Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Capreskan Andika, Anies, dan Ganjar, Pakar UMY: Figur Lebih Berperan dari Partai
23 Juni 2022 17:26 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Partai politik Nasional Demokrat (NasDem) mengusung tiga nama sebagai rekomendasi bakal calon presiden. Tiga nama tersebut adalah, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Anies Baswedan, , Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Andika Perkasa.
ADVERTISEMENT
Pakar Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Tunjung Sulaksono, menjelaskan bahwa kemunculan nama-nama tokoh yang dianggap berpeluang untuk menjadi calon presiden adalah langkah politik yang wajar.
“Pada pilpres figur atau ketokohan lebih berperan dibandingkan dengan partai politik,” ujar Kepala Program Studi Ilmu Pemerintahan UMY ini, Kamis (23/6).
Kendati demikian, Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mengatur bahwa calon presiden harus diajukan oleh partai politik yang memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah secara nasional. Ini berarti ketokohan tersebut harus didukung dengan adanya partai politik.
“Mungkin saja melalui deklarasinya ini, NasDem secara politis berharap adanya implikasi masyarakat untuk melihat NasDem sebagai partai dan memberikan keuntungan dalam pemilu legislatif,” tuturnya.
Apalagi dari ketiga nama yang diusung tersebut tidak ada satupun yang merupakan kader partai NasDem. “Partai NasDem ingin tercatat sebagai partai yang berani memunculkan capres pertama. Bisa dibilang untuk menarik perhatian masyarakat,” kata Tunjung.
ADVERTISEMENT
Setiap capres dari Nasdem itu dinilai punya keunggulan. Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo saat ini masih menjabat sebagai kepala daerah di daerah masing-masing. Keduanya juga cukup populer dalam bursa bakal calon presiden.
Menurut Tunjung, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sudah melakukan investasi dalam dunia politik. Sebab saat menjalankan kepemimpinannya, seorang kepala daerah telah menanamkan pengaruhnya atau melakukan kampanye.
“Paling tidak jika menjabat dalam satu periode, lima tahun dekat dengan masyarakat sudah merupakan kampanye gratis. Artinya jika kepemimpinannya berhasil, maka simpatisan dari daerah akan datang dengan sendirinya,” paparnya.
Adapun Jenderal Andika Perkasa yang masih aktif dalam dunia militer turut diusung oleh NasDem. Padahal dalam aturannya seseorang yang masih aktif di TNI tidak boleh berpolitik bahkan tidak memiliki hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, jika pencalonan Jenderal Andika Perkasa ini benar-benar terjadi, ia harus melepaskan statuskemiliterannya.
Menurut Tunjung, background militer Andika memiliki kelebihan tersendiri. “Perjalanan karir yang panjang dan berpindah-pindah tempat tentu saja memperdalam pengalaman serta pemahaman seorang militer mengenai sebuah daerah. Sosok dengan latar belakang militer ini juga kerap dikenal sebagai sosok yang tegas,” katanya.
Ketiganya menurut Tunjung sama-sama memiliki kesempatan untuk benar-benar menjadi calon presiden dan wakil presiden pada 2024. Namun, kata Tunjung, pencalonan ini akan bergantungkepada partai politik sebagai kendaraan politik.
Tunjung menjelaskan bahwa pemerintah yang terbentuk nantinya adalah pemerintah koalisi dari berbagai partai politik. “Tidak ada partai politik yang dapat meraih suara mayoritas. Pencarian partner koalisi yang tepat menjadi tantangan tersendiri dalam pelaksanaan pilpres ke depannya,” ujarnya. (akh)
ADVERTISEMENT