleh 50-an anggota, dengan metode ini anggota akan dibagi menjadi 10 sampai 15 orang tiap latihan. Dengan begitu, protokol kesehatan dengan menjaga jarak fisik bisa tetap diterapkan sehingga proses latihan tetap aman.
Di sisi lain, Jesika optimis dunia paduan suara akan tetap berkembang. Situasi pandemi yang sulit ini menurutnya akan mendorong setiap orang untuk berpikir lebih kreatif bagaimana supaya bisa tetap berjalan, begitupun dengan dunia paduan suara.
ADVERTISEMENT
“Justru keadaan seperti ini bikin kita jadi mencoba untuk lebih kreatif lagi, bagaimana sih supaya kita bisa tetap jalan walaupun kita enggak ketemu,” tegas Jesika.
Mungkin Pakai Masker, tapi Tidak Efektif
Hal serupa terjadi di Paduan Suara Mahasiswa Miracle Voice (PSM MV) UII. Ketua PSM MV UII, Fadhilah Zahra Widafina mengatakan, latihan maupun semua kegiatan secara tatap muka sudah ditiadakan. Selama masa pandemi ini, mereka hanya melakukan latihan secara virtual, baik menggunakan Google Meet, Google Duo, Zoom, maupun aplikasi video konferensi lainnya. Sayangnya dalam latihan secara daring masih ditemui beberapa kendala, misalnya kekuatan jaringan tiap anggota yang berbeda-beda.
Sejumlah penyesuaian mungkin saja dilakukan, misalnya dengan menggunakan masker ketika latihan. “Tapi menggunakan masker ketika latihan sangat tidak efektif untuk produksi atau keluarnya suara,” kata Zahra.
ADVERTISEMENT
Selain suara yang dihasilkan tidak maksimal karena terhalang, penggunaan masker juga akan mengganggu pernapasan penyanyi. Jika melihat jumlah anggota paduan suara yang besar, latihan secara tatap muka juga kurang memungkinkan. Selain akan menimbulkan kerumunan, ruangan yang besar juga diperlukan supaya proses latihan bisa dilakukan dengan tetap menjaga jarak fisik.
“Sepertinya latihan secara langsung sangat tidak dianjurkan karena peluang tersebarnya virus juga lebih besar. Kita kan enggak bisa juga memukul rata apakah imun teman-teman paduan suara itu sama,” lanjutnya.
Zahra cukup khawatir dengan situasi sekarang. Selain masalah kesehatan, dia juga khawatir kemampuan anggota paduan suara di PSM MV UII akan menurun meski latihan secara daring tetap dilakukan. Karena tak pernah berkumpul lagi, Zahra khawatir sensitifitas suara tiap anggota terhadap suara temannya akan menurun. “Dengan kata lain kualitas suara bisa saja menurun karena jarang dilatih bersama,” ujar Zahra.
ADVERTISEMENT
Virtual Choir akan Jadi Tren
Ketua PSM Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Caroline Witari juga mengatakan penggunaan masker dalam proses latihan maupun pementasan paduan suara sulit dilakukan. Sebab masker akan sangat berpengaruh terhadap suara yang dihasilkan, terutama artikulasi suara yang tentu tidak akan terdengar jelas saat bernyanyi.
“Sejauh ini saat melakukan latihan maupun kegiatan bernyanyi lainnya secara virtual kami tidak pernah menggunakan masker, karena posisi kita di rumah masing-masing dan tidak ada kontak langsung dengan orang lain saat bernyanyi,” kata Caroline Witari.
Situasi ini menurutnya memang cukup menyulitkan untuk proses latihan. Mereka merasa kesulitan untuk mengetahui porsi blending suara karena tidak dilakukan secara langsung. Dalam paduan suara pasti ada pembagian suara seperti sopran, alto, tenor, dan bass. Pembagian inilah yang sulit dilakukan jika latihan dilakukan secara daring. Tapi mau tidak mau, solusi yang paling mungkin untuk saat ini adalah virtual choir, atau paduan suara yang dilakukan secara virtual.
ADVERTISEMENT
“Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, saya rasa masa depan paduan suara akan terus berjalan, salah satunya melalui virtual choir ini,” lanjutnya.
Pembina sekaligus Manajer PSM Atma Jaya, Andreas Nugraha mengatakan perlu ada cara baru yang dilakukan dalam kondisi seperti ini. Tentunya, komunikasi dan konsep-konsep baru yang dilakukan harus tetap mengikuti protokol yang ada dan perlu dielaborasi bersama.
“Akan muncul konsep new normal choir salah satunya, konsep virtual choir sudah PSM Atma Jogja lakukan,” kata Andreas Nugraha.
Virtual choir yang sudah dilakukan oleh PSM Atma Jaya misalnya peluncuran Virtual Choir PSM Atma Jaya per angkatan, dari angkatan 2014 sampai angkatan 2019. Bahkan mereka sedang menggarap beberapa konsep virtual choir supaya kegiatan bersama tetap bisa mereka lakukan dan tetap bisa mewarnai dunia paduan suara dalam kondisi “new normal” ini.
ADVERTISEMENT
“Tentunya dengan beberapa improvement yang semakin lebih memperkaya performa kami. Secara terjadwal, kami juga bertahap mulai mempublikasikan beberapa tayangan lagu-lagu PSM Atma Jogja di akun official Youtube kami supaya masyarakat semakin terhibur secara daring,” jelas Ndreas Nugraha. (Widi Erha Pradana / YK-1)