Konten Media Partner

BBPOM Yogya Masih Temukan Produk Pangan Mengandung Pengawet Mayat Formalin

21 November 2022 16:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengawet mayat formalin. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengawet mayat formalin. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta meminta masyarakat untuk mewaspadai penggunaan formalin di dalam makanan. Pasalnya, BBPOM masih menemukan produk pangan mengandung formalin yang beredar di pasaran.
ADVERTISEMENT
“Berdasarkan data hasil pengawasan pangan beredar, masih ditemukan produk pangan mengandung formalin,” kata Kepala BBPOM Yogyakarta, Trikoranti Mustikawati, dalam keterangan tertulis, Senin (21/11).
BBPOM Yogya menegaskan, bahwa formalin bukanlah bahan yang bisa digunakan dalam pembuatan olahan makanan. Formalin merupakan zat kimia yang biasa digunakan untuk mengawetkan mayat.
Di dunia industri, formalin juga biasa digunakan dalam produksi pupuk, bahan fotografi, parfum, kosmetik, pencegahan korosi, perekat kayu lapis, bahan pembersih dan insektisida, zat pewarna, cermin dan kaca.
Meski tak dijelaskan secara detail berapa banyak temuan produk pangan yang mengandung formalin, namun BBPOM meminta masyarakat tetap waspada terutama saat membeli makanan jadi maupun bahan makanan. Sebab, temuan ini mengindikasikan adanya risiko peredaran produk pangan mengandung formalin di pasaran yang belum terungkap.
ADVERTISEMENT
Dia juga menegaskan bahwa peredaran makanan mengandung formalin mesti disikapi serius karena dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius.
“Peredaran pangan olahan mengandung bahan tambahan berupa formalin ini tidak dapat dipandang sebelah mata, mengingat dampak kesehatan yang ditimbulkan,” lanjutnya.
Kepala BBPOM Yogyakarta, Trikoranti Mustikawati. Foto: Dok. BBPOM Yogyakarta
Masih ditemukannya produk-produk makanan yang mengandung formalin di pasaran menurut dia juga disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya formalin. Dia menjelaskan, dampak penggunaan formalin secara langsung jika dikonsumsi dalam jumlah banyak antara lain mengakibatkan luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernapasan, serta reaksi alergi.
Sedangkan secara kumulatif, jika mengonsumsi formalin dalam jumlah sedikit tetapi dilakukan selama bertahun-tahun, maka dapat menyebabkan sakit kepala, luka pada ginjal, mulut, paru-paru, dan otak, serta memicu terjadinya kanker.
ADVERTISEMENT
“Penyalahgunaan pada pangan biasanya untuk mengawetkan ikan asin dan mie basah,” ujarnya.
Trikoranti mengatakan, untuk meminimalisir peredaran makanan mengandung formalin harus melibatkan seluruh komponen masyarakat. Sebab, pangan yang aman tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu instansi saja. Karena itu, dibutuhkan keterlibatan mulai dari pelaku usaha, pemerintah, akademisi, media, serta masyarakat sebagai konsumen.
Dari sisi pelaku usaha, keuntungan memang menjadi hal utama ketika saat menjalankan bisnis, namun keuntungan yang diterima mesti dilalui dengan alur kejujuran dan koridor peraturan. Pelaku usaha wajib menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk menghasilkan pangan aman.
Ilustrasi petugas BPOM sedang memeriksa makanan mengandung formalin. Foto: ANTARA
Pemerintah menurutnya telah menyediakan berbagai payung hukum untuk menghilangkan potensi penggunaan bahan berbahaya dalam pangan. Selain peraturan, pemerintah daerah dan pusat juga bersinergi melakukan pengawasan, pembinaan, serta komunikasi, informasi, dan edukasi baik kepada pelaku usaha maupun masyarakat sebagai konsumen produk pangan.
ADVERTISEMENT
Sementara dari sisi akademisi, dia berharap para akademisi bisa menciptakan teknologi baru dan publikasi hasil penelitian untuk memberikan peluang adanya pengganti formalin yang lebih berdaya guna namun aman dikonsumsi.
Dari sisi konsumen, menurutnya faktor keamanan masih belum menjadi prioritas utama dalam memilih pangan untuk dikonsumsi bagi mereka. Hal ini menyebabkan timbulnya suplai terhadap pangan yang tidak aman, tetapi masih saja dicari dan dikonsumsi oleh masyarakat.
“Konsumen yang cerdas dan berdaya akan menerapkan tindakan preventif misalnya dengan membeli produk terdaftar yang telah terjamin keamanannya, lebih memilih pangan yang secara track record tidak pernah terdeteksi mengandung bahan berbahaya,” kata Trikoranti Mustikawati.