Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Benci dengan Klitih, Sejumlah Pemuda di Jogja Bikin Fight Club tiap Jumat Malam
2 Agustus 2024 16:16 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Sejumlah pemuda di Jogja mendirikan Fight Club Yogyakarta yang berlangsung tiap Jumat malam. Fight club ini sudah berlangsung selama dua bulan di Pasar Hewan dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY).
ADVERTISEMENT
Humas Fight Club Yogyakarta, Kocok, mengatakan bahwa fight club ini dibuat karena mereka sangat resah dengan fenomena kejahatan jalanan yang bernama klitih.
Fight club ini diharapkan bisa jadi wadah berekspresi anak-anak muda yang biasanya mencurahkan energinya di jalanan.
“Kami itu sangat benci dengan kejahatan jalanan yang namanya klitih. Makanya kami berusaha memerangi itu dengan memberikan wadah alternatif, bagaimana kalau teman-teman yang sangarnya di jalan, kita ubah sangarnya di tempat, dan yang nonton bukan cuman teman-teman kampungnya, tapi seribuan orang,” kata Humas dan Penasihat Fight Club, Kocok, Jumat (26/7) kemarin.
Menurut Kocok, banyak anak muda jadi klitih karena mereka tidak punya wadah untuk berekspresi. Karena itu, fight club ini diharapkan bisa jadi tempat penyaluran ekspresi yang selama ini dilampiaskan di jalanan.
ADVERTISEMENT
“Klitih itu ternyata karena anak-anak muda yang punya energi berlebih dan salah medium. Mediumnya kekerasan karena ingin keliatan sangar. Gimana kalau sangarnya kami ubah jadi hal yang positif, bisa dikontrol, dan tetap bergengsi,” ucapnya.
Fight Club Yogyakarta rutin diselenggarakan setiap 2 minggu sekali pada Jumat malam. Meski baru dua bulan digelar, tapi antusiasmenya sudah cukup besar. Tiap hari ada 60-an orang yang jadi peserta di Fight Club Yogyakarta, sedangkan penontonnya lebih dari 1.000 orang.
Untuk menjamin keamanan, panitia juga telah menyediakan sejumlah perlengkapan yang dibutuhkan seperti headgear, sarung tangan tinju, tenaga medis, ambulans, bahkan mereka sudah bekerja sama dengan rumah sakit jika ada peserta yang perlu perawatan lebih lanjut.
“Pesertanya secara demografi dari seluruh Jogja. Waktu itu orang Gunungkidul datang rombongan, secara mayoritas memang Bantul dan Kota Yogyakarta, dan sudah sampai kota lain juga, seperti Lumajang, Bali, Jakarta, dan Solo,” ungkap Kocok.
ADVERTISEMENT