Konten Media Partner

Anggota DPRD DIY Ingatkan, Tanpa Digitalisasi 80 Ribu Koperasi Hanya Jadi Proyek

20 April 2025 13:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPRD DIY, Raden Stevanus Christian Handoko. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD DIY, Raden Stevanus Christian Handoko. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah kehilangan lebih dari 79.000 koperasi aktif. Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 209.448 koperasi aktif, namun jumlah ini menyusut menjadi 130.119 unit pada akhir 2023.
ADVERTISEMENT
Penurunan ini, menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam rilisnya pada tahun lalu, sebagian besar disebabkan oleh pembubaran koperasi yang tidak lagi beroperasi secara nyata sebab banyak di antaranya hanya ada di atas kertas tanpa kegiatan ekonomi yang berjalan.
Tapi kini, Pemerintah Pusat justru menargetkan pembentukan 80.000 koperasi baru di seluruh Indonesia dalam waktu dekat. Anggota DPRD DIY, Raden Stevanus Christian Handoko, menyampaikan dukungan sekaligus peringatan: jangan ulangi kesalahan lama di mana koperasi hanya dijadikan proyek administratif tanpa kehidupan nyata.
“Target kuantitatif sebesar 80.000 koperasi bisa jadi game changer dalam pembangunan ekonomi rakyat—asal dibarengi strategi kualitas dan pemanfaatan teknologi sejak tahap awal,” ujar Raden Stevanus, yang dikenal aktif mendorong transformasi digital di sektor publik dan UMKM, dalam rilis pers yang diterima redaksi Sabtu (19/4).
Anggota DPRD DIY, Raden Stevanus Christian Handoko. Foto: Dok. Istimewa
Menurutnya, koperasi tak boleh hanya jadi lembaga formal untuk memenuhi angka. Ia harus hadir sebagai gerakan ekonomi rakyat yang hidup dan memberi manfaat riil bagi anggotanya.
ADVERTISEMENT
“Kita harus belajar dari masa lalu, ketika banyak koperasi dibentuk hanya demi proyek, tapi tak punya aktivitas riil. Ini yang harus kita hindari. Koperasi harus diciptakan berdasarkan kebutuhan, bukan semata-mata kebijakan,” tegas anggota Komisi A DPRD DIY dari Partai PSI ini.
Dalam rilisnya, Stevanus menekankan pentingnya digitalisasi. “Koperasi hari ini tak boleh lagi beroperasi dengan pencatatan manual, rapat tahunan di kertas, dan laporan yang lambat. Harus digital. Mulai dari aplikasi akuntansi koperasi, sistem keanggotaan berbasis daring, sampai pemasaran produk lewat marketplace,” jelasnya.
Stevanus juga mendorong pemerintah menyediakan platform digital koperasi nasional—dari Sabang sampai Merauke—dengan fitur pelatihan daring dan dashboard monitoring yang transparan.
Menurutnya, koperasi tak perlu dibentuk secara seragam. Koperasi tematik dan berbasis klaster akan jauh lebih relevan dengan potensi lokal.
ADVERTISEMENT
“Kita bisa kembangkan koperasi pertanian berbasis desa di Kulon Progo, koperasi wisata di Gunungkidul, atau koperasi kreatif di Kota Yogyakarta. Semua punya karakternya sendiri. Inilah kekayaan yang harus difasilitasi lewat kebijakan yang fleksibel tapi terstruktur,” katanya.
Deputi Bidang Pengawasan Koperasi, Herbert H. O. Siagian, Ketua Aspenda Agus Subrata beserta jajarannya dalam konferensi pers Kementerian Koperasi bersama Asosiasi Perusahaan Penjaminan Daerah (Aspenda), Jakarta, Rabu (16/4/2025). Foto: Najma Ramadhanya/kumparan
Stevanus menyebut keberhasilan koperasi di negara lain seperti Jepang (Nokyo) dan Selandia Baru (Fonterra) sebagai contoh penting. Sebagai keterangan, Nokyo adalah koperasi pertanian dan Fonterra adalah koperasi susu yang dimiliki oleh 10 ribu lebih peternak sapi.
Lebih lanjut, Stevanus menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas lokal, sektor swasta, dan perguruan tinggi untuk melahirkan koperasi yang modern dan kompetitif.
“Perguruan tinggi bisa jadi inkubator koperasi berbasis inovasi. Swasta sebagai mitra pasar dan teknologi. Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator dan penyedia ekosistem pendukung. Semua harus jalan bersama,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Terakhir, ia menekankan bahwa literasi digital dan pendampingan yang tak boleh diabaikan.
“Jangan lepas koperasi setelah didirikan. Pendampingan harus berkelanjutan. Dan yang paling penting: anggota koperasi harus melek digital. Ini bukan sekadar tentang aplikasi, tapi soal mindset baru dalam mengelola usaha bersama,” pungkasnya.