Daya Tarik Investasi di Singapura 10 Kali Lebih Kuat dari Indonesia

Konten Media Partner
20 Mei 2022 18:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi  dolar Amerika Serikat (AS). Foto:  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Guru Besar Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Mohtar Mas’oed, mengatakan bahwa saat ini daya tarik Indonesia bagi investor asing masih sangat lemah. Berdasarkan data yang dirilis oleh Global Foreign Direct Investment Country Attractiveness Index pada 2019, daya tarik Indonesia bagi Investor asing bahkan kalah telak dibandingkan sejumlah negara di Asia Tenggara lain.
ADVERTISEMENT
Menurut FDI Attractiveness, ranking daya tarik Indonesia hanya di peringkat 67 dengan nilai indeks 41,5. Ranking ini jauh di bawah Singapura yang menempati peringkat 6 dengan nilai indeks 70,2.
“Dibandingkan dengan Singapura, daya tarik Singapura 10 kali lebih kuat daripada Indonesia,” kata Mohtar Mas’oed dalam seminar Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya UGM, Jumat (20/5).
Mohtar Mas'oed dan istrinya di acara Talkshow Purna Tugas di UGM Kamis (7/11). Foto oleh : Gloria
Bahkan Indonesia masih kalah jauh dengan Malaysia yang berada di peringkat 35 dengan nilai indeks 54,3. Peringkat Indonesia juga masih berada di bawah Thailand dan Vietnam yang masing-masing berada di peringkat 44 dan 56 dengan nilai indeks 50,1 dan 45,9.
“Jadi attractiveness-nya sangat kurang,” lanjutnya.
Tak hanya indeks daya tarik bagi investor, indeks kemudahan dalam berbisnis di Indonesia juga masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa Indonesia belum ramah bagi investor yang ingin berbisnis di Indonesia. Semakin tinggi indeks kemudahan berbisnis, berarti lingkungan regulasi di negara tersebut semakin mempermudah pembukaan bisnis baru dan mendukung operasi bisnis yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Bank Dunia, dari 190 negara, Indonesia menempati peringkat 91 dalam indeks kemudahan berbisnis pada 2017. Peringkat ini juga masih jauh di bawah beberapa negara Asia Tenggara lain seperti SIngapura yang berada di peringkat 2, Malaysia di peringkat 23, dan Thailand yang berada di peringkat 46.
Pada 2019, peringkat Indonesia sedikit membaik ke posisi 73. Namun, peringkat ini masih berada di bawah Singapura di posisi 2, Malaysia di posisi 12, Thailand I peringkat 21, bahkan Brunei Darussalam dan Vietnam yang masing-masing berada di peringkat 66 dan 70.
“Indonesia termasuk negara yang sangat sulit (untuk berbisnis),” ujarnya.
Sejak 2014 sampai 2019, Mohtar Mas’oed menyebutkan bahwa peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia cenderung jalan di tempat. Memang, sepanjang periode itu peringkat Indonesia mengalami perbaikan, dari yang sebelumnya di peringkat 120 pada 2014, menjadi 73 pada 2019.
ADVERTISEMENT
Namun, perbaikan ini masih jauh di bawah target Presiden Joko Widodo saat awal menjabat, dimana pemerintah menargetkan peringkat Indonesia di posisi 40.
“Artinya, menurut orang lain, berbisnis di Indonesia masih sangat sulit,” ujar Mohtar Mas’oed.
Rendahnya dua indeks tersebut menurut Mohtar Mas’oed memperlihatkan bahwa reputasi Indonesia di mata internasional belum tinggi.
Hal ini diperburuk dengan indeks pemberantasan korupsi yang melemah sejak 2019 sampai 2021. Berdasarkan Corruption Perceptions Index (CPI), Indonesia mendapatkan skor 38 dari 100, dan menempati peringkat 96 dari 180 negara. Skor ini justru menurun dibandingkan dua tahun sebelumnya, dimana pada 2019 skor CPI Indonesia sebesar 40 dan berada di peringkat 85.