Curhat Pengusaha di Tengah PMK: 52 Sapi Saya Tak Dibayar, Tiap Malam Ketakutan

Konten Media Partner
7 Juli 2022 13:16 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Bapak (Menteri-red) enggak mendengarkan hati saya, saya ketakutan setiap malam sebagai pengusaha, sebagai petani, sebagai mitra sekian juta petani,” ujar Mira.
Pengusaha sapi di Yogyakarta, Mira. Foto: Tangkapan layar Youtube diskusi publik PP Muhammadiyah, Rabu (6/7).
Dalam kurun waktu dua bulan, penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia telah menyebar ke 20 provinsi dan menyerang sekitar 300 ribu hewan ternak. Diperkirakan, kerugian yang ditanggung oleh peternak akibat wabah penyakit tersebut sudah mencapai ratusan miliar.
ADVERTISEMENT
Seorang pengusaha sapi dari Yogyakarta, Mira, menceritakan betapa besarnya dampak PMK yang menimpa dirinya. Kepedihannya dimulai saat puluhan sapi miliknya tidak dibayar oleh sebuah perusahaan sampai saat ini.
“Saya ini kemarin supplier sapi, 52 ekor, enggak dibayar oleh PT X,” kata Mira di tengah diskusi publik ‘Penyakit Mulut dan Kuku Sapi dan Derita Peternak’, yang diselenggarakan oleh PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Rabu (6/7) petang.
Setelah puluhan sapinya tak dibayar sampai sekarang, perusahaannya kembali memenangkan tender pengadaan sapi dari sebuah perusahaan lain dengan kuota 30 ekor per bulan. Sebenarnya jumlah itu tidak terlalu banyak, tapi karena sulitnya mencari sapi di tengah wabah seperti sekarang membuat perusahaannya tak sanggup memenuhi kuota tersebut.
ADVERTISEMENT
“Udah sapinya 52 belum dibayar, terus sekarang saya enggak bisa memenuhi permintaan sapi yang permintaannya sebetulnya enggak banyak,” ujarnya.
Beruntung, perusahaan yang bekerja sama dengannya kali terakhir ini tidak memberikan penalti karena mereka memahami sulitnya situasi yang sedang dihadapi peternak.
Sejumlah sapi bali yang dijual di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (5/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Di luar masalah sapi, perusahaan Mira juga dipercaya oleh pemerintah untuk membantu mengurangi impor jagung rendah aflatoksin. Namun bukanya senang, Mira malah ketar-ketir, dia takut setelah dihantam PMK nanti muncul lagi wabah penyakit yang menyerang jagung.
“Kemarin ada COVID-19, sekarang ada PMK, jangan-jangan saya ragu lagi nanti ada penyakit lagi untuk jagung,” kata Pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi DIY itu.
Padahal, Mira sudah menjalin kemitraan dengan banyak petani di Indonesia. Ke depan, perusahaannya juga mesti membangun pabrik untuk melakukan pengolahan jagung tersebut. Jika sampai di tengah jalan muncul wabah penyakit baru yang menyerang tanaman jagung, Mira khawatir situasinya akan jadi semakin sulit.
ADVERTISEMENT
“Saya ini garda depan, direktur, nanti saya bisa dikeroyok dengan peternak dan petani. Saya takut sekali,” kata dia.
Di sisi lain, pemerintah menurutnya selalu menanyakan sudah sejauh mana progres perusahaannya dalam menjalankan proyek tersebut. Hal itu membuat Mira merasa semakin tertekan.
“Bapak (Menteri-red) enggak mendengarkan hati saya, saya ketakutan setiap malam sebagai pengusaha, sebagai petani, sebagai mitra sekian juta petani,” ujar Mira.
Kepala Balai Besar Veteriner Wates, Hendra Wibawa. Foto: Tangkapan layar diskusi publik PP Muhammadiyah di Youtube.
Kepala Balai Besar Veteriner Wates, Hendra Wibawa, mengungkapkan keprihatinannya atas nasib pengusaha dan peternak di tengah situasi seperti ini. Hendra juga mengatakan kebingungannya, sebab BBVet Wates saat ini juga dituntut untuk melakukan pengadaan ternak, padahal regulasi yang ada membuat pengadaan ternak di situasi seperti ini sangat sulit.
Otoritas terkait menurut Hendra juga sedang melakukan pembahasan besar-besaran terkait pengadaan dan lalu-lintas hewan ternak. Sebab, di sisi lain pengadaan itu perlu untuk memenuhi kebutuhan, tapi di sisi lain juga berisiko dapat membuat penyebaran penyakit PMK semakin luas.
ADVERTISEMENT
“Kami juga sangat prihatin. Saya juga memahami, kami juga bingung, kita juga dituntut untuk pengadaan ternak juga,” kata Hendra Wibawa.