Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Chamber Music Space Membuka Mata akan Talenta Musisi Muda Jogja
28 Januari 2024 17:02 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Ini adalah reportase dari Lintang Pramudia Swara pada pertunjukan Chamber Music Space di Yogya, Jumat (8/12). Lintang Pramudia Swara adalah mahasiswa semester 7 Jurusan S1 Musik, Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.
Cahaya silau menerobos panggung kecil – dipenuhi tiga musisi muda yang segera duduk membalik halaman naskah musik.
ADVERTISEMENT
Dengung cello hangatkan suasana malam, denting piano sudah temani sejak awal, lengking biola diundang bergabung – menyambut Felix Mendelssohn dalam sajian piano trio. Hingar bingar percakapan penonton seketika berhenti menyambut karya monumental dari mendiang komposer dan pianis terkemuka berkebangsaan Jerman itu.
Gabriel Amadeus (piano), Shely Angel Chrishanita (violin), dan Cheany Reael Tarigan (cello) bersatu sebagai “Eloquence Chamber” - memperlihatkan lincahnya jemari tangan mereka sembari berkonsentrasi untuk menjaga tempo supaya tetap stabil.
Gemuruh tepuk tangan mengisi Auditorium Sekolah Musik Kawai Yogyakarta malam itu setelah ketiga musisi menyelesaikan penampilan pertama.
Memang, sejumlah bagian dari karya piano trio milik Felix Mendelsohnn belum dieksekusi dengan performa maksimal. Wajah Shely (violin) dan Cheany (cello) tampak menyadari ada nada-nada yang masih meleset dibidik. Bunyi gesekan violin dan cello terdengar goyah akan tetapi kembali terkontrol berkat dukungan sang pianis.
ADVERTISEMENT
Dan karya berjudul The Grace from Klepu-Sendang Mulyo gubahan Julius Catra menjadi sajian penutup yang meditatif. Nada-nada pentatonik yang lazim terdengar dari gending gamelan Jawa, malam itu justru dimainkan oleh piano, violin, dan cello sebagai kelompok instrumen musik barat.
Suasana Kota Hamburg, Jerman yang tergambar lewat karya Felix Mendelsohnn beralih sakral karena nuansa musik tradisi Jawa. Akhir dari komposisi gubahan Julius Catra mengantarkan Elequence Chamber turun dari atas panggung dengan wajah berbinar.
Jumat (8/12/2023) tercatat sebagai momentum bersejarah yang membuka sinergi antara Dinas Kebudayaan D.I Yogyakarta dengan segudang musisi klasik berbakat dari berbagai kalangan.
Perhelatan bertajuk “Chamber Music Space” mempertemukan para pegiat musik kamar untuk menampilkan kemampuan bermusiknya di dalam atmosfir yang lebih intim. Interaksi dan komunikasi musikal yang terjalin terasa lebih intens dan akrab, terutama didukung oleh ruang kecil auditorium dan penonton yang terbatas jumlahnya.
Berikutnya, suasana Chamber Music Space menjelma layaknya pesta. Grup musik bernama “Vocal Groove” mengajak audiens mengenang kisah asmaranya melalui lagu Sesaat Kau Hadir.
ADVERTISEMENT
Penampilan dilanjutkan dengan keceriaan yang terpancar dari lagu Lir Ilir, membawa pesan untuk tidak larut dalam keterpurukan. Warna aransemen pada lagu Lir Ilir mengalami transisi pada bagian refrain, menghadirkan nuansa folk-pop yang kekinian dan menyenangkan.
Di samping lagu-lagu populer, nuansa lokal juga hadir tidak hanya pada sajian karya, namun juga pada busana kain dan kebaya yang dikenakan oleh tiga orang penyanyi perempuan.
Resmi terbentuk sejak tahun 2016, Vocal Groove konsisten melengkapi penampilannya dengan koreografi yang terkonsep. Berkat bimbingan dari Yose Prasetya, mereka menciptakan gestur, gerakan dan ekspresi yang memperkuat emosi pada lagu-lagu yang dibawakan.
Dengan romantis, salah seorang penyanyi laki-laki membuat pose berlutut seperti sedang melamar perempuan yang ingin dinikahinya. Gestur amarah diperlihatkan ketika sang penyanyi perempuan mendorong jauh lelaki yang berusaha merayunya.
ADVERTISEMENT
Penonton dibuat terpana ketika lagu Amin Paling Serius, MantanTerindah, Perahu Kertas, Dahulu, hingga Never Enough dinyanyikan dengan penghayatan yang kuat, membuat tarikan nafas dan kedipan mata tertahan karena berlimpah pesona yang tiada habisnya.
Setelah persembahan Vocal Groove, lima saksofonis muda beranjak naik ke atas panggung. Busana kain jawa mengitari area pinggang hingga mata kaki mereka, berpadu dengan setelan jas yang beresonansi dengan instrumen maupun lagu-lagu yang telah disiapkan.
Dua buah repertoar standar jazz berjudul “In A Mellow Tone” dari Duke Ellington dan “Chimes Blues” dari King Oliver membuka sesi penampilan dari Sax Bomb - sekelompok musisi muda yang secara insidental bergabung dengan misi menyiarkan keindahan jazz dengan karakter yang berbeda. Komposisi instrumennya terdiri dari saksofon alto, saksofon tenor, dan juga drum yang terjalin dalam ikatan kemistri.
ADVERTISEMENT
Penampilan berlanjut, ditandai lantunan Leave the Door Open dari Bruno Mars yang tersaji apik, disusul oleh Strasbour-St Denis dari Roy Hargrove, diakhiri dengan Blue Pearl gubahan Fengky Prima, salah seorang personil Sax Bomb.
Persoalan mengenai timbre instrumen tentu menjadi tantangan mengingat lima instrumen saksofon harus bermain di momen yang sama, sebuah kombinasi alat musik yang tidak lazim ditemui dalam ansambel musik konvensional.
“Tantangannya tentu ketika mengolah aransemennya harus dibuat dengan rumus harmoni, tidak unisono, artinya tidak semua saksofon memainkan nada yang sama” ucap Fengky - salah satu saksofonis, komposer dan penata musik untuk Sax Bomb.
Keenam personil Sax Bomb mengaku tidak menyangka bahwa mereka bisa terlibat dan berproses sampai di panggung Chamber Music Space. Program yang diusung oleh Dinas Kebudayaan D.I Yogyakarta menawarkan peluang berharga bagi musisi seperti mereka yang sejatinya butuh wadah alternatif dalam menuangkan hasil karya dan berekspresi melalui musik.
ADVERTISEMENT
Kesuburan ekosistem musik seni tak lain merupakan wacana yang penting untuk terus digulirkan di kalangan pegiat seni, termasuk perlu dicapai melalui dukungan pemangku kebijakan layaknya Dinas Kebudayaan D.I Yogyakarta.
Lebih dari itu, Sax Bomb mengatakan, kehadiran Chamber Music Space dan berbagai bentuk pertunjukan serupa tentunya diharapkan mampu mengisi kekosongan pertunjukan musik seni yang kian tergeser oleh arus musik industri.
Pada akhirnya, Chamber Music Space menjadi pengingat tentang iklim apresiasi musik di Yogyakarta yang perlu dihidupkan secara berkelanjutan. Segudang talenta musisi muda hendaknya terus menerus diberdayakan dan diakomodasi agar senantiasa bersinar dan beregenerasi.
Eleoquence Chamber, Vocal Groove, dan Sax Bomb menjadi bukti nyata yang menunjukan bahwa musisi muda hebat terus bermunculan dan konsisten melahirkan karya-karya terbaiknya. **
ADVERTISEMENT
Keterangan Redaksi:
Reportase ini lahir dari kelas penulisan musik kerjasama Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Jurusan S1 Musik ISI Yogyakarta, dan Pandangan Jogja @kumparan.