Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
13.500 Orang Tewas Akibat Digigit Ular, Terbanyak karena Pelihara dan Atraksi
9 Januari 2023 19:39 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Rata-rata kasus gigitan ular di Indonesia mencapai 135 ribu per tahun. Dari ratusan ribu kasus itu, 10 persennya atau sekitar 13.500 kasus berakhir dengan kematian pada korbannya.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Ambassador Royal Society untuk Tropical Medicine and Hygiene sekaligus Presiden Indonesia Toxinologi, dr Tri Maharani. Data tersebut menurutnya berasal dari kasus-kasus yang dilaporkan dan estimasi kasus oleh Indonesia Toxinologi.
Dari kasus-kasus kematian yang terjadi akibat gigitan ular, Tri Maharani mengungkap bahwa gigitan yang menyebabkan paling banyak kematian terjadi pada gigitan ular jenis king kobra atau Ophiophagus hannah.
“Dan kasus mortalitas paling tinggi disebabkan oleh human made bite dari aktivitas pemeliharaan, atraksi, dan jual-beli,” kata Tri Maharani saat dihubungi, Senin (9/1).
Kasus kematian akibat human made bite pada gigitan ular king kobra menurutnya mencapai 80 persen dari total kasus kematian yang disebabkan oleh gigitan king kobra. Sedangkan kasus kematian akibat nature bite atau yang terjadi di alam liar misalnya karena digigit saat mencari rumput hanya sekitar 20 persen saja.
ADVERTISEMENT
Hal ini karena king kobra merupakan jenis ular berbisa kategori 2 yang seharusnya tidak berada di dekat manusia. Praktik-praktik pemeliharaan, atraksi, hingga jual-beli inilah yang membuat ular king kobra bisa berada di dekat manusia hingga terjadi kasus-kasus gigitan yang mengakibatkan kematian.
“Enggak mungkin dia berada di kawasan yang dekat dengan manusia kalau bukan karena pemeliharaan atau jual-beli,” kata dia.
Masalahnya, Tri Maharani mengungkap bahwa banyak kasus-kasus gigitan oleh ular kobra yang tidak dilaporkan atau sengaja ditutup-tutupi.
“Jadi kalau enggak ada pemeliharaan, enggak ada atraksi, atau jual-beli ular berbisa, sebenarnya angka kematiannya rendah,” ujarnya.
Tri Maharani mengungkapkan bahwa regulasi yang mengatur terkait pemeliharaan, atraksi, dan jual-beli ular berbisa di Indonesia semakin mendesak. Praktik-praktik tersebut menurutnya harus diperketat aturannya jika Indonesia benar-benar ingin menurunkan angka kematian akibat gigitan ular.
ADVERTISEMENT
Misalnya, pihak yang ingin melakukan praktik pemeliharaan, atraksi, maupun jual-beli hewan berbisa mesti memiliki mitigasi untuk mengatasi jika ada kasus gigitan ular.
“Apalagi target WHO pada tahun 2030 itu menurunkan angka kematian akibat ular berbisa sampai 50 persen. Karena kasus kematian tertinggi disebabkan oleh human made bite, maka harus ada regulasi yang mengatur itu, karena dari 250 negara Cuma Indonesia yang belum punya aturannya,” kata Tri Maharani.