Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pemersatu Rakyat di Sleman itu Bernama Pasar Pahing
email: [email protected]
26 Oktober 2019 14:46 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kicauan berbagai jenis burung menyambut saya ketika baru saja tiba di Pasar Pahing Sleman pagi itu. Sesekali pekikan nyaring ayam jago juga terdengar, meski matahari sudah naik cukup tinggi. Orang lalu lalang dari satu lapak ke lapak lain. Ada yang sedang mengamati kicauan burung, tak sedikit juga yang sedang saling tawar mencari kesepakatan harga; layaknya suasana di pasar.
ADVERTISEMENT
Beragam jenis burung di dalam sangkar terpajang di tiap lapak. Ada love bird, murai, kenari, jalak, dan masih banyak jenis burung yang saya tak hafal nama-namanya; yang jelas kebanyakan adalah jenis burung kicauan.
“Paling banyak yang dicari memang burung kicauan mas,” kata Tri Cahaya, 33 tahun, seorang penjual burung yang sedang duduk menunggu pembeli di bak pikap miliknya, Kamis (24/10).
Burung kicauan ini ada yang sekadar sebagai peliharaan di rumah, tidak sedikit juga yang digunakan untuk diikutkan lomba. Perlombaan ini menurut Tri yang juga membuat Pasar Burung Sleman dan pasar-pasar burung lainnya tetap ramai sampai sekarang. Di pasar burung yang buka setiap hari Pahing –sebuah sistem penanggalan Jawa- ini juga ada perlombaan rutin yang digelar setiap Senin dan Jumat.
ADVERTISEMENT
“Hadiahnya ya macem-macem, ada yang Rp 500 ribu, ada yang Rp 100 ribu. Tapi saya nggak pernah ikutan mas,” kata Tri.
Kamis pagi itu pasar penuh sesak, tapi kata Tri itu belum seberapa. Selain karena tanggal tua juga bertepatan pada hari kerja aktif.
“Kalau Minggu lebih rame lagi mas,” jelasnya.
Pasar Pahing Sleman, atau yang warga setempat menyebutnya Pahingan ternyata tidak hanya menjual burung dan berbagai hewan lainnya. Di sebelah utara, ada juga lapak-lapak barang bekas mulai dari buku, speaker, pakaian, batu akik, dan barang-barang lainnya. Di paling ujung, juga ada lapak-lapak yang menjual bermacam tanaman mulai dari tanaman hias sampai tanaman sayur.
Pasar Belum Ilang Kumandange
Airlangga Wibisono, 22 tahun, mengaku hampir selalu datang ke Pasar Pahing ketika dia sedang senggang. Sebagai mahasiswa semester tiga jurusan elektro di Universitas Negeri Yogyakarta, dia mengaku tugas-tugas kuliahnya menumpuk dan kerap membuatnya penat. Di Pasar Pahinglah dia biasa menyegarkan lagi pikirannya dari hiruk pikuk perkuliahan.
ADVERTISEMENT
“Jarang sih narget mau beli apa. Ya refreshing aja, lihat-lihat, kalau ada yang cocok baru beli, biasanya buku-buku bekas,” kata Airlangga yang tinggal di Desa Mulungan, Mlati, Sleman, tak jauh dari Pasar Pahing Sleman.
Dia pertama kali datang ke sana ketika masih SMP bersama kakaknya. Sejak saat itu, Pasar Pahing adalah candu untuknya. Orangtua dan simbahnya juga hampir selalu mengingatkan Airlangga setiap hari Pahing tiba.
“Pokoknya kalau pas pahing, dan aku free, pasti dateng,” katanya.
Selain menjadi tempat refreshing, bagi Airlangga Pasar Pahing juga mengajarkan padanya bagaimana menjalin interaksi sosial dengan orang lain. Setiap ke sana, dia selalu ngobrol dengan orang-orang baru, pedagang maupun dengan pengunjung lainnya.
Bahkan, Airlangga menceritakan kisah temannya yang memiliki kemampuan berwirausaha karena sering datang ke Pasar Pahing. Awalnya, teman Airlangga diajari beternak marmut dan ayam oleh orangtuanya. Karena bersekolah di sekitar Pasar Pahing, teman Airlangga itu pun memiliki sebuah relasi dengan orang-orang di dalam pasar. Dia kemudian berinisiatif untuk menjual hewan-hewan ternaknya itu di Pasar Pahing.
ADVERTISEMENT
“Hasilnya buat uang sakunya, malah lebih. Dia bisa beli HP dan barang-barang lain yang dia inginkan. Jadi menurutku pasar itu juga bisa buat nglatih berwirausaha sih,” kata Airlangga.
Daryono, 48 tahun, memiliki cerita lain. Datang ke Pasar Pahing dia bermaksud mencari ayam jantan untuk acara adat di rumahnya. Namun, Daryono juga tidak jarang datang hanya sekadar melihat-lihat.
“Biasanya lihat-lihat burung aja, siapa tahu ada yang pas,” katanya.
Daryono mengatakan meski bernama pasar, tapi tidak semua orang datang ke sana untuk belanja atau berjualan. Pria yang juga hobi memelihara burung kicau ini mengaku ada kepuasan tersendiri meski hanya datang untuk melihat dan mendengar kicauan burung-burung di sana.
Hal itu menurutnya wajar, banyak yang memang datang ke pasar sekadar untuk melepas penat melihat burung-burung kicau. Di sana, menurut Daryono juga banyak hiburan, lomba kicau burung salah satunya.
ADVERTISEMENT
Sepertinya, ramalan Joyoboyo bahwa pasar ilang kumandange, pasar tradisional akan ditinggalkan, masih harus tertunda dulu.
Pemersatu Lintas Generasi
Meski masih muda, Airlangga tidak merasa malu datang ke Pasar Pahing, meski anak-anak muda seusianya kebanyakan lebih akrab nongkrong di kafe atau mall.
“Persetan sama gengsi mas,” kata Airlangga sambil tertawa kecil.
Tri Cahaya juga mengatakan demikian, para pengunjung Pasar Pahing tak melulu orang-orang tua, tapi juga anak muda. Pemandangan ini menurut Tri akan sangat terlihat ketika hari libur, Sabtu atau Minggu Pahing.
“Nggak mengenal usia, nggak mengenal status mas. Semuanya ada,” kata Tri.
Biasanya, ketika bertepatan pada hari libur, Daryono juga mengaku kerap mengajak anaknya yang masih SMP. Kata dia, saat ini anaknya juga ikut-ikutan hobi memelihara burung, terutama merpati.
ADVERTISEMENT
“Ya itung-itung liburan juga mas. Daripada di rumah nggak ngapa-ngapain to?” katanya.
Kembali kepada Airlangga, menurutnya ada hal menarik di Pasar Pahing Sleman yang membuatnya masih setia mengunjunginya sampai sekarang. Alasan utamanya adalah adanya perbedaan generasi yang sangat kontras di dalam Pasar Pahing. Banyak pengunjung-pengunjung dewasa, kakek-kakek, nenek-nenek yang datang bersama cucunya.
“Banyak juga generasi gedget tapi ternyata masih hobi dengan pasar burung. Menurut saya itu puitik banget,” kata Airlangga.
Pasar tradisional di Sleman, hari-hari biasa bisa saja tampak sepi. Tapi di tiap putaran pasaran, semua orang tumpah ruah hingga ke jalan raya, pembeli dan pedagang. Di Sleman bagian barat, pasar Pahingan diadakan di Pasar Sleman, Pasar Ponan di Pasar Godean, Pasar Wagean di Pasar Tlogorejo, Pasar Kliwonan di Perempatan Cebongan, dan Pasar Legi di Pasar Gamping. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT