Seluk Beluk Teknologi LAPAN Memantau Kualitas Perairan Indonesia

Konten dari Pengguna
3 September 2020 19:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Satelit CHEOPS dari Kourou, Guiana Prancis.  Foto:  European Space Agency (ESA)
zoom-in-whitePerbesar
Satelit CHEOPS dari Kourou, Guiana Prancis. Foto: European Space Agency (ESA)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penginderaan jauh atau inderaja merupakan ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena dengan jalan menganalisis data yang diperoleh menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Biasanya, inderaja melibatkan teknologi pemantauan melalui satelit.
ADVERTISEMENT
Ada dua sistem yang digunakan dalam inderaja, yakni sistem pasif dan aktif. Inderaja sistem pasif merupakan inderaja yang menggunakan sinar matahari sebagai sumber energinya, sementara sistem aktif menggunakan tenaga buatan sendiri seperti gelombang mikro.
Salah satu pemanfaatan inderaja adalah untuk melakukan pemantauan terhadap kualitas perairan. Menggunakan teknologi ini, kualitas perairan dapat dipantau dari waktu ke waktu secara temporal.
Koordinator Bidang Program dan Fasilitas Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN, Syarif Budhiman, mengatakan salah satu komponen utama dalam penerapan teknologi ini adalah interaksi cahaya. Cahaya yang berinteraksi dengan kolom air akan dipantulkan kembali ke luar untuk diterima oleh sensor.
Dari pantulan cahaya tersebut, kemudian dapat dilihat bagaimana kualitas perairan secara kualitatif melalui warna yang ditampilkan. Apakah perairan tersebut masih jernih, atau sudah keruh karena tercemar benda-benda dari luar.
ADVERTISEMENT
“Tinggal nanti kita mengkonversi nilai tersebut menjadi nilai-nilai konsentrasi,” ujar Syarif dalam seminar daring yang diadakan oleh LAPAN akhir pekan kemarin.
Misalnya dia mencontohkan hasil pemantauan di sungai Mahakam. Ada tipe situasi yang dipantau, yakni situasi kanal sungai yang dipengaruhi oleh arus sungai itu sendiri dan kondisi sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut.
Hasilnya, kondisi yang paling keruh merupakan saluran sungai yang dipengaruhi oleh arus sungai itu sendiri. Sementara area sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut tidak terlalu keruh.
“Jadi kita juga bisa melihat bagaimana perbedaan kondisi pada pasang surut tertentu dari dua tipe saluran sungai yang berbeda,” lanjutnya.
Komponen Utama yang Mempengaruhi Interaksi Cahaya
Ilustrasi satelit. Foto: Pixabay
Di area perairan yang dalam, ada tiga komponen utama yang mempengaruhi interaksi cahaya yang ditangkap sensor. Pertama adalah CDOM atau bahan organik terlarut berwarna, kemudian sedimen, serta phytoplankton ditambah dengan molekul air.
ADVERTISEMENT
“Komponen inilah yang mempengaruhi interaksi cahaya di dalam kolom air, di sana ada serapan dan juga ada pantulan,” ujar Syarif.
Kedalaman suatu perairan juga akan mempengaruhi koefisien atenuasi atau interaksi cahaya yang diterima oleh sensor. Pasalnya, di lautan lepas cahaya bisa menembus perairan sampai kedalaman lebih dari 150meter karena tidak banyak komponen. Di tipe perairan ini, komponen yang ada biasanya hanya phytoplankton. Berbeda dengan perairan yang lebih dangkal, misalnya di kawasan pesisir, komponen di dalamnya lebih banyak.
Hal ini juga sesuai dengan hukum Lambert-Beer Buerger’s, dimana besaran intensitas cahaya yang memasuki kolom perairan akan berkurang secara eksponensial berdasarkan kedalamannya.
“Jadi yang mempengaruhi koefisien atenuasi nanti adalah perbedaan logaritmik antara intensitas cahaya di permukaan air dan perairan pada kedalaman tertentu dengan perbedaan kedalamannya,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Sehingga ada dua hal yang akan mempengaruhi koefisien atenuasi, yakni kedalaman perairan dan panjang gelombang dari cahaya itu sendiri.
Harus Terus Dikembangkan
Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk melakukan pemantauan kualitas perairan di Indonesia menurut Syarif mutlak dilakukan. Pasalnya, kondisi perairan di Indonesia sangat beragam, terutama di kawasan perairan pesisir. Karena itu, pengembangan teknologi ini perlu terus dilakukan sampai benar-benar menemukan teknologi yang paling efektif.
“Kemudian pengetahuan mengenai bio-optical di Indonesia itu perlu ditingkatkan, karena kondisi interaksi cahaya pada kolom perairan adalah fungsi dari proses serapan dan pantulan komponen perairan,” ujar Syarif.
Untuk meningkatkan efektivitas penginderaan jauh, teknologi lain untuk menunjang juga perlu dikembangkan lagi. Misalnya hyperspectral remote sensing, optical modelling, machine learning, cloud computation, serta manajemen BIG Data.
ADVERTISEMENT
Saat ini, ada beberapa batasan kemampuan inderaja yang utama menurut Syarif, yakni terkait resolusi. Ada empat resolusi yang harus terus dikembangkan untuk meningkatkan ketepatan pemantauan, di antaranya adalah resolusi spasial atau ukuran terkecil objek yang dapat direkam oleh sensor.
Ada juga resolusi spektral, yakni kerincian gelombang yang digunakan dalam perekaman objek, resolusi radiometrik atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil dari kekuatan sinyal, serta yang terakhir adalah resolusi temporal yakni waktu antara dua data yang diakuisisi secara berurutan pada area yang sama.
“Semua ini perlu terus ditingkatkan supaya hasil pemantauan menggunakan penginderaan jauh ini bisa lebih tepat dan akurat,” ujar Syarif. (Widi Erha Pradana / YK-1)