Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Bambang Tri: Pemerintah Mesti Bijak Melihat Masalah Dana Talangan SEA GAMES 1997
24 Maret 2022 16:25 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Bambang Trihatmodjo, anak Presiden ke-3 Soeharto, melalui kuasa hukumnya meminta pemerintah bisa bijak melihat masalah dana talangan SEA Games 1997 yang kini dianggap sebagai piutang negara. Bambang Tri terseret namanya di kasus ini karena saat itu menjabat sebagai ketua umum konsorsium swasta penyelenggara SEA Games 1997.
ADVERTISEMENT
Kuasa hukum Bambang Trihatmodjo, Shri Hardjuno Wiwoho menerangkan, dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara SEA Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo.
Dana talangan Rp 35 miliar itu diberikan untuk digunakan sebagai tambahan dana SEA Games 1997 yang awalnya ditetapkan hanya senilai Rp 70 miliar. Dana tambahan itu diminta KONI untuk mengurus pembinaan atlet.
PT Tata Insani Mukti (PT TIM) ditunjuk sebagai badan hukum teknis pelaksana konsorsium mitra penyelenggara swasta. Dan di perusahaan tersebut Bambang memiliki jabatan sebagai komisaris utama tanpa memiliki saham. Lewat PT TIM nilah negara menyalurkan dana talangan Rp 35 miliar tersebut.
"Bahkan bapak Busro Muqodas, senior kami, juga sudah menyampaikan bahwa ini bukan kasus korupsi. Jadi kami berharap pemerintah bisa bijak, bisa lihat masalah bukan pada tendensi pribadi, dan kaitan Pak Bambang Tri sebagai putra Presiden Soeharto, Orba, dan Cendana. Kementerian Keuangan semestinya bisa menutup masalah ini sehingga tidak buang-buang energi," papar Shri Hardjuno Wiwoho dalam rilis pers yang diterima redaksi pada Kamis (24/3).
ADVERTISEMENT
Busro Muqoddas, mantan pimpinan KPK 2005-2010, adalah pengacara Bambang Trihatmodjo sebelum kasus ini kemudian ditangani oleh Wardhana Wiwoho & Partner.
Hardjuno menambahkan, sejak awal Bambang bukannya tidak mau membayar dana talangan yang kini ditagih sebagai piutang negara. Tapi memang karena hal itu bukan kewajiban Bambang dan sudah jelas subyek hukum yang menjadi penerima dana talangan pun adalah PT TIM bukan Bambang Trihatmodjo.
Sebaliknya, Hardjuno menjelaskan, ada dua tokoh lain di balik PT TIM yang lebih tepat untuk ditagih karena memiliki saham di PT TIM lewat dua perusahaannya.
"Kenapa klien kami bersikukuh, bukan tidak mau bayar ya, tapi bukan kewajibannya. Subyeknya ini PT TIM, klien kami komisaris utama tanpa pemegang saham. Pemegang saham itu ada dua perusahaan jadi pengendali. Kalau bayar ya mampu tapi kan ini bukan soal uang saja, ini ada nama baik segala macam," papar Hardjuno.
ADVERTISEMENT
Hardjuno kembali menegaskan bahwa kalaupun pemerintah mau memaksakan kasus ini dan mau menagih pun jangan sampai salah alamat.
"Kalau memang ngotot ada dana talangan yang tidak beres pemerintah silakan memiliki hak tagih tapi jangan sampai salah alamat. Bila ada kewajiban PT TIM, ya silahkan para pemegang saham menyelesaikan itu," jelas Hardjuno.
Lebih lanjut, Hardjuno pun menegaskan tidak ada satu rupiah pun uang dana talangan sebesar Rp 35 miliar itu masuk ke kantong Bambang Trihatmodjo.
Bila mau bicara siapa yang memakai dana, semua dana digunakan langsung oleh KONI sedangkan konsorsium penyelenggara, maupun PT TIM, hanya bertugas mencari dana. Kebetulan Bambang Trihatmodjo anak presiden, maka konsorsium meminta bantuan pemerintah.
Pemerintah yang kala itu dipimpin Presiden Soeharto memberikan bantuan lewat dana talangan. Selanjutnya, saat dana talangan cair dalam bentuk cek tunai, semuanya langsung diberikan dan digunakan oleh KONI.
ADVERTISEMENT
"Dan kami pun sudah ketemu dengan KONI. Tapi KONI bilang sudah kehilangan data soal dana talangan tahun 1997. Jadi kalau mau buka-bukaan ya sudah data KONI harus dicari, dibuka semua terang benderang," kata Shri Hardjuno Wiwoho.
Lebih jauh Hardjuno Wiwoho bahwa uang yang diberikan untuk dana talangan pun sebenarnya sumbernya bukan dari APBN. Melainkan, uang dari pihak swasta, tepatnya dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.
"Bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," papar Hardjuno.
Terakhir Hardjuno kembali meminta pemerintah bijak melihat masalah ini dan tidak buang-buang energi demi hasrat politik yang tidak perlu.
ADVERTISEMENT
"Dan mudah-mudahan ini jadi sesuatu yang baik untuk kita bersama ke depannya," pungkasnya. (Rilis/Pers)