Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
CEO Waleta di Jogja Innovator Summit: Inovasi Itu Harus Cepat, Do or Die!
19 Oktober 2024 10:38 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Inovasi adalah suatu keterbaruan dalam suatu bidang industri yang merupakan pengembangan dari sistem sebelumnya. Maka dari itu, kecepatan menjadi tuntutan dalam perilisan inovasi. Jika tidak, ide-ide yang tak segera disebarluaskan itu akan kadaluarsa.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh CEO Waleta Asia Jaya, Djoko Hartanto saat ditemui Pandangan Jogja seusai memberikan materi pada Jogja Innovator Summit di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (18/10).
"Pada saat barang itu sudah sempurna, terkadang arah industrinya sudah berubah, bahkan barangnya bisa menjadi kadaluarsa. Kecepatan menjadi sangat penting dalam hal ini, do or die!" kata Djoko saat diwawancarai Pandangan Jogja di Jogja Innovator Summit, Jumat (18/10).
Oleh sebab itu Djoko menekankan bahwa ilmuwan tidak bisa selamanya mirip seperti seniman. Walaupun sama-sama bisa mencintai hasil karya masing-masing, namun ilmuwan dan inovator dituntut untuk menjauh dari "dilema inovator", yaitu kondisi saat kepribadian terlalu mencintai sesuatu. Bagi Djoko, inovator harus realistis.
ADVERTISEMENT
"Para ilmuwan seringkali seperti seniman; mereka jatuh cinta pada ciptaan mereka sendiri. Itulah yang disebut 'innovator dilemma', di mana terkadang dunia sudah bergerak maju, namun mereka tetap terikat dengan inovasi mereka yang lama. Sementara dalam industri, tujuan utamanya adalah sustainability—bisnis yang berkelanjutan. Industri tidak memiliki privilege untuk bersikap seperti seniman," ucap Djoko.
Sebagai pemimpin perusahaan yang mempekerjakan lebih dari seribu orang, Djoko menekankan bahwa keberlanjutan bisnis menjadi prioritas utama. Inovasi tanpa kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar, menurutnya, akan merugikan banyak pihak, termasuk para pekerja.
"Tanggung jawab kami bukan hanya pada produk, tapi pada seribu orang yang bekerja di sini. Jika kami tidak bisa menyesuaikan kecepatan, semua akan terdampak," jelasnya.
Industri tidak memiliki kebebasan seperti akademisi yang bisa menghasilkan jurnal atau prototipe sebagai hasil kerja. Di dunia bisnis, produk yang tidak relevan dengan perkembangan pasar bisa mengakibatkan kerugian besar.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak bisa hanya fokus pada kesempurnaan produk, tapi harus bisa cepat menyesuaikan diri dan balik modal," tegas Djoko.
Selain itu, dirinya juga melihat kondisi industri saat ini sebagai kebangkitan dari lulusan-lulusan MIPA. Ilmu dari MIPA dinilai oleh Djoko menjadi fondasi bagi kemajuan bangsa.
Alasannya, sejauh ini negara Indonesia menurut Djoko masih sering mengekspor komoditas tanpa memperhatikan sisi sains. Jika makin banyak lulusan MIPA yang concern akan hal ini, maka fondasi negara akan makin kuat.
"Saya rasa FMIPA sangat penting, karena menjadi fondasi bagi bangsa kita. Jika tidak, bangsa ini hanya akan mengekspor hal-hal yang sangat mendasar. Kita harus membangun industri yang lebih maju, yang memiliki martabat, keamanan pangan, dan transparansi. Ini hanya bisa dicapai melalui sains," jelas Djoko.
ADVERTISEMENT
Djoko berharap makin banyak anak-anak cerdas yang berkuliah mengambil MIPA. Banyak hal seperti teknologi pangan, pertanian, food safety, dan lain-lain yang menurutnya membutuhkan ilmu sains dari MIPA.