Anak Perlu Merasakan Stress Agar Dapat Mengatasinya

Konten dari Pengguna
19 Februari 2020 12:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang tua yang marah pada anak. Foto : Thinkstock @Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang tua yang marah pada anak. Foto : Thinkstock @Kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap orang tua menyadari masalah kesehatan mental yang dihadapi kaum muda. Menurut National Institute of Health, hampir satu dari setiap tiga remaja akan menderita gangguan kecemasan, dan 1 dari 10 akan mengalami episode depresi besar.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi tahun 2020 yang diterbitkan oleh Canadian Journal of Psychiatry baru-baru ini mengkonfirmasi bahwa depresi dan kecemasan remaja dapat dikaitkan dengan penggunaan media sosial - tetapi kalaupun tidak karena media sosial, mereka masih harus menghadapi banyak masalah di lingkungannya seperti banyak tugas, kemacetan lalu lintas, kenakalan temannya, gank sekolah, dan sebagainya.
Ada banyak orang tua dan anak-anak yang harus cemas, dan dapat dimengerti bahwa orang tua sebisa mungkin ingin “masuk” dan menyelamatkan anak-anaknya dari situasi yang memicu kecemasan..
Sayangnya, orang tua sebenarnya tidak hanya ingin melindungi anak-anaknya dari perasaan cemas; tapi juga ingin melindungi diri dari menyaksikannya. Toleransi kita rendah dan cadangan emosi kita seringkali sangat tipis. Orang tua bahkan terlalu cemas untuk menyaksikan mereka berjuang.
Anak bisa mengalami depresi karena media sosial. Foto: Thinstock @ Kumparan
Yang jarang disadari adalah ketika kita berulang kali menginterupsi pengalaman normal anak-anak untuk menyelamatkan mereka dari mengalami segala jenis perasaan negatif yang tumbuh, itu meningkatkan kecemasan mereka dan kita juga.
ADVERTISEMENT
Kita menjadi lebih tegang dan waspada dan anak-anak tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan keberanian dan kepercayaan diri dengan mengatakan: Ya, saya gugup, tetapi saya berhasil. Mereka tidak mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menavigasi dunia yang berubah dengan cepat atau mengatasi masalah kompleksnya.
Jad, jika mengakomodasi kecemasan anak-anak kita tidak membantu mereka, lalu apa yang sebenarnya dapat dilakukan orang tua?
Mulailah dengan mengakui kecemasan kita sendiri dan bagaimana hal itu berdampak pada pengasuhan kita.
Ilustrasi ibu dan anak. Foto : Thinkstock @Kumparan
Kita dapat dengan tenang bekerja untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak pertumbuhan anak-anak kita. Kita dapat secara aktif mempromosikan kecintaan belajar dan mengambil risiko pada anak-anak kita, bahkan jika itu berarti menjadi tidak terlalu menuntut akan nilai tinggi di setiap kelas, atau unggul di setiap klub yang dihadiri anak-anak.
ADVERTISEMENT
Kita harus dapat menahan diri dari menambah kesedihan anak-anak kita tentang hal-hal seperti: tidak diundang ke sebuah pesta, tidak lolos seleksi tim sepak bola, atau nilai A yang tidak mereka dapatkan.
Kita dapat menolak untuk menyerah pada ketakutan kita sendiri tentang bagaimana masalah-masalah kecil jangka pendek ini dapat dianggap menggagalkan rencana jangka panjang kita untuk mereka.
Membangun kepercayaan pada anak-anak kita dengan menunjukkan kepada mereka bahwa kita memiliki keyakinan pada kemampuan mereka untuk mengelola tantangan.
Ilustrasi ibu dan anak. Foto : Thinkstock @Kumparan
Ada nilai dalam pernyataan seperti "Mama pikir Kakak bisa mengatasinya" dan "Nah, adik berhasil mendapatkannya, kan", ketika mereka berhasil menangani hal-hal yang sedikit menantang. Menunjukkan kepercayaan kita pada anak-anak kita mendorong berkembangnya rasa percaya diri mereka. (Maya Puspitasari / YK-1)
ADVERTISEMENT