Konten Media Partner

Bocah SD Dipaksa Setubuhi Kucing, Sosiolog: Ini Masalah Serius dan Sistematis

25 Juli 2022 18:23 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajad Sulistyo Widhyharto. Foto: Dok. UGM
zoom-in-whitePerbesar
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajad Sulistyo Widhyharto. Foto: Dok. UGM
ADVERTISEMENT
Meninggalnya seorang siswa SD di Tasikmalaya, Jawa Barat, setelah dirundung dan dipaksa teman-temannya menyetubuhi seekor kucing telah memicu rasa prihatin sekaligus amarah banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajad Sulistyo Widhyharto, mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan ada masalah yang serius dan sistematis di tengah pertumbuhan anak-anak generasi sekarang. Karena masalahnya sistematis, maka penyelesaiannya juga mesti sistematis.
Misalnya, dimulai dari kedua pasangan yang akan menikah. Setelah menikah, nantinya mereka akan menjadi orangtua, sehingga mesti dibekali dengan keterampilan dan pengetahuan tentang bagaimana mendidik anak.
Hal kecil yang bisa dilakukan untuk memulai adalah dengan mengubah ceramah-ceramah di dalam pernikahan, dari yang sebelumnya hanya berisi pesan-pesan agama yang normatif jadi ceramah yang lebih realistis dan konkret.
“Nasihatnya jangan hanya nasihat agama soal Tuhan, itu jauh banget. Sekarang sudah saatnya membumikan ceramah-ceramah agama itu menjadi ceramah yang bisa dijalankan orangtua,” kata Derajad Sulistyo Widhyharto ketika dihubungi Pandangan Jogja @Kumparan, Senin (25/7).
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. Foto: Faisal Rahman/kumparan
Banyaknya muda-mudi yang menikah sebelum memahami tanggung jawabnya sebagai orangtua menurut dia telah mengakibatkan buruknya pola asuh terhadap anak. Karena itulah, saat ini tingkat kenakalan anak-anak semakin parah, bahkan menjurus kriminal seperti kasus perundungan yang terjadi di Tasikmalaya.
ADVERTISEMENT
“Sebelum bikin anak ya harus tahu menjadi orangtua itu tidak cukup bekerja dan mencari anak, tetapi juga harus mendidik anak, membekali pasangan dengan pengetahuan,” lanjutnya.
Memang, saat ini sudah ada pendidikan pranikah yang di kantor-kantor urusan agama. Tapi, apa yang diajarkan di dalam pendidikan-pendidikan pranikah itu menurut dia juga masih jauh dari masalah-masalah konkret yang dialami sepasang suami istri setelah menikah. Pada akhirnya, hal itu hanya akan menjadi sesuatu yang normatif belaka dan gagal memberikan bekal yang dibutuhkan oleh pasangan yang baru menikah.
“Tetapi kalau ceramahnya bagaimana mengelola keluarga berdasarkan syariat agama, suami itu harus melakukan apa, jadi tanggung jawab itu dibumikan, bukan tanggung jawabnya pada agama saja, hasilnya akan beda,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kurangnya pemahaman soal pola asuh oleh pasangan-pasangan muda, terutama yang berasal dari desa dan lingkungan sub-urban, diperburuk dengan semakin terbukanya internet dan media sosial. Hal itu mengakibatkan anak-anak di bawah umur pun bisa sangat bebas mengaksesnya.
Di sisi lain, masih cukup banyak orangtua yang pendidikannya masih rendah dan tak memiliki pengalaman bersosial media. Otomatis, kontrol atas anak-anak terhadap konten yang dia konsumsi di media sosial dan internet jadi berkurang.
Ketika ada anak-anak yang merundung temannya untuk menyetubuhi seekor kucing, artinya mereka sudah memiliki fantasi. Fantasi itu tentu mereka dapat dari konten internet yang mereka konsumsi setiap hari
“Ini yang tidak diantisipasi oleh pasangan-pasangan muda kita, terutama pasangan muda yang di daerah sub-urban,” ujarnya.
Presiden Jokowi ikut mengungkapkan keprihatinannya pada kasus bocah 11 tahun yang dipaksa bersetubuh dengan kucing oleh teman-temannya. Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden
Kasus siswa SD yang dipaksa menyetubuhi seekor kucing sampai depresi dan meninggal menurut dia bukanlah fenomena psikologis tunggal. Ada banyak dimensi-dimensi lain yang menyebabkan hal itu bisa terjadi, terutama adalah kesadaran orangtua terhadap kontrol atas konten media sosial yang dikonsumsi oleh anak-anaknya.
ADVERTISEMENT
Beberapa kali, kasus penyimpangan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur juga sempat viral. Misalnya kasus Mei silam ketika dua bocah di Purbalingga memamerkan alat kelaminnya di depan seorang perempuan.
“Dari mana dia punya ide eksibisionis? Kan pasti dari konsumsi media sosial maupun dari kegiatan orang dewasa di sekitarnya,” kata Derajad Sulistyo Widhyharto.