Konten dari Pengguna

Pak Darno, Tukang Kebon yang Ditanggap Dalang Kondang Seno Nugroho

6 Desember 2019 15:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pak Darno sedang melakukan pekerjaan profesionalnya sebagai tukang kebon di SMKI Yogyakarta. Dia dikenal sebagai tukang kebon legendaris di Yogya karena kemampuannya mendalang. Foto : Widi Erha
zoom-in-whitePerbesar
Pak Darno sedang melakukan pekerjaan profesionalnya sebagai tukang kebon di SMKI Yogyakarta. Dia dikenal sebagai tukang kebon legendaris di Yogya karena kemampuannya mendalang. Foto : Widi Erha
ADVERTISEMENT
Malam itu, Hadi Sudarno, 56 tahun, sedang kusyuk mengikuti plot demi plot cerita wayang yang dibawakan oleh dalang kondang, Ki Seno Nugroho di pendopo SMKI Yogyakarta. Sudarno adalah tukang kebun di SMKI Yogyakarta, sekolah kejuruan yang berbasis pada seni dan budaya. Sejak kecil dia memang sangat menggilai pertunjukan wayang kulit, bahkan sejak usianya masih 10 tahun. Dia nyaris tak pernah absen setiap ada pertunjukan wayang kulit yang digelar di wilayah Jogja dan sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Di tengah pertunjukan, tiba-tiba Ki Seno me-notice Sudarno dalam sebuah plot ceritanya. Ki Seno yang juga merupakan alumni SMKI Yogyakarta menyebut Sudarno sebagai tukang kebun legendaris di sekolah itu.
Kene iki ono tukang kebon sing melegenda. Wit aku sekolah seprene ora owah-owah rupane, yo koyo ngono kui wae. Yo rodok edan terus, Pak Darno, (Di sini ada tukang kebun yang melegenda. Sejak aku sekolah sampai sekarang tidak pernah berubah wajahnya, seperti itu saja. Ya agak gila terus, Pak Darno)” kata Ki Seno.
Tak pelak, sorak sorai dan tepuk tangan dari penonton pecah. Sudarno yang tak pernah menyangka mendapat “serangan mendadak” semacam itu hanya bisa salah tingkah ketika semua pandangan orang-orang di sekitarnya mengarah pada dia. Terlebih ketika Ki Seno memanggil Sudarno untuk naik ke panggung ke depan barisan para sinden, para penonton semakin riuh.
ADVERTISEMENT
“Saben angkatan piro wae mesthi apal karo Pak Darno (Setiap angkatan berapa saja pasti hafal dengan Pak Darno),” lanjut Ki Seno.
Di depan ratusan pasang mata, Pak Darno diminta oleh Ki Seno untuk nembang atau menyanyikan Suluk Pathet Nem Agung. Penonton makin riuh, menyatakan setuju dengan Ki Seno. Dengan sedikit malu-malu, Pak Darno mulai menyanyikan bait pertama Suluk Pathet Nem Agung.
“Sri tinon ing pasewakan,” senandung Pak Darno terdengar merdu, dengan cengkok khas Ki Hadi Sugito yang ternyata adalah dalang idola Pak Darno.
Tepuk tangan penonton semakin riuh, memberikan apresiasi kepada Pak Darno. Sedangkan “tukang kebon nyeni” itu terus melanjutkan suluknya bait demi bait. Sesekali dia tak kuasa menahan tawa di sela bait-bait suluk. Rasa bahagia, grogi, bangga, semua menjadi satu menjelma debar tak keruan dalam dada Pak Darno.
ADVERTISEMENT
Radio Jadi Guru Seni Pak Darno
“Saya benar-benar kaget, terkejut. Karena sebelumnya Pak Seno nggak ngomong apapun, nggak janjian, tiba-tiba disuruh nembang (bernyani),” kata Pak Darno pekan lalu, menceritakan perasaannya ketika diminta menyanyikan Suluk Sri Tinon oleh Ki Seno sekitar setahun silam. Peristiwa bisa dilihat kembali di Youtube Pak Darno Tukang Kebon Legendaris SMKI - 11112018
Di siang yang terik itu, Pak Darno sedang menyapu halaman sekolah ketika ditemui di SMKI Yogyakarta, pekan lalu. Setiap siswa yang lewat di dekatnya selalu melemparkan senyum, tampak mereka sudah sangat akrab dengan Pak Darno.
“Saya langsung jatuh cinta waktu pertama lihat almarhum Ki Hadi Sugito ndalang. Saya selalu dengerin dia di radio,” kata Pak Darno di sela pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Kami duduk di bawah pohon yang cukup rindang, buahnya seperti jambu, tapi kata Pak Darmo tak bisa dimakan. “Jambu hias” nama pohon itu, kata Pak Darno. Sembari menikmati angin sepoi yang sesekali bertiup, Pak Darno terus bercerita tentang dirinya dan dunia pewayangan.
Di keluarganya ternyata tak ada satupun yang menekuni dunia seni, termasuk dunia wayang kulit. Dia juga tak pernah mendapat pendidikan mendalang secara formal, sebab dia hanya lulusan SMA, bukan SMKI yang memang berbasis kesenian. Dia belajar nembang suluk secara otodidak, menirukan suara Ki Hadi Sugito yang dia dengar dari radio bututnya semasa kecil.
Tukang Kebun yang Suka “Nyolong” Ilmu
Pak Darno. Foto : Widi Erha
Bakat seni Pak Darno semakin terasah ketika dia mulai bekerja sebagai petugas kebersihan di SMKI Yogyakarta sejak 1988. Meski tak secara langsung mendapat pendidikan formal dari guru, namun Pak Darno ternyata kerap “nyolong” ilmu ketika ada guru yang sedang mengajar mendalang.
ADVERTISEMENT
“Sambil nyapu saya dengerin guru-guru waktu sedang ngajar nembang. Saya juga nyatet cerita-cerita wayang,” kata Pak Darno diikuti tertawa kecil.
Oleh siswa-siswa SMKI, Pak Darno juga kerap diminta untuk nembang suluk. Di sekolah yang terletak di Jalan Bugisan Selatan, Kasihan, Bantul itu, tak ada siswa yang tak kenal dengan Pak Darno, tukang kebun mereka. Pembawaannya yang humoris hangat membuatnya disukai oleh semua orang.
“Sering ngobrol sama siswa, sering join rokok juga dulu, akrab sama mereka. Saya humoris orangnya, jadi nggak punya musuh saya,” katanya kembali diikuti tawa renyah dengan kedua kelopak mata yang menyempit bahkan hampir tertutup.
Salah satu tugas sehari-hari Pak Darno adalah membersihkan ruang pedalangan, di sanalah kemampuan mendalang Ki Seno Nugroho dulu ditempa. Setiap hari membersihkan ruang pedalangan membuatnya hampir setiap hari juga melihat dan mendengarkan para siswa dan guru berlatih mendalang. Lambat laun, jiwa seninya semakin terasah, tak kalah dengan dalang profesional.
ADVERTISEMENT
Nembangi Pohon Matoa
Pak Darno hampir selalu nembang kidung-kidung Jawa sembari melakukan pekerjaannya sebagai petugas kebersihan. Berbagai macam suluk dia nyanyikan setiap dia mengepel kelas, menyapu halaman, atau menyirami tanaman di halaman sekolah.
“Yang paling enak kalau pas bersihin WC,” kata Pak Darno lagi-lagi diikuti tawa pendek.
Bagi kita yang tak biasa, pasti akan merinding ketika mendengar suara lagu-lagu Jawa dari dalam toilet. Tapi bagi siswa SMKI Yogyakarta, itu adalah hal biasa, mereka sudah hafal, itu pasti suara Pak Darno.
Menyanyikan tembang-tembang Jawa tidak hanya memberikan kebahagiaan untuk Pak Darno, tapi juga untuk tanaman-tanaman di halaman sekolah yang dia rawat setiap hari. Entah memang ada kaitannya atau tidak, yang jelas pohon matoa di halaman sekolah yang dia tanam tujuh tahun lalu selalu berbuah lebat beberapa tahun terakhir. Kata dia, ketika pohon itu masih kecil, setiap pagi dia menyiramnya sembari dinyanyikan tembang-tembang Jawa.
ADVERTISEMENT
“Lebat itu (buahnya). Tapi selalu habis, buat rebutan bocah-bocah,” kata dia.
Meski tak tahu hubungannya secara pasti, tapi Pak Darno yakin tembang-tembangnya memberikan pengaruh positif terhadap tanaman-tanaman yang dia rawat.
Dalang Kondang Nanggap Tukang Kebun
Beberapa kali, Pak Darno diundang untuk mendalang di beberapa tempat. Setiap mengisi pentas, pria yang sangat menggemari tokoh Durna dalam dunia pewayangan itu tak pernah mematok tarif.
“Disediakan wayang seperangkat saya sudah seneng banget mas,” kata Pak Darno sambil mengelus dadanya.
“Berarti bakal jadi dalang kondang dong Pak?” tanya saya.
“Enggak lah, udah tua,” jawab Pak Darno diikuti tawa kami berdua.
Belum lama ini, Pak Darno bahkan diundang untuk pentas di kediaman Ki Seno Nugroho dalam acara rutin yang diadakan Ki Seno setiap malam Kamis Kliwon. Lakon yang dibawakan olehnya adalah ‘Petruk Dadi Ratu’.
ADVERTISEMENT
“Jadi dalang kondang nanggap tukang kebon,” kata Pak Darno lagi-lagi diikuti gelak tawa kami berdua. (Widi Erha Pradana)