Konten Media Partner

Bolu Kelapa Hidupi 63 Perempuan di Patuk Gunungkidul, Omzet Sebulan Rp 295 Juta

15 Mei 2024 17:27 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses pembuatan bolu kelapa oleh ibu-ibu anggota Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
zoom-in-whitePerbesar
Proses pembuatan bolu kelapa oleh ibu-ibu anggota Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
ADVERTISEMENT
Ada 63 perempuan di Kalurahan Putat, Kapanewon Patuk, Gunungkidul, yang kini hidup dari usaha produksi bolu kelapa. Mereka tergabung dalam kelompok Desa Perempuan Indonesia Maju Mandiri (Prima) Gumregah.
ADVERTISEMENT
Sabtu (11/5) siang, rumah produksi berukuran 20 meter x 10 meter di Kalurahan Putat sangat sibuk. Para perempuan di sana ada yang sedang menyiapkan adonan awal untuk membuat bolu kelapa, ada yang sedang menyiapkan pemanggangan, sebagian ada yang sedang membersihkan alat produksi.
“Dalam sehari rata-rata ibu-ibu di sini bisa membuat 10.000 bolu kelapa yang dikerjakan dalam dua sif,” kata Penanggung Jawab Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Sri Wahyuni, Sabtu (11/5).
Pada momen-momen tertentu, jumlah bolu kelapa yang mereka produksi bahkan bisa mencapai 10.000 bungkus tiap sif. Artinya, dalam sehari mereka bisa memproduksi 20.000 bungkus bolu kelapa.
“Di tahun 2024, Alhamdulillah omzet penjualan tiap bulan rata-rata lebih dari Rp 200 juta. Bulan April kemarin omzet sampai Rp 295 juta,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Berawal dari Hidangan Hajatan
Bolu kelapa yang diproduksi oleh ibu-ibu anggota Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat. Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
Bolu kelapa menjadi pilihan ibu-ibu di Putat karena adanya kebutuhan jajanan yang besar untuk hidangan di acara hajatan. Bolu kelapa dianggap sebagai pilihan yang tepat, karena selain enak, harganya juga terjangkau.
Harga eceran satu bolu kelapa hanya sebesar Rp 800. Jika ada konsumen yang membeli 1.000 bungkus bahkan akan mendapat bonus sebanyak 10 bungkus.
Saat awal merintis usaha, mereka memanfaatkan acara hajatan salah satu anggotanya untuk mengenalkan bolu kelapa yang mereka produksi ke masyarakat luas.
“Hasilnya ternyata banyak yang suka, dan dari situ permintaan mulai meningkat,” ujar Sri Wahyuni.
Selain mengandalkan acara hajatan, target pemasaran juga menyasar warung-warung sekitar hingga pasar-pasar tradisional. Tercatat, puluhan warung di sekitar Kalurahan Putat sudah menjadi mitra ataupun langganan membeli bolu kelapa untuk dijual kembali ke masyarakat.
Proses pembuatan bolu kelapa oleh ibu-ibu anggota Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
Selain itu, permintaan melalui pasar-pasar tradisional juga cukup tinggi. Dalam sekali pengiriman ke satu pasar tradisional, mereka mampu mengirim sekitar 1.000 hingga 2.000 bungkus.
ADVERTISEMENT
“Kalau jumlah pengiriman ke pasar itu tergantung permintaan, tapi rata-rata itu sekitar 1.000 sampai 2.000 untuk satu pasar, bahkan kalau pas permintaan banyak bisa 4.000 bungkus. Untuk pasar yang menjadi langganan itu ada dua pasar di Kapanewon Karangmojo, dua pasar di Kapanewon Wonosari, satu pasar di Piyungan, dan satu pasar di Prambanan,” ujarnya.
Ia masih belum menyangka bolu kelapa buatan ibu-ibu kelompok Desa Prima Gumregah bakal banyak dicari masyarakat. Menurutnya, keunggulan produk mereka selain murah juga karena bisa bertahan antara 7 sampai 14 hari setelah produksi tanpa pengawet.
“Tidak ada rahasia kenapa bisa awet, tapi kami menjaga bahan yang digunakan itu tidak ada kandungan airnya,” ujar Yuni.
Anggota Terus Bertambah
Penanggung Jawab Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Sri Wahyuni. Foto: Pandangan Jogja
Saat awal didirikan, anggota kelompok Desa Prima Gumregah Putat baru memiliki 25 anggota. Sebelumnya mereka sebenarnya sudah menjalankan usaha rumahan berskala kecil.
ADVERTISEMENT
Hingga pada 2019, Kalurahan Putat mendapatkan pendampingan program Desa Prima dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP) Provinsi DIY yang didanai menggunakan Dana Keistimewaan.
Melalui program tersebut, Pemerintah Kalurahan Putat kemudian merekrut 25 ibu-ibu tersebut untuk diberikan pelatihan pemberdayaan.
“Meskipun anggotanya sudah punya usaha sendiri di rumah, tapi kita punya konsep agar memiliki usaha yang dikelola bersama,” ujar Sri Wahyuni.
Proses pembuatan bolu kelapa oleh ibu-ibu anggota Desa Prima Gumregah Kalurahan Putat, Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
Sebelum memproduksi bolu kelapa, mereka sempat memproduksi aneka jajanan seperti olahan keripik, dodol, hingga berbagai jenis kue kering. Namun produk yang dihasilkan ternyata belum begitu laku sehingga dihentikan.
Pada 2021, mereka kembali mendapatkan fasilitas pelatihan pembuatan aneka olahan kue, termasuk bolu kelapa. Karena cukup mudah pembuatannya, akhirnya disepakati membuat bolu kelapa sebagai produk unggulan yang akan dipasarkan.
ADVERTISEMENT
“Di tahun 2021 itu kami juga mengajukan ke Pemerintah Kalurahan untuk dibelikan oven melalui anggaran Dana Keistimewaan, tapi waktu itu belum tahu mau produksi apa. Setelah ada pelatihan itu kita sepakati untuk membuat bolu kelapa,” ujarnya.
Pada 2023 kemarin, mereka kembali mendapat bantuan berupa rumah produksi dari Dana Keistimewaan. Rumah produksi ini dibutuhkan karena sebelumnya mereka melakukan produksi di bekas gedung bangunan TK yang tidak terpakai.
“Karena dirasa memerlukan rumah produksi maka kami akhirnya dibangunkan oleh Pemerintah,” ujar Yuni.
Dari Perajin Topeng Jadi Pembuat Bolu
Salah satu anggota Desa Prima Gumregah Putat, Mursini. Foto: Pandangan Jogja
Salah satu warga yang merasakan manisnya usaha bolu kelapa kelompok Desa Prima Gumregah ialah Mursini. Perempuan berusia 45 tahun itu merupakan bagian dari 25 orang pertama yang tergabung dalam kelompok Desa Prima Gumregah. Sebelumnya, ia adalah pekerja di sentra kerajinan topeng di Kalurahan Putat yang terkena imbas Pandemi sehingga produksinya harus berhenti sementara waktu.
ADVERTISEMENT
Ia kemudian merasa tertarik bergabung dengan harapan usaha yang akan dijalankan Desa Prima Gumregah dapat berkembang dan memberikannya kontribusi dalam perekonomian.
Ia mengakui, sejak bergabung dengan kelompok Desa Prima Gumregah ekonominya mulai membaik. Terlebih, upah yang diberikan langsung masuk ke tabungan sehingga membuatnya lebih mudah mengelola keuangan.
“Tentu membantu perekonomian keluarga ya, ya rata-rata saya ambil perminggu itu sekitar Rp 300 ribu,” ujarnya.
Ia juga mengaku mendapat pengetahuan baru, khususnya dalam hal kewirausahaan. Terlebih ia terlibat penuh dalam proses produksi mulai dari pengadonan hingga pengemasan, sehingga membuatnya mendapat banyak pengalaman dan keterampilan.
“Alhamdulillah bisa membantu menyekolahkan anak-anak saya, anak saya ada dua yang satu habis wisuda dan yang satu masih sekolah,” tutupnya.
Rumah produksi Desa Prima Gumregah Putat, Patuk, Gunungkidul. Foto: Pandangan Jogja
Sistem pengupahan di kelompok Desa Prima Gumregah disesuaikan dengan jumlah bolu kelapa yang diproduksi tiap hari. Upah tersebut akan masuk ke tabungan masing-masing anggota yang bisa diambil sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Selain upah, anggota juga akan mendapat komisi jika berhasil menjual bolu kelapa milik kelompok dengan nominal Rp 1.000 tiap paperbag yang terjual.
Usaha kolektif ini ternyata tak hanya meningkatkan pendapatan warga sekitar, tapi juga berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) setempat. Saat awal dirintis, omzet per bulan hanya di kisaran puluhan juta. Seiring meningkatnya permintaan, omzet yang diperoleh terus meningkat.
Pada tahun 2023 kemarin, dalam setahun mereka berhasil mengumpulkan omzet lebih dari Rp 900 juta. Dan pada 2024 ini, omzet mereka naik drastis hingga lebih dari Rp 200 juta per bulan.
Ada 115 Desa Prima di DIY
Paniradya Pati Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Desa Prima Gumregah di Kalurahan Putat, Patuk, bukan satu-satunya di DIY.
Paniradya Pati Kaistimewan DIY, Aris Eko Nugroho, mengungkapkan ada sekitar 115 Desa Prima yang tersebar di seluruh wilayah DIY.
ADVERTISEMENT
“Untuk pendanaan ada Rp 850 juta dari Dana Keistimewaan untuk seluruh DIY,” ujar Aris Eko Nugroho.
Setia Desa Prima tersebut menurutnya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pembinaan, yang penting harus bisa membuktikan aktivitas usahanya dulu. Jika memang memiliki kegiatan usaha, maka lurah setempat bisa mengajukan pendanaan ke pemerintah.
“Kalau memungkinkan ada pendanaan, itu akan kita kerjakan,” ujarnya.
Yang menarik dari Desa Prima Gumregah Putat menurutnya adalah banyaknya single parent yang diberdayakan di kelompok tersebut, termasuk perempuan-perempuan rentan korban kekerasan.
“Jadi banyak single parent, perempuan yang menjadi korban kekerasan, perempuan-perempuan rentan yang diberdayakan di sana,” kata Aris.