Konten dari Pengguna

Populasi Elang Jawa yang Disebut-sebut sebagai Burung Garuda Tinggal 300-an Ekor

1 Juni 2020 14:28 WIB
clock
Diperbarui 16 Mei 2021 8:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Elang jawa. Foto: Youtube
zoom-in-whitePerbesar
Elang jawa. Foto: Youtube
ADVERTISEMENT
Perdebatan tentang burung garuda sebagai simbol negara Indonesia masih terus terjadi. Ada yang mengatakan, burung garuda memang ada di kehidupan nyata dalam bentuk elang jawa. Kepalanya yang berjambul membuat elang jawa kerap disebut-sebut sebagai burung garuda. Namun ada juga yang berpendapat bahwa burung garuda sekadar hewan mitologi dan tidak ada di kehidupan nyata.
ADVERTISEMENT
Pakar Burung dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Ign Pramana Yuda dengan tegas mengatakan bahwa burung garuda hanya sekadar burung mitologi, meskipun dia memiliki kemiripan dengan elang jawa.
“Mitos saja, kebetulan saja berjambul. Beberapa elang lain juga berjambul,” ujar Pramana Yuda ketika dihubungi, Senin (1/6).
Beberapa jenis elang lain memang memiliki jambul di kepalanya, misalnya elang tiram, baza jerdon, atau baza hitam. Kendati demikian, Josafat Agung Sulistyo dari Raptor Club Indonesia (RCI) mengatakan mungkin saja burung garuda adalah elang jawa di kehidupan nyata. Atau paling tidak pembuatan burung garuda sebagai simbol negara terinspirasi dari elang jawa.
“Dari ciri fisik jambulnya dan warnanya yang cokelat keemasan, kemungkinan bisa jadi elang jawa sama dengan burung garuda. Atau orang yang menjadikan garuda sebagai lambing negara terinspirasi oleh elang jawa,” jelas Josafat saat dihubungi.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Josafat, elang jawa merupakan predator puncak di dalam rantai makanan, sehingga membuatnya semakin layak jika dijadikan sebagai dasar negara. Apalagi elang jawa merupakan satwa endemik Indonesia, dan hanya ada di pulau Jawa.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui akun Instagram resminya juga mengunggah foto elang jawa berbarengan dengan hari lahir Pancasila, 1 Juni. Dalam foto itu, terdapat burung garuda sebagai simbol negara dan seekor elang jawa dewasa bersama anaknya.
Populasi Terus Menurun
Presiden Jokowi sesaat setelah melepasliarkan Elang Jawa dan menanam pohon di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Foto: Dok. BNPB
Terlepas dari perdebatan benar tidaknya elang jawa adalah burung garuda, yang pasti Josafat mengatakan populasi elang jawa terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dari data KLHK, saat ini populasi elang jawa di alam hanya sekitar 300 sampai 500 ekor saja.
ADVERTISEMENT
Jika tidak segera dilakukan langkah yang progresif dalam upaya konservasi, sangat mungkin dalam beberapa tahun ke depan elang jawa akan benar-benar punah. Penyebab utama terus menurunnya populasi elang jawa di antaranya adalah penyempitan dan pengrusakan habitat alaminya, perburuan, serta jual beli satwa secara ilegal.
“Menurunnya drastis dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini. Seiring dengan penyempitan lahan, perburuan, dan jual beli satwa ini,” ujar Josafat.
Selain faktor eksternal, penyebab lain populasi elang jawa begitu sedikit adalah masa berkembang biaknya yang relatif lama. Sepasang elang jawa, dalam setahun hanya berkembang biak sekali dan menghasilkan maksimal dua butir telur.
“Itupun anaknya kadang saling mangsa, yang kuat yang bisa bertahan hidup,” lanjutnya.
Peran Elang Jawa di Alam
Elang jawa meninggalkan sangkar sementara seusai Presiden Jokowi membuka pintu penutupnya. Foto : Okie Kristiawan / Raptor Indonesia
Sebagai top predator, elang jawa memegang peran penting di habitatnya. Di alam, elang jawa berperan untuk menyeimbangkan ekosistem, sehingga meledaknya populasi tertentu dapat dicegah. Sebagai top predator, keberadaan elang jawa juga bisa menjadi indikator kualitas lingkungan yang baik.
ADVERTISEMENT
Pada umumnya, elang jawa ditemukan di lokasi dengan ciri khas bentang alam yang relatif hampir sama, yakni di antara lembah yang curam, terdapat sumber air dan kondisi vegetasi rapat yang didominasi oleh pohon endemik.
Pohon endemik tersebut di antaranya pohon puspa (Schima wallichii), pasang (Quercus sp.), saninten (Castanopsis argentea), huru (Litsea sp.), rasamala (Altingia excelsa), beunying (Ficus fistulosa), kondang (Ficus variegata), walen (Ficus ribes), kuray (Trema orientalis), manglid (Mangnolia blumei), ganitri (Elaeocarpus ganitrus), suren (Toona sp.), kareumbi (Omalanthus populneus), manggong (Macaranga Rhizinoides) dan sebagainya.
Selain jenis pohon endemik, terdapat juga hamparan vegetasi bambu dan jenis tumbuhan bawah atau perdu, yang dominan adalah rotan, suangkung, paku tiang, congkok, hariang atau begonia, kirinyuh, kaliandra, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Elang jawa dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 dan masuk ke dalam prioritas konservasi yang tercantum dalam Permenhut No. 57 Tahun 2008 dan termasuk dalam 14 spesies prioritas utama dalam keputusan Dirjen PHKA No. 12 Tahun 2011 dan No. 109 Tahun 2012. Dalam IUCN Redlist, elang jawa juga dikategorikan ke dalam satwa yang terancam punah atau Endangered Species dengan tren populasi menurun atau descreasing dan termasuk dalam dagtar Appendik II Convention on International trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) yang mengatur larangan seluruh perdagangan internasional tanpa adanya izin khusus. (Widi Erha Pradana / YK-1)