Bombastis dan Hanya Asumsi, Disdikpora Jawab Tuduhan Sekolah DIY Jual Seragam

Konten Media Partner
28 September 2022 14:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya. Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya. Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merespons temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY terkait dengan dugaan maraknya sekolah-sekolah di DIY yang melakukan praktik jual-beli seragam dengan keuntungan hingga Rp 10 miliar lebih setahunnya.
ADVERTISEMENT
Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya, mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh ORI DIY adalah sesuatu yang berlebihan. Didik juga meragukan temuan ORI DIY benar-benar merupakan fakta di lapangan, sebab menurut dia saat ini banyak sekolah di DIY yang tak lagi melakukan penjualan seragam kepada siswa.
“(Karena) terlalu bombastis angkanya,” kata Didik Wardaya saat dikonfirmasi, Rabu (28/9).
Didik menduga, temuan ORI DIY hanya didasarkan pada temuan di beberapa sekolah saja yang kemudian digeneralisir ke seluruh sekolah di DIY. Dari situlah kemudian ditemukan angka Rp 10 miliar sebagai keuntungan sekolah di DIY dari menjual seragam.
“Jadi hanya sekadar asumsi, karena sekolah yang lain belum semua melakukan pengadaan seragam,” lanjutnya.
Ilustrasi seragam sekolah. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemendikbud RI
Dia juga mengungkapkan bahwa tim dari Disdikpora sudah sempat melakukan pengecekan ke lapangan. Dan dari beberapa sekolah yang dikunjungi, masih ditemukan adanya siswa yang belum mengenakan seragam sekolah sesuai dengan tingkatnya. Misalnya siswa baru di salah satu SMK yang ternyata masih mengenakan seragam SMP lamanya.
ADVERTISEMENT
Hal itu menurut Didik karena memang tidak ada kewajiban bagi siswa untuk membeli seragam di sekolahnya. Dia juga mengatakan bahwa banya sekolah yang tidak berani mengadakan seragam sekolah secara mandiri karena aturan yang ada, yakni Permendikbud Nomor 45 tahun 2014. Akhirnya, sekolah menyerahkan sepenuhnya pengadaan seragam kepada masing-masing orang tua siswa.
“Saya kemarin ke SMK Pundong dan beberapa SMA di Bantul itu siswanya masih banyak yang belum menggunakan seragam SMA, mereka masih pakai biru putih karena sekolah tidak berani seperti yang dikatakan menjual seragam,” kata Didik Wardaya.
Ketua ORI Perwakilan DIY, Budhi Masthuri, saat menggelar jumpa pers Senin (26/9). Foto: Widi Erha Pradana
Sebelumnya, ORI Perwakilan DIY merilis hasil pemantauan mereka terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di DIY. Salah satu hasil yang ditemukan di antaranya masih maraknya terjadi praktik jual-beli seragam sekolah dengan total keuntungan mencapai Rp 10 miliar lebih.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan temuan ORI, jumlah sekolah di DIY yang masih melakukan praktik jual-beli seragam mencapai 350 sekolah, dengan keuntungan rata-rata tiap paket seragam yang dijual mencapai Rp 300 ribu.
“Kami coba hitung, seandainya ada 100 siswa saja yang membeli di sekolah pada tahun pertama, dengan selisih Rp 300 ribu saja, satu DIY bisa Rp 10 miliar (keuntungannya),” kata Ketua ORI DIY, Budhi Masthuri, Senin (26/9).
Memang, saat ini banyak sekolah yang tidak mewajibkan orang tua siswa untuk membeli seragam di sekolah. Namun beberapa kondisi secara tidak langsung menyebabkan orang tua siswa tidak punya pilihan lain selain membeli seragam dari sekolah, misalnya dengan adanya seragam khas atau seragam identitas sekolah yang tidak dijual secara bebas di tempat lain.
ADVERTISEMENT
“Akhirnya walaupun tidak diwajibkan sebagian besar tetap membeli di sekolah,” ujarnya.