Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten Media Partner
Biaya Operasional Murah Meriah, Apa Itu Listrik Mikrohidro?
26 Februari 2021 17:16 WIB
ADVERTISEMENT
Kemewahan berupa listrik murah dan ramah lingkungan yang dinikmati warga Kedungrong, Purwoharjo, Samigaluh, Kulon Progo tidak tersedia begitu saja. Perlu waktu yang panjang untuk mewujudkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang menjadi penghasil listrik murah. Ya, warga Kedungrong telah merintis pembangunannya sejak 2012 silam. Dan sekarang, berkat ada pembangkit itu, kini mereka bisa menikmati listrik sepuasnya hanya dengan membayar Rp 12 ribu setiap 35 hari.
ADVERTISEMENT
PLTMH merupakan sebuah pembangkit listrik berskala kecil yang memanfaatkan air sebagai sumber energinya. Arus air akan digunakan sebagai tenaga penggerak turbin, yang nantinya akan dikonversi menjadi listrik. PLTMH biasanya dibangun di tempat-tempat dengan arus air yang kuat, seperti saluran irigasi, sungai, atau air terjun.
Di Dusun Kedungrong, masyarakat memanfaatkan aliran saluran irigasi yang bersumber dari sungai Progo. Saluran irigasi itu dibendung dan dibuat terjunan supaya kekuatan arusnya bisa menggerakkan turbin.
“Kalau masyarakatnya kompak, bisa saja di setiap kampung bikin (PLTMH),” kata Rejo Handoyo, pengelola PLTMH Kedungrong Februari ini.
Biaya Awal Memang Mahal
Lantas, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun PLTMH seperti yang ada di Dusun Kedungrong? Rejo menyebutkan angka paling tidak satu sampai dua miliar jika mau langsung jadi. Nilai itu membuat nyaris semua orang yang mendengarnya langsung ciut dan mengurungkan niatnya untuk membangun pembangkit serupa di kampungnya.
ADVERTISEMENT
“Tapi kan manfaat yang bisa dirasakan itu untuk angka panjang,” kata dia.
Rejo sangat memaklumi ketika orang-orang langsung ciut ketika mendengar nilai biaya yang mesti dikeluarkan untuk membangun PLTMH. Jika tidak dapat bantuan dari Dinas PU ESDM DIY, dia juga tak yakin saat ini ada PLTMH di Kedungrong.
“Kami cuma ditititipin amanah sama Dinas PU ESDM, disuruh dirawat, syukur-syukur bisa dimanfaatkan,” lanjutnya.
Kenapa biaya membangun PLTMH bisa begitu besar? Apa saja sebenarnya yang diperlukan?
Secara teknis, PLTMH memiliki tiga komponen utama, yakni air sebagai sumber energi, turbin, dan generator. Tapi dalam pelaksanaannya, banyak kebutuhan lain yang membutuhkan biaya. Misalnya pembangunan rumah mesin, karena tidak mungkin dibiarkan begitu saja terkena hujan dan panas.
ADVERTISEMENT
Karena mereka harus membendung aliran air untuk dilewatkan ke generator, maka tebing-tebing irigasi harus dibangun talud.
“Kalau tidak, habis itu terkikis tebingnya,” ujarnya.
Proses belum selesai, meski debit air telah menggerakkan turbin dan berhasil dikonversi menjadi listrik oleh generator. Langkah berikutnya, listrik harus dihubungkan ke rumah tiap warga.
Supaya listrik bisa sampai ke rumah warga, maka dibutuhkan tiang listrik, trafo, serta kabel. Jumlahnya, tergantung pada seberapa banyak rumah yang akan disuplai dan seberapa luas daerah jangkauannya.
“Kalau perawatannya murah, cuma dibersihkan turbinnya sama oli, satu bulan kalau di sini enggak sampai Rp 100 ribu,” kata Rejo.
Selama ini menurut dia juga sangat jarang terjadi masalah-masalah yang serius. Hanya beberapa kali saja terjadi korsleting listrik.
ADVERTISEMENT
Pembangunan Bertahap
Selain karena bantuan dari pemerintah, pembangunan PLTMH di Kedungrong juga dilakukan secara bertahap, sehingga tidak terlalu terasa beratnya. Awalnya, listrik yang dihasilkan oleh PLTMH hanya digunakan oleh enam keluarga, itu pun listriknya belum stabil sehingga sering terjadi kerusakan peralatan elektronik. Tapi saat ini, setelah melewati berbagai penyempurnaan, 47 dari 50 warga Kedungrong sudah menggunakan listrik mikrohidro ini.
Satu-satunya kendala utama yang dialami oleh PLTMH Kedungrong adalah sampah. Sampah yang terbawa oleh arus air akan menghambat perputaran turbin karena menyangkut dan tidak bisa lepas sendiri. Karena itu, setiap sore warga harus membersihkannya, dan selama proses pembersihan maka mesin harus dimatikan beberapa menit demi keselamatan petugas.
“Karena ini kan sumbernya dari kali Progo, itu melewati berapa ribu rumah, jadi agak susah mengendalikannya,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Tapi masalah itu sedikit demi sedikit juga bisa untuk mengedukasi warga supaya tidak sembarang membuang sampah di sungai. Jika masih ngotot, maka sampah-sampah itu akan berdampak langsung kepada mereka, yakni dengan menghambat aliran listrik ke rumah mereka.
Selain masalah sampah, karena sumber energi PLTMH adalah air, maka hal ini juga bisa menjadi media kampanye kepada masyarakat untuk tidak melakukan penebangan pohon seenaknya.
“Yang menjaga air tetap ada kan pohon, kalau pohonnya habis airnya juga habis, listriknya enggak bisa dihasilkan lagi,” kata Rejo Handoyo. (Widi Erha Pradana / YK-1)