Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Akhir Pekan yang Indah Bersama Burung Layang-layang Asia Migran di Jogja
4 Oktober 2021 12:21 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
“Enggak kebayang sebelumnya, burung diamatin apanya?” kata Kartika Putri Perwita Sari yang berpakaian rapi dengan baju batik terbaiknya, di akhir pekan yang indah awal Oktober ini. #publisherstory
Akhir pekan akhirnya tiba. Kartika Putri Perwita Sari sudah berpakaian rapi dengan baju batik terbaiknya. Begitu juga dengan Irma Herawati. Keduanya adalah anggota Komunitas Penyuka Sastra Indonesia (Suspensi) yang berbasis di Yogya. Kartika mahasiswi UNY, sedangkan Irma mahasiswi UGM.
ADVERTISEMENT
Layaknya anak muda, keduanya sudah mandi, pakai minyak wangi, dan siap untuk malam Mingguan. Tapi, malam Mingguan mereka kali ini berbeda. Mereka akan mengamati burung layang-layang asia yang sedang bermigrasi di kawasan simpang empat Gondomanan hingga kawasan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Kartika tak hanya berdua dengan Irma, keduanya tergabung dalam kegiatan Jogja Bird Walk (JBW), sebuah kegiatan pengamatan burung dalam rangka Hari Batik Nasional yang diadakan oleh Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ). Ada sekitar 30-an peserta dari sejumlah komunitas yang mengikuti kegiatan pengamatan itu.
“Enggak kebayang sebelumnya, burung diamatin apanya? Jadi cuma memenuhin undangan teman aja,” kata Kartika di sela kegiatan JBW, di akhir pekan yang indah awal Oktober ini, Sabtu (2/10).
Setelah mengikuti briefing, Kartika makin tak bisa membayangkan apa yang mesti dia lakukan saat pengamatan nanti. Pasalnya, panitia menjelaskan kalau tugas mereka malam itu adalah menghitung burung layang-layang asia yang bertengger di kabel-kabel sepanjang simpang empat Gondomanan sampai kawasan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dia makin geleng-geleng kepala ketika melihat langsung burung-burung yang mesti dia hitung. Ternyata, jumlah burung yang mesti dihitung benar-benar banyak. Setiap kabel yang ada di atasnya, penuh oleh burung layang-layang asia yang sedang bertengger rapi.
“Ngelihatnya aja pusing, apalagi ngitungin,” jawabnya terkekeh.
Tapi setelah tahu teknik menghitungnya, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan. Metode penghitungan yang dipakai adalah dengan cara menghitung secara manual berapa jumlah burung yang bertengger di sebuah kabel, lalu dikalikan dengan jumlah kabel yang ada. Untuk burung-burung yang ada di pohon, gedung, atau yang sedang terbang memang tidak dihitung, karena selain sulit juga untuk menghindari pengulangan hitungan.
“Karena berkelompok jadi lebih gampang, karena bagi-bagi tugas,” kata Kartika.
Jawaban tak jauh berbeda juga dikatakan Irma. Mereka sebenarnya sudah tahu bahwa ada banyak burung-burung yang bertengger di tiap kabel di kawasan itu. Tapi, semua lewat begitu saja. Dan baru saat itu dia mengamati dengan seksama burung-burung tersebut.
ADVERTISEMENT
Dia juga belum pernah tahu kalau burung-burung itu adalah burung migran yang datang dari jauh. Sebelumnya, hanya ada dua jenis burung yang dia ketahui: burung liar dan burung yang ada di dalam sangkar.
“Kirain ya burung-burung biasa, kayak burung gereja. Ternyata burung migran, enggak nyangka sekecil itu tapi bisa terbang jauh banget,” kata Irma.
Irma tak pernah terbayangkan, bahwa mengamati burung ternyata seseru itu. Apalagi, dia bisa bertemu dan berkenalan dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Meski hanya sekitar satu jam ikut kegiatan pengamatan burung, tapi satu jam itu akan melekat di ingatannya.
Tiap lewat Gondomanan dan sekitarnya, kini burung layang-layang akan menjadi salah satu objek yang paling jadi perhatiannya sembari menunggu lampu merah berganti hijau. Bukan lagi mengeluh soal bau menyengat dari kotoran burung yang memenuhi jalan.
ADVERTISEMENT
“Kalau ada (kegiatan) lagi, mau sih ikut lagi. Bisa jadi inspirasi buat bikin puisi,” ujarnya terkekeh.
Selain Irma dan Kartika, ada juga Herman Yosep Malik, mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) yang juga baru pertama kali mengikuti kegiatan pengamatan burung layang-layang asia di Yogya. Dia adalah anggota komunitas Rumah Belajar Indonesia Bangkit (RBIB) yang juga berbasis di Yogyakarta. Kisahnya sama, awalnya Herman juga datang sekadar untuk memenuhi undangan.
“Ternyata seru juga. Unik, burung kok dihitung, enggak kebayang sebelumnya,” kata Herman.
Sebelumnya, di matanya tak ada yang spesial dengan burung layang-layang yang banyak bertengger di kabel-kabel itu. Namun kegiatan pengamatan tersebut memberinya sedikit gambaran tentang apa itu burung migrasi dan untuk apa mereka datang jauh-jauh dari belahan Bumi utara ke Jogja. Kini di matanya, burung layang-layang asia yang tubuhnya tak sampai sekepal tangan orang dewasa itu ternyata burung yang sangat tangguh.
ADVERTISEMENT
“Ternyata memang harus kenal dulu biar bisa sayang,” ujarnya.
Ketua Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), Naufal Seta, mengatakan bahwa mereka memang sengaja mengundang komunitas-komunitas di luar pegiat burung untuk mengikuti kegiatan pengamatan malam itu. Tujuannya, untuk memperluas edukasi tentang burung migran yang ada di Jogja.
“Ini pertama dalam sejarah, banyak komunitas non-burung yang ikut kegiatan pengamatan bulanan kami dengan jumlah sebanyak ini,” ujar Seta.
Menurut Seta, justru komunitas-komunitas non-burung inilah yang kini mesti banyak diajak untuk ikut kegiatan-kegiatan seperti itu. Pasalnya, jika pesertanya hanya komunitas-komunitas pegiat pengamatan burung saja, maka edukasi-edukasi yang ada juga hanya sampai di lingkaran-lingkaran itu saja yang sebenarnya mereka sudah tidak perlu edukasi lagi.
“Paling tidak kita kenalin dulu lah, ini burung apa sih, asalnya dari mana, kenapa penting untuk kita, syukur-syukur ke depan bisa aktif ikut terus,” ujarnya.
ADVERTISEMENT