Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Cerita Cucu Para Perajin Ayam Goreng Kalasan yang Lebih Suka Ayam Tepung ala KFC
23 Agustus 2023 10:42 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Makin hari para perajin atau pengusaha ayam goreng kalasan di Kalurahan Tamanmartani, Kalasan, makin mengurangi jumlah porsi ayam goreng yang mereka jual. Peminat ayam goreng kalasan terus menurun karena kalah populer dengan ayam-ayam goreng tepung ala KFC.
ADVERTISEMENT
Cerita itulah yang melatarbelakangi Paguyuban Seni Srandhul Suketeki di Dusun Karangmojo, Kalurahan Tamanmartani, Kalasan, Sleman, menggelar pertunjukan Srandhul dengan lakon berjudul 'Sampai Pitik Goreng Penghabisan' pada Sabtu (19/8) malam kemarin.
Srandhul sendiri merupakan kesenian tradisional berupa drama tari yang sudah ada sebelum tahun 60-an di Dusun Karangmojo.
Lakon 'Sampai Pitik Goreng Penghabisan' ini karya sutradara Kusuma Prabawa yang mengangkat kisah dramatis tentang kuliner tradisional Jawa, terutama ayam goreng Kalasan, yang tengah meredup popularitasnya di tengah maraknya ayam goreng tepung ala-ala Kentucky Fried Chicken (KFC).
Kusuma menceritakan, lakon ini tidak hanya sekadar kisah fiksi namun juga menceritakan kenyataan yang terjadi di Dusun Karangmojo, tentang para pengusaha kecil ayam goreng Kalasan berjuang mempertahankan warisan kuliner mereka yang semakin terkikis oleh dominasi ayam goreng ala KFC.
ADVERTISEMENT
Judul lakon ini juga merujuk pada situasi nyata di Kalasan, di mana anak-anak dan cucu-cucu para perajin ayam goreng Kalasan seringkali meminta ayam goreng ala KFC ketika merengek.
"Ironis sekali sementara ibu atau mbahnya kan perajin ayam goreng kalasan. Sementara ini para perajin ayam goreng secara bertahap pelan-pelan mengurangi jualannya karena kalah populer dengan ayam goreng ala KFC," kata Kusuma saat diwawancarai usai pentas, Sabtu (19/8).
Kesenian Srandhul sendiri menurutnya adalah kesenian rakyat yang memiliki ciri khas sederhana dalam alur ceritanya. Namun, dalam kesederhanaan itu terkandung nilai-nilai moral yang bisa diinterpretasikan dengan berbagai cara.
Sejak 1965, kesenian ini mengalami kemunduran akibat gejolak politik yang terjadi saat itu sampai nyaris hilang. Pada tahun 80-an, kesenian Srandhul sempat muncul kembali, namun kembali redup dalam waktu yang cukup lama.
ADVERTISEMENT
Barulah pada tahun 2013 beberapa mantan pemain Srandhul Karangmojo bersatu dalam Paguyuban Seni Srandhul Suketeki dengan tekad menghidupkan kembali kesenian Srandhul di kawasan tersebut.
Meski demikian, masih sedikit sekali pertunjukan Srandhul yang dipentaskan sampai saat ini.
"Aktivitas grup-grup yang ada masih sangat terbatas dan pementasan hanya dilakukan sekali setahun dalam konteks lomba," ujarnya.
Dalam pertunjukan kali ini, Paguyuban Seni Srandhul Suketeki berkolaborasi dengan mahasiswa Unit Studi Sastra dan Teater (Unstrat) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
"Harapannya adalah melalui partisipasi mereka, para anak muda ini akan menjadi semakin akrab dengan kesenian tradisional. Tujuan jangka panjangnya adalah agar ketika mereka kembali ke daerah asal masing-masing, dorongan untuk menggali kesenian tradisional yang hampir hilang atau bahkan sudah punah akan semakin kuat. Kesenian-kesenian tradisional yang hampir terlupakan dapat dihidupkan kembali dan terus memperkaya keragaman budaya di Indonesia," ungkap Kusuma Prabawa.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Beny Suharsono, yang juga merupakan warga Padukuhan Karangmojo, menilai bahwa upaya melestarikan budaya dan kesenian seperti Srandhul adalah langkah yang penting dalam membangun rasa kebersamaan di tengah masyarakat.
Dengan terlibat dalam kesenian tradisional, masyarakat bisa merasa lebih terhubung dengan akar budaya mereka dan menghargai keberagaman serta warisan leluhur.
"Saya apresiasi betul, Srandhul ini adalah seni salah satu tradisi yang banyak bisa menginformasikan edukasi dan literasi yang berkaitan dengan budaya, budaya dalam arti luas. Sehingga hal-hal semacam ini bisa menumbuhkan rasa kebersamaan masyarakat," kata Beny saat diwawancarai usai menonton pertunjukan Srandhul.