Konten dari Pengguna

Stupid is As Stupid Does, Bodoh Boleh tapi Jangan Kelewatan Dong !

Pandangan Jogja Com
email: pandanganjogja@gmail.com
6 Desember 2019 7:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stupid is As Stupid Does, Bodoh Boleh tapi Jangan Kelewatan Dong !
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Stupid is as stupid does. Sebuah quote yang terkenal dari film Forrest Gump yang kira-kira berarti ‘meski kamu seorang CEO kalau lu nglakuin hal bodoh ya lu tetep aja orang dungu’.
ADVERTISEMENT
Ada banyak cara untuk mentertawakan hal-hal sehari-hari, termasuk peristiwa-peristiwa politik atau bisnis di berita internet. Tinggal di Indonesia, tertawa karena baca berita memang bisa sangat bikin perut sakit kepala pening : konyol sampai bikin miris.
Dulu, ada ketua DPR yang bisa akting nabrak tiang listrik hingga jidatnya benjol segedhe jeruk. Dan hari-hari ini, ramai jadi berita, seorang direktur utama BUMN bergaji ratusan juta rupiah sebulan dengan segala fasilitas mewah dan masa depan karir cerah ke-gap nyelundupin yang artinya ogah bayar bea masuk yang nilainya paling-paling enggak sampai seratus jutaan.
Buka-buka internet untuk nambah jam ketawa, ada yang menarik saat melihat daftar nama penerima Darwin Awards sebulanan lalu. Kalau belum tahu, Darwin Awards adalah situs web yang beroperasi sejak 1993 dengan minat khusus untuk mencatat kematian dan cedera konyol dari seluruh dunia. Kebanyakan, sih, pemenangnya memang orang awam atau bisa kita bilang, wajar lah kalau dia konyol.
ADVERTISEMENT
Tapi ini ternyata pemenangnya banyak orang pintar, nama-nama terhormat yang memiliki pencapaian penting di bidangnya. Tapi nyatanya, latar belakang pendidikan dan pengalaman tidak mampu menolongnya untuk tidak melakukan hal bodoh yang berujung kematian.
Balik-balik, namanya juga manusia. Siapapun dia, pasti pernah melakukan hal bodoh dan konyol. Orang cerdas berpendidikan, orang penuh pengalaman atau bahkan orang beruntung yang kehabisan keberuntungannya dan terutama manusia bodoh yang musti dimaklumi kalau berbuat bodoh. Dan tidak jarang kebodohannya merupakan tindakan terakhir yang mereka lakukan di muka bumi. Ini adalah sayonara pembebasan gen bodoh untuk keluar dari kehidupan.
Dan inilah, beberapa cerita tentang orang-orang cerdas yang mati konyol dengan cara bodoh. Tragedi yang dirayakan dengan lencana Darwin Awards, sebab kematian mereka berhasil membuang gen cerdas dengan mengambil keputusan bodoh di saat yang salah.
ADVERTISEMENT
Tamar Fellman – MBA
Tamar Fellman adalah seorang MBA lulusan Harvard yang merupakan penggemar roller coaster. Memang tidak dibutuhkan pendidikan tinggi untuk bisa menikmati keseruan roller coaster, juga tidak dibutuhkan otak yang cerdas untuk mengetahui bahwa berdiri tanpa pengaman saat roller coaster berjalan adalah hal yang berbahaya. Ya, Tamar Fellman melakukannya.
Pada tahun 2003, Fellman datang dari New York mengunjungi Holiday World untuk acara penggemar roller coaster Stark Raven Mad tahunan mereka di sebuah akhir pekan perayaan Memorial Day. Perempuan 32 tahun tersebut bersemangat untuk mencoba The Raven, yang konon merupakan salah satu roller cater paling berbahaya di dunia.
Bagi penggemar coaster sejati, catching airtime adalah surga yang dirindukan. Dan seperti itulah yang ingin dirasakan Fellman. Catching airtime adalah istilah yang digunakan oleh penggemar roller coaster dan taman hiburan untuk menggambarkan sensasi yang dirasakan penumpang ketika mereka mengalami penurunan bobot atau gaya gravitasi negatif. Biasanya saat coaster mendaki dengan kecepatan tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun sayangnya, latar belakang pendidikannya tidak mengajarkannya bahwa berdiri saat roller coaster berjalan adalah sangat berbahaya. Dia terlempar dari kursinya dan jatuh dari ketinggian 21 meter. Fellman dinyatakan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Sabuk pengamannya kemudian ditemukan tidak tertekuk dan diselipkan ke bantal kursi. Tamar membuka kait sabuk pengamannya dan berdiri pada kecepatan 96 kilometer per jam.
Professor Alexander Zhankov – Scientist
Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa ‘mencampur minuman bukanlah ide bagus’. Di Indonesia istilah ini kemudian dikenal dengan ‘oplosan’. Sudah cukup sering, meski belakangan tidak terlalu sering lagi muncul berita tentang korban bergelimpang dari minuman keras oplosan. Tapi ini bukan cerita tentang miras oplosan, ini cerita tentang seorang profesor yang meminum metanol di laboraturium.
ADVERTISEMENT
Profesor Alexander Zhankov bekerja di Pusat Hidrologi dan Ekologi Universitas Oxford, tempat ia mengejutkan rekan-rekannya dengan meminum etanol laboratorium. Namun, Zhankov rabun jauh, dan itu tidak lama sebelum dia melakukan kesalahan dan minum beaker methanol sebagai gantinya. Metanol lima kali lebih beracun daripada etanol tetapi hanya seperlima memabukkan. Hasilnya, bagi sang profesor, adalah kematian yang lambat dan lama pada mesin pendukung kehidupan.
Sejak Zhankov bergabung dengan departemen tersebut, tingkat penggunaan etanol mereka meningkat pesat karena profesor itu menyesatkan. Rekan-rekan kerjanya mengemukakan kekhawatiran tentang perilakunya, tetapi dia mengabaikannya, mengklaim ini adalah praktik umum di Rusia.
Hebatnya lagi, kata-kata profesor terakhir yang gemetar sebelum minum dari gelas kimia adalah, "kita akan segera mengetahui apakah saya seorang ilmuwan atau tidak."
ADVERTISEMENT
“James” – Geologist
Seorang ilmuwan bernama James sedang berkerja di laboratorium geologi, dan merasa terganggu oleh sarang tawon. Menurutnya, cara terbaik untuk menghilangkan sumber gangguan adalah hisapan kuat dari mesin penyedot debu. Namun, setelah semua tawon sudah berhasil terhisap, sang ilmuwan dihadapkan sebuah pertanyaan; ‘bagaimana membunuh semua tawon tanpa mengeluarkan mereka dari mesin ini?
Selanjutnya adalah contoh yang menjelaskan perbedaan dari ‘kecerdasan buku’ dan nalar sederhana. Dia menyemprotkan pembasmi hama ke dalam pipa penyedot debu. Mesin yang menghasilkan panas tersebut meledak dan membakar James. Tawon-tawon yang selamat dari ledakan pun mulai melancarkan serangan balik membalas dendam.
Jesse Rhodes and Peter Cesarz – Pilots
Keberanian adalah kata lain dari kebodohan, bukan? Kata Mycroft Holmes pada Dr. John Watson dalam Sherlock The Series season 1. Mungkin ada benarnya, mengingat betapa tipisnya tindakan berani dan tindakan bodoh. Tidak peduli seberapa berpendidikan anda, ketika adenalin meningkat, dorongan untuk menembus batas itu selalu ada.
ADVERTISEMENT
Jesse Rhodes dan co-pilot Peter Cesarz menerbangkan Bombardier CRJ-200 50 penumpang, dari Little Rock, Arkansas ke Minneapolis-Saint Paul ketika mereka memutuskan untuk bergabung dengan "410 Club"
410 Club adalah kelompok pilot penantang maut (atau bodoh) elit yang telah mendorong CRJ hingga batas 41.000 kaki. Melebihi rekomendasi kecepatan dan melakukan berbagai manuver "tidak konvensional" dalam perjalanan mereka, pilot yang dilatih oleh Gulfstream menginduksi peringatan kios dan terlalu banyak mengerjakan mesin pesawat. Duo yang malang itu juga salah perhitungan pengaturan autopilot mereka dan kesenangan dan tawa segera berubah menjadi panik karena kedua mesin gagal.
Bahkan kemudian, jika pilot telah membiarkan kontrol lalu lintas udara tahu betapa parahnya situasi mereka, mereka mungkin bisa meluncur ke salah satu dari beberapa bandara terdekat. Sebaliknya, pesawat itu mendarat dua setengah mil dari Bandara Jefferson City Memorial, menewaskan keduanya. “Tidak dapat dipercaya bahwa kru udara profesional akan bertindak dengan cara itu,” kata mantan manajer pelatihan Pinnacle.
ADVERTISEMENT
Pengalaman sering dikatakan sebagai guru yang paling berharga, karena pengalamanlah yang membentuk karakter hidup seseorang. Bahkan jika anda belum pernah punya pengalaman dalam beberapa hal, setidaknya kisah malang orang-orang di atas bisa menjadi rujukan, bahwa memaksa mesin bekerja melebihi batasnya adalah fatal, bahwa meminum metanol bisa berakibat fatal, atau melepas sabuk pengaman saat menikmati wajana roller coaster sangat tidak disarankan. Terima kasih pada mereka, karena kita tidak perlu mencobanya untuk sekedar mendapat pengalaman.
Memiliki skor IQ yang tinggi tidak berarti seseorang itu cerdas. Tes IQ hanya menangkap kecerdasan analitis; ini adalah kemampuan untuk memperhatikan pola dan memecahkan masalah analitis. Kebanyakan tes IQ standar kehilangan dua aspek lain dari kecerdasan manusia: kecerdasan kreatif dan praktis. Kecerdasan kreatif adalah kemampuan kita untuk menghadapi situasi baru. Seperti diangkatnya menteri baru, misalnya. Kecerdasan praktis adalah kemampuan kita untuk menyelesaikan sesuatu. Selama 20 tahun pertama kehidupan, orang-orang dihargai karena kecerdasan analitis mereka.
ADVERTISEMENT
Kita semua barangkali sering melihat orang pintar yang melakukan hal-hal bodoh. Di tempat kerja, kita melihat orang-orang dengan pikiran cemerlang membuat kesalahan paling sederhana. Di rumah, kita mungkin hidup dengan seseorang yang berbakat secara intelektual sekaligus juga bodoh. Kita semua memiliki teman yang memiliki IQ mengesankan tetapi tidak memiliki akal sehat dasar. Tetapi, yang paling mengenaskan adalah melakukan kesalahan di bidang yang (seharusnya) dikuasai dan berakibat fatal. Pakar jualan tiket pesawat yang ngelewatin berbagai rintangan politik kantor nyelundupin motor saat bos baru yang pasti punya aturan baru, baru saja diangkat. Coba nyelundupin menara Pisa ! (Anasiyah Kiblatovski / YK-1)