news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Banyak Startup Besar PHK Karyawan, Bagaimana Kondisi Startup di Yogya?

Konten Media Partner
30 Oktober 2022 16:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saga Iqranegara. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Saga Iqranegara. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Sejumlah perusahaan berbasis teknologi digital di Indonesia mulai terimbas gejolak ekonomi global yang membuat mereka harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Gejolak ekonomi tak hanya dialami perusahaan-perusahaan rintisan yang baru mulai berkembang, beberapa nama besar seperti Shopee Indonesia, SiCepat, LinkAja, JD.ID, dan sejumlah startup ternama lain harus melakukan PHK untuk bisa tetap bertahan.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Asosiasi Digital Kreatif Indonesia (ADITIF), yang juga Chief Operating Officer (COO) Hackab Rock, Saga Iqranegara, mengatakan bahwa situasi serupa juga sebenarnya terjadi di Yogyakarta. Meski belum terdengar kabar adanya PHK besar-besaran, namun startup-startup di Yogya menurut Saga juga memiliki kerentanan yang sama dengan startup di kota lain seperti di Jakarta dan Bandung.
“Saya pikir kondisi startup di Yogya juga punya risiko yang sama,” kata Saga Iqranegara saat dihubungi, Sabtu (29/10).
Hal ini karena saat ini masih cukup banyak perusahaan startup di Yogya yang kekuatan finansialnya masih bergantung pada sumber pendanaan. Adanya krisis global dan ancaman resesi membuat orang-orang kaya yang biasa menanamkan modalnya ke perusahaan-perusahaan ini lebih ketat dalam mengeluarkan uang mereka.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, kucuran modal ke startup, terutama mereka yang belum bisa hidup dari keuntungannya sendiri, menjadi tersendat.
“Ini yang kemudian membuat beberapa startup tidak bisa memperpanjang napasnya,” lanjutnya.
Untuk bisa memperpanjang napas, maka perusahaan-perusahaan tersebut mesti melakukan penghematan. Misalnya menurut Iqra adalah dengan menerapkan sistem kerja work from home (WFH) yang bisa mengurangi biaya sewa gedung, listrik, dan sebagainya.
Jika semua langkah efisiensi belum cukup, maka mau tidak mau biasanya perusahaan akan melakukan efisiensi tenaga kerja. Karena bagaimanapun, biaya operasional untuk tenaga kerja adalah salah satu yang paling besar.
“Tapi, oke lah karyawan mungkin dikurangi. Tapi sebetulnya operasional mereka tidak bisa diturunkan. Jadi mungkin skemanya saja yang diubah, kalau yang tadinya karyawan mungkin nanti pendekatannya bisa jadi outsourcing atau freelance,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Saga juga mengatakan bahwa untuk bisa bertahan perusahaan-perusahaan startup juga mesti siap menghadapi setiap kemungkinan yang terjadi selama beberapa tahun ke depan. Dia yakin, di tengah situasi tak menentu pasti masih ada peluang bagi startup, bukan hanya untuk bertahan tapi juga untuk tumbuh dan berkembang.
Hal itu sudah terbukti selama pandemi COVID-19, dimana di tengah situasi yang sangat sulit, ternyata masih ada juga perusahaan yang justru bisa tumbuh lebih baik.
“Memang harus cermat dalam melihat setiap peluang dan tantangan yang ada, sehingga bisa menyiapkan strategi terbaik setiap terjadi dinamika seperti ancaman resesi ini,” kata Saga Iqranegara.