Ahli Pidana UGM Khawatir Vonis Eliezer Jadi Preseden Buruk Hukuman Eksekutor

Konten Media Partner
15 Februari 2023 16:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Richard Eliezer tiba di ruang sidang untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Richard Eliezer tiba di ruang sidang untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Status sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator membuat vonis hakim kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu jauh lebih ringan daripada vonis terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat yang lain. Richard hanya divonis hakim pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ferdy Sambo sebagai pelaku utama divonis hukuman mati, Putri Chandrawati divonis 20 tahun penjara, Kuat Ma’ruf divonis 15 tahun, serta Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. Bahkan, vonis Richard Eliezer jauh lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 12 tahun.
Ahli Hukum Pidana UGM, Muhammad Fatahillah Akbar, mengatakan bahwa seorang pelaku yang menjadi justice collaborator memang wajar mendapatkan keringanan hukuman. Namun, vonis itu menurut Akbar masih terlalu ringan jika melihat peran Richard sebagai eksekutor yang menembak Yosua.
“Karena dia (Richard Eliezer) kan yang menembak ya. Kalau dengan berat ringannya pemidanaan harusnya sih di atas 2 tahun lah,” kata Muhammad Fatahillah Akbar saat dihubungi, Rabu (15/2).
Dengan vonis hukuman yang terlalu ringan, yang dikhawatirkan menurut Akbar adalah hal ini akan menjadi preseden buruk bahwa seorang pembunuh dapat mendapatkan keringanan hukuman.
ADVERTISEMENT
“1 tahun 6 bulan ini cukup ringan, dan takutnya ini menjadi preseden bahwa pembunuh walaupun dia eksekutor dia bisa mendapatkan keringanan,” kata dia.
Ahli Hukum Pidana UGM, Muhammad Fatahillah Akbar. Foto: Dok. Isitimewa
Meski begitu, pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Yosua menggunakan justice collaborator menurut Akbar dapat menjadi contoh awal pengungkapan kasus-kasus pidana ke depan. Justice collaborator menurut dia dapat mempermudah pengungkapan kasus pidana, mulai dari kasus pembunuhan, narkotika, korupsi, dan kasus-kasus pidana lainnya.
“Dan harapannya konsep ini bisa diterapkan terus, jadi kejahatan-kejahatan yang sistematis bisa terungkap dengan lebih baik,” kata Muhammad Fatahillah Akbar.
Dalam kasus pembunuhan Yosua ini, Eliezer berperan sebagai eksekutor yang melakukan penembakan kepada Yosua sebanyak 3 sampai 4 kali atas perintah Ferdy Sambo. Aksi penembakan itu kemudian diakhiri oleh tembakan pamungkas oleh Sambo ke kepala Yosua.
ADVERTISEMENT
Hakim menyatakan bahwa Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus pembunuhan berencana Yosua. Hakim memvonis Eliezer pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, dari tuntutan jaksa selama 12 tahun.
Dengan vonis itu, Eliezer sudah bisa bebas pada Februari 2024 mendatang mengingat dia telah ditahan sejak Agustus 2022 silam. Meski begitu, putusan ini belum inkrah, Eliezer masih bisa mengajukan banding hingga kasasi sehingga putusan hakim tersebut masih bisa berubah.