Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pertama Sejak Proklamasi Akhirnya Indonesia Miliki Atlas Burung
email: [email protected]
19 Desember 2020 15:04 WIB
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah hanya menjadi mimpi usang selama enam tahun lebih, Atlas Burung Indonesia (ABI) akhirnya berhasil diluncurkan oleh para peneliti burung amatir di Indonesia. Mulai digarap serius sejak awal tahun ini, dan harus menghadapi badai corona tak berkesudahan, Rabu (16/12) mereka meluncurkan masterpiece itu di Batu, Malang.
ADVERTISEMENT
Swiss Winnasis Bagus Prabowo, pemimpin proyek ini mengatakan, sejak proklamasi kemerdekaan ABI merupakan buku pertama yang memetakan spesies burung di Indonesia. Buku setebal 616 halaman dengan berat 1,4 kilogram ini berisi paparan 713 spesies burung dari total 1771 spesies burung di Indonesia lengkap dengan peta dan sebaran habitatnya.
“Atlas Burung Indonesia ini adalah yang pertama ada di Indonesia, yang berusaha memetakan secara jelas burung kekayaan fauna Nusantara,” kata Swiss dalam peluncuran buku tersebut.
Pada tahun 2015 sampai 2016, sebenarnya proyek ini sempat berjalan di Yogyakarta. Namun belum selesai, proyek tersebut mangkrak karena anggota timnya berpencar dan fokus pada kesibukannya masing-masing. Proyek ini baru mulai dilanjutkan lagi setelah Swiss berinisiatif memimpin proyek dan berbasis di Malang.
ADVERTISEMENT
Data yang digunakan untuk pembuatan ABI merupakan data yang terkumpul dalam aplikasi Burungnesia sejak 2016. Ada sekitar 1.000 jenis burung yang terpantau oleh para pengamat burung di seluruh Indonesia melalui aplikasi ini. Namun jumlah itu tak semuanya bisa dianalisis distribusi spasialnya, sehingga tidak semuanya juga bisa digunakan di dalam ABI. Akhirnya, ada 713 spesies burung yang dimasukkan ke dalam ABI.
“Ini adalah cita-cita lama dari komunitas pengamat burung yang tersebar di berbagai daerah,” kata Swiss.
Lemahnya Dukungan
Meski setiap tahun para pengamat burung berkumpul, namun sampai sekarang tidak ada lembaga yang mengakomodir dan mendanai. Itu juga salah satu yang menjadi penyebab lambatnya progres proyek ini.
Untuk ukuran negara G-20, kata Swiss, Indonesia sampai sekarang belum memiliki lembaga pemerintah yang benar-benar fokus dan peduli terhadap penelitian keragaman burung di Indonesia, terlebih teknologi yang ada masih sangat terbatas.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan negara-negara di Eropa dan Amerika, yang menurut dia setiap lima tahun sekali meluncurkan atlas burung yang memuat sekitar 600 spesies. Selain memiliki teknologi yang mumpuni, mereka juga tak segan mengeluarkan dana besar supaya proyek tersebut dapat terlaksana.
Arti Penting Atlas Burung
Menurut Swiss, atlas burung merupakan modal yang sangat penting untuk melakukan konservasi terhadap burung-burung Nusantara. Jika tidak segera dipetakan perubahan distribusinya, taksonomi, dan sebagainya, maka tidak akan ada pegangan untuk mengevaluasi keadaan ekosistem burung satu atau dua dekade ke depan.
Sebaliknya, dengan data yang lengkap, maka setiap ada perubahan akan terlihat dengan jelas.
“Meletakkan informasi dasar tentang distribusi burung ini juga sangat penting sebelum berbicara lebih jauh tentang populasi, konservasi, dan sebagainya,” kata Swiss.
ADVERTISEMENT
Peran Besar Peneliti Amatir
Kepala Resor Ranu Darungan, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Toni Artaka, dalam peluncuran itu mengatakan bahwa ABI merupakan wujud nyata bersatunya peneliti burung amatir untuk memetakan burung Indonesia.
“Ini wujud nyata peneliti amatir bersatu untuk pemetaan burung Indonesia. Sebelumnya belum pernah ada buku semacam ini di Indonesia, dan ini luar biasa,” kata Toni Artaka.
Kekuatan lain ABI, selain sebagai atlas burung pertama, juga karena dilengkapi dengan desain ilustrasi yang menarik sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Ilustrasi digarap secara teliti dan sesuai dengan referensi ilmu pengetahuan yang ada, serta dilengkapi dengan panduan membaca dan upaya konservasi burung terkini.
“Yang penting ada aksi untuk konservasi burung di Indonesia.Kalau bukan kita siapa lagi?” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jangan sampai hutan menjadi sunyi tanpa kicauan burung. ABI menurut dia memberikan motivasi dan inspirasi untuk menjaga kelestarian burung Nusantara, sehingga mencegah mereka hilang dan punah.
Apalagi di dalam ABI, burung dibagi menjadi beberapa kategori, yakni kategori dilindungi, burung dataran rendah, tinggi, jenis toleran, dan burung generalis yang bisa ditemukan di ragam habitat dan kondisi lingkungan elevasi. Untuk menggarapnya, para penulis menggunakan 1.159 referensi yang terdiri atas buku, jurnal, maupun artikel ilmiah.
“Enggak main-main, ini buku serius. Bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Kaidah keilmuan dijunjung tinggi. Validitas data terjaga,” ujar Toni.
Untuk memiliki buku ini, sidang pembaca bisa memesan melalui nomor 0821 3690 9710 dengan harga Rp 600 ribu, sudah termasuk biaya pengiriman. Namun jika ingin melakukan pembelian dengan metode COD, bisa dilakukan di Retrorika Cafe & Resto Batu, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
Apresiasi Menteri LHK
Kerja keras para pengamat burung di Indonesia ini mendapat apresiasi dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya. Dalam kata sambutannya untuk buku Atlas Burung Indonesia, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa Atlas Burung Indonesia merupakan buah karya yang berharga bagi Indonesia.
Satwa burung memiliki tempat istimewa dalam masyarakat Indonesia. Keindahan bentuk, kicauan serta tingkah laku burung yang masing-masing daerah memiliki kekhasan, telah memberikan spirit dan manfaat besar bagi masyarakat Indonesia. Hadirnya buku ini penting sebagai benchmark kemajuan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati dan juga merupakan salah satu refleksi langkah konkret dalam perwujuan dalam melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
“Buku ini merupakan hasil kerja kolaboratif pihak-pihak dan kehadiran buku ini sungguh-sungguh sangat berarti. Karya yang berarti melebihi dari sekedar bermanfaat,” tulis Siti Nurbaya sebagaimana di kutip dalam sambutan. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT