Anti Impor Bukan Solusi Kemandirian Industri Nasional karena Mudah Diakali

Konten Media Partner
24 Agustus 2022 13:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Setiap tahun impor alat kesehatan mencapai Rp 4,94 Triliun. Pekerja menyiapkan produk inovasi alat kesehatan untuk perawatan bayi dengan sinar biru (blue light) saat pembukaan Surabaya Hospital Expo XVI di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/6/2022). Foto: Moch Asim/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Setiap tahun impor alat kesehatan mencapai Rp 4,94 Triliun. Pekerja menyiapkan produk inovasi alat kesehatan untuk perawatan bayi dengan sinar biru (blue light) saat pembukaan Surabaya Hospital Expo XVI di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (8/6/2022). Foto: Moch Asim/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pekan lalu, pemerintah mengatakan telah menutup keran impor untuk tempat tidur rumah sakit (RS) karena Indonesia sudah mampu memproduksi tempat tidur RS dalam jumlah besar dan kualitas yang bagus. Hal itu digadang-gadang pemerintah sebagai solusi untuk mendorong kemandirian industri alat kesehatan (alkes) nasional.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Buntoro, yang dimaksud dengan penghentian impor tempat tidur (RS) adalah melakukan pembekuan (freeze) sejumlah produk alkes asing di e-katalog, salah satunya bed rumah sakit.
Namun nyatanya aturan itu bisa dengan gampang diakali oleh perusahaan-perusahaan asing maupun para importir alkes. Banyak praktik-praktik perusahaan yang pura-pura melakukan industri di dalam negeri, padahal mereka hanya melakukan perakitan.
“Kemudian didaftarkanlah di Kemenkes bahwa ini produk diproduksi di dalam negeri, sehingga mendapatkan registrasi alat kesehatan dalam negeri dan bisa masuk lagi ke e-katalog (sebagai satu2nya jendela belanja pemerintah). Artinya, dengan mudahnya kebijakan pemerintah tersebut bisa diakalin” kata Buntoro kepada Pandangan Jogja @Kumparan, Selasa (22/8).
CEO PT MAK sekaligusfKetua Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Buntoro. Foto: Dok. Pribadi
Isu anti impor yang terus digadang-gadang pemerintah sebagai pijakan untuk pertumbuhan industri nasional menurut Buntoro bukanlah hal yang tepat untuk menumbuhkan industri nasional yang kuat. Tak sebatas untuk alkes tapi juga di semua industri yang lain, isu anti impor belumlah jadi langkah yang tepat.
ADVERTISEMENT
Buntoro mencontohkan bagaimana Jepang saat ini bisa menguasai industri otomotif dunia. Jika pemerintah Jepang saat memulai industrialisasi paska PD II hanya mengandalkan kebijakan anti impor maka dengan mudah pemerintah Jepang bisa mengundang General Motor Amerika untuk membuat pabrik di Jepang.
Bahkan Jepang bisa segera jadi eksportir otomotif (seperti halnya Indonesia saat ini atas export yg dilakukan oleh pabtikan otomotif asing disini) karena produksi GM Amerika di Jepang yang diekspor diklaim sebagai produk dalam negeri karena dikerjakan di dalam negeri Jepang.
“Begitu juga dengan industri chip di Taiwan dan munculnya Samsung di Korsel. Itu bukan hanya karena pemerintahnya anti impor, bukan. Itu karena pemerintahnya mendorong munculnya industriawan dalam negerinya. Jadi dukungan melekat ke industriawannya, bukan di produknya saja,” kata Buntoro.
ADVERTISEMENT
Jebakan TKDN
Pekan lalu Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa pemerintah sudah menghentikan impor tempat tidur rumah sakit. Foto: Antara Foto
Dengan mengandalkan isu anti impor yang dibarengi dengan isu investasi, perusahaan-perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), menurut Buntoro, kemudian diperlakukan sama dengan industri alkes nasional dalam hal perhitungan TKDN.
Industri-industri alkes nasional, yang kebanyakan skalanya masih kecil, akibatnya harus bersaing dengan raksasa-raksasa yang dimodali asing. Produk-produk yang dihasilkan oleh PMA juga bisa dibeli dari e-katalog, asalkan memenuhi standar tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Hal ini menurutnya tidak sesuai dengan tujuan pengembangan industri alkes nasional. Bagaimanapun yang mendapat keuntungan terbesar pada akhirnya adalah asing.
“Jadi meskipun asing bikin di sini, mereka kan kapanpun bisa saja kabur. Ini kan jauh sekali dari cita-cita kemandirian,” kata dia.
Buntoro menekankan, pemerintah musti memiliki grand desain kemandirian industri tanah air yang berfokus pada dukungan nyata pada munculnya industriawan tanah air dan bukan hanya pada produk yang pokoknya diproduksi dalam negeri.
Tempat tidur rumah sakit produksi PT MAK Yogyakarta. Foto: Dok PT MAK
Sebagai contoh di industri otomotif, sebutlah Honda yang dengan gampang, karena telah memiliki pabrikan canggih, TKDN-nya bahkan bisa mencapai 100 persen. Hal itu menjadi mustahil untuk bisa disaingi oleh pelaku industri dalam negeri yang malah masih membutuhkan impor beberapa komponen penting yang memang belum bisa ia produksi sendiri.
ADVERTISEMENT
Jika dukungan pemerintah harusnya melekat pada munculnya sosok industriawan tanah air, maka kebijakannya akan fokus pada kebutuhan si industriawan. Di awal, mungkin dibolehkan mereka sekadar melakukan perakitan saja. Tapi kemudian harus diberi batas waktu, misal dalam waktu satu atau dua tahun mesti bisa mulai memproduksi komponennya sendiri.
“Jadi aturannya bukan sekadar tentang seberapa besar TKDN-nya, tapi juga keberpihakan kepada pelaku industri nasional. Soalnya seringkali perusahaan asing justru yang TKDN-nya lebih tinggi,” tegas Buntoro.
Dengan begitu, yang harus menjadi perhatian pemerintah menurut dia mestinya bukan sekadar tentang ketersediaan alkes di dalam negeri. Tapi bagaimana Indonesia bisa melahirkan sosok industriawan handal seperti Toyota di Jepang, Samsung di Korea, dan Xiamy di China.
ADVERTISEMENT
“Kalau industri alkes nasional ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah, bukan hanya bisa bersaing, tapi kita bisa menjadi industri alkes terbaik di dunia, bukan hanya bersaing di dalam negeri, tapi bersaing di global,” kata Buntoro.
Electro Hydrolic Operating Table. Foto: Dok. PT MAK
Di Yogyakarta, Buntoro dalam beberapa dekade terakhir sukses mengembangkan PT Mega Andalan Kalasan (MAK) yang kini menjadi salah satu perusahaan produsen terbesar hospital furniture di tanah air dan membuktikan mampu bersaing di kancah dunia.
Saat ini, PT MAK telah menyuplai sebagian besar kebituhan hospital furniture seperti bed rumah sakit, meja operasi dan sebagainya di dalam negeri. Tak cuma itu, MAK juga telah mengekspor produknya ke Jepang dan Australia. Dalam satu pekan, ekspor hospital furniture ke Jepang mencapai 4 - 6 kontainer, sedangkan ke Australia sekitar 2 -4 kontainer.
ADVERTISEMENT
Keahlian dan pengalaman di bidang hospital furniture memungkinkan PT MAK untuk terus bergerak untuk memproduksi kebutuhan rumah sakit canggih yang membutuhkan solusi mekanis dan elektronik.
“Pemerintah mustinya bertanya sudahkah mendukung PT MAK untuk menjadi perusahaan nasional hebat di industri alkes?” pungkas Buntoro.