Konten Media Partner

Berkah Listrik Mikro Hidro di Kedungrong: Tagihan Ratusan Ribu Jadi Rp 12 Ribu

25 Februari 2021 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rejo Handoyo, salah satu inisiator PLTMH di Kedungrong, sedang mengisi oli pada generator PLTMH. Foto: Widi Erha Pradana.
zoom-in-whitePerbesar
Rejo Handoyo, salah satu inisiator PLTMH di Kedungrong, sedang mengisi oli pada generator PLTMH. Foto: Widi Erha Pradana.
ADVERTISEMENT
Bayangkan keseharian ini: gerinda, las, bor, tuner, dan nonton sinetron Ikatan Cinta sebulan suntuk tapi kamu cukup bayar tagihan listrik 12 ribu saja!
ADVERTISEMENT
Suparman membuka usaha bengkel motor di rumahnya di Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo, DIY. Dan semua peralatan perbengkelan ia nyalakan memakai listrik mikro hidro yang diinisasi kampungnya dalam beberapa tahun terakhir.
“Saya sebenarnya pingin nambah alat bubut dan miling, ini baru nabung. Dengan mikro hidro pengeluaran turun jadi laba meningkat, memungkinkan untuk nambah alat-alat, sabar dulu ini juga masih pandemi,” kata Suparman saat ditemui di rumahnya, Rabu (24/2).
Dulu, setiap bulan dia harus mengeluarkan biaya ratusan ribu hanya untuk listrik. Sekarang, dia cukup mengeluarkan Rp 12 ribu setiap 35 hari. Karena itu, dia tak pernah memikirkan biaya listrik lagi setiap akan menghidupkan peralatan bengkel yang dia miliki.
“Ada barang murah itu buat dipakai, ngapain malah pakai yang mahal,”ujarnya.
Suparman sedang mengelas yang listriknya dialirkan dari PLTMH. Foto: Widi Erha Pradana.
Hal serupa juga dilakukan Supriadi, dia juga memanfaatkan listrik mikro hidro untuk mendukung usahanya di bidang pertukangan kayu. Beberapa peralatan tukang yang dia pakai di antaranya amplas listrik, bor, mesin profil, serta mesin serkel.
ADVERTISEMENT
“Ya sekarang enggak mikir biaya listrik lagi, mau pakai alat juga enggak takut lagi biaya listrik bengkak,” kata Supriadi.
Bagi Supriadi dan Suparman, listrik mikro hidro adalah anugerah. Mereka jadi bisa meningkatkan produktivitas kerjanya, tanpa takut tekor karena tagihan listrik. Pasalnya, selama ini biaya operasional terbesar yang harus dikeluarkan untuk usaha adalah listrik.
“Tapi ada mikro hidro ini dunia jadi indah mas. Intinya, mau pakai apa aja dompet tetep aman pokoknya, ibu-ibu mau nonton Ikatan Cinta 24 jam juga aman, paling suaminya yang enggak aman,” kata Suparman terkekeh.
Nonton Ikatan Cinta Sebulan Suntuk
Supriadi, warga Kedungrong yang memanfaatkan listrik mikro hidro untuk menghidupkan peralatan ketukangan kayu. Foto: Widi Erha Pradana.
Warga Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo, DIY bukanlah pengecualin untuk geger sinetron Ikatan Cinta. Di pelosok Jogja yang jauh itu, sinetron Ikatan Cinta adalah penutup hari yang sempurna setelah seharian bergelut dengan pekerjaan. Layaknya kaum ibu-ibu di seluruh Indonesia yang kini sedang keranjingan Mas Al di Ikatan Cinta, Hani, tak jauh berbeda.
ADVERTISEMENT
Sinetron Ikatan Cinta sudah seperti upah harian setelah seharian dia bekerja di warung. Ketika sinetron sudah mulai, maka jangan harap remot bisa lepas dari tangannya.
“Saya mau enggak mau ya ikut nonton, ternyata lama-lama bagus juga,” kata Rejo Handoyo, suami Hani, menyela istrinya, sembari terkekeh, Rabu (24/2).
Hani dan Rejo Handoyo adalah sepasang suami istri yang tinggal di Dusun Kedungrong, Desa Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo, DIY. Selepas maghrib, televisi di rumah mereka akan terus menyala sampai semua anggota keluarga tidur. Jika tengah malam ada pertandingan sepak bola, maka tugas si televisi akan semakin berat, karena Rejo juga bisa disebut sebagai penggila bola dan olahraga lain macam bulu tangkis dan Moto GP.
ADVERTISEMENT
Karena sekolah masih dilaksanakan secara daring, pagi sampai sore anaknya lebih sering di rumah. Televisi adalah salah satu hiburan paling menarik untuk anaknya ketika kepenatan memuncak karena terkurung pandemi.
“Kalau saya tidak pakai mikro hidro, bengkak pasti biaya listriknya. Sekarang ada mikro hidro bebas, jorjor-an mau pakai apa saja enggak mikir lagi,” lanjutnya.
Di dalam rumahnya, Rejo masih memiliki perlengkapan elektronik lain seperti rice cooker, speaker aktif, setrika, pompa listrik, kulkas, hingga mesin las listrik. Dengan beban sebesar itu, Rejo hanya perlu membayar Rp 12 ribu dalam satu selapan atau 35 hari.
“Dipukul rata, karena kan kami belum pakai meteran, jadi pakai apa aja bayarnya tetap Rp 12 ribu,” ujarnya.
Rejo Handyoyo di depan sikring utama PLTMH. Foto: Widi Erha Pradana.
Apa yang dinikmati Rejo dan keluarganya tentu bikin banyak orang, terutama tetangga-tetangganya iri. Sebenarnya, sebagian besar warga Kedungrong sudah berlangganan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) tersebut. Tapi tak semuanya seperti Rejo, Suparman, Supriadi dan banyak warga lain yang menggunakan listrik mikro hidro untuk semua kebutuhannya.
ADVERTISEMENT
Misalnya Dwi Prihatin, 39 tahun, salah seorang warga Kedungrong lainnya. Sejak beberapa tahun yang lalu, rumahnya memang sudah terpasang listrik dari mikro hidro, tapi tidak semua perangkat elektronik di rumahnya dia nyalakan pakai listrik mikro hidro.
Perangkat yang menggunakan listrik mikrohidro di antaranya mesin jahit, lampu penerangan, pompa air, kipas angin, setrika, serta pompa kolam ikan. Sedangkan perangkat lain seperti televisi dan kulkas masih menggunakan listrik PLN.
“Belum berani, karena dulu mesin cuci pakai mikro hidro malah rusak, karena enggak stabil apa ya,” kata Dwi Prihatin.
Pasang Stabilizer
Dwi Prihatin menggunakan PLTMH untuk menghidupkan pompa air di kolam koi di rumahnya. Foto: Widi Erha Pradana.
Dikonfirmasi mengenai kekhawatiran masyarakat atas tidak stabilnya listrik mikro hidro, Haryadi, seorang warga yang belum lama ikut memasang listrik mikro hidro padahal lama dia merasakan takut, mengatakan,”ternyata enggak perlu takut karena ada solusinya, yakni, seperti warga yang lebih dulu yang sudah jor-joran pakai listrik mikro hidro, saya pasang stabilizer, jadi semuanya sekarang pakai mikro hidro.”
ADVERTISEMENT
Di awal mungkin akan cukup berat untuk membeli stabilizer karena harganya yang mahal yakni Rp 1,5 sampai Rp 3 juta. Tapi untuk jangka panjang, menurut dia harga stabilizer tidak seberapa ketimbang biaya yang bisa dihemat untuk tagihan listrik. (Widi Erha Pradana / YK-1)