Dewan Pendidikan DIY: Raperda Pendidikan Bagus, Asal Siswa Miskin Tidak Dipungut

Konten Media Partner
6 Maret 2023 19:14 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Siswa SMA. Foto: Antara/M. Agung Rajasa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Siswa SMA. Foto: Antara/M. Agung Rajasa
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sutrisna Wibawa, memberikan tanggapan terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) DIY tentang Pedoman Pendanaan Pendidikan di SMA dan SMK. Sampai saat ini, Raperda tersebut masih menuai pro dan kontra karena akan mengizinkan sekolah di DIY menarik pungutan kepada siswa.
ADVERTISEMENT
Sutrisna Wibawa mengatakan bahwa tujuan Raperda tersebut sebenarnya bagus, sebab sudah semestinya penyelenggaraan ditanggung bersama oleh negara dan masyarakat dalam hal ini wali murid. Meski selama ini sudah ada Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat maupun daerah, namun dana tersebut menurutnya hanya cukup untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai standar minimal.
Padahal, Yogya menurutnya merupakan barometer pendidikan di Indonesia yang jadi acuan daerah-daerah lain.
“Jogja ini kan sebenarnya standar pendidikannya sudah Asia Tenggara, seperti DKI Jakarta. Karena itu, kita juga harus terus meningkatkan kualitas pendidikan kita. Apalagi visi Pak Gubernur kan kita juga unggul di Asia Tenggara,” kata Sutrisna Wibawa saat dihubungi, Senin (6/3).
Jika hanya mengandalkan anggaran pemerintah, maka menurutnya sangat sulit jika Yogya ingin bersaing bahkan memiliki kualitas pendidikan yang unggul di level Asia Tenggara. Karena itu dibutuhkan dana dari sumber lain, salah satunya dari masyarakat.
Ketua Dewan Pendidikan DIY, Sutrisna Wibawa. Foto: Instagram Sutrisna Wibawa
Dia mencontohkan, saat ini masih banyak sekolah di DIY yang kekurangan guru karena formasi guru ASN yang sangat terbatas, sehingga harus merekrut guru honorer. Di sisi lain, dana BOS tidak boleh digunakan untuk menggaji guru honorer.
ADVERTISEMENT
“Jadi harus ada sumber biaya alternatif, di antaranya adalah sumbangan dari masyarakat,” kata dia.
Meski begitu, dia menekankan supaya dalam pelaksanaannya mesti didasari pada prinsip keadilan. Jumlah pungutan yang ditetapkan oleh pihak sekolah menurut dia harus disesuaikan dengan kemampuan tiap wali murid, jangan dipukul rata. Hal ini misalnya bisa digunakan mekanisme subsidi silang yang disesuaikan dengan kemampuan tiap wali murid.
“Dan untuk siswa yang dari keluarga kurang mampu, ya harus dibebaskan dari pungutan. Jadi adil itu bukan sama rata, tapi sesuai kemampuan. Dan jangan sampai pungutan ini membuat anak yang kurang mampu tidak bisa mengakses pendidikan,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah menurutnya juga perlu memiliki mekanisme pengawasan yang ketat. Jangan sampai dalam pelaksanaannya ada sekolah yang memberlakukan pungutan tidak sesuai aturan, misalnya tetap mewajibkan pungutan kepada siswa yang kurang mampu.
ADVERTISEMENT
“Inspektorat wilayah dari kabupaten maupun provinsi harus dioptimalkan fungsinya. Dan sekarang kan era terbuka, semua harus transparan sehingga masyarakat bisa melihat penggunaan dananya dan bisa menyampaikan aspirasi jika ada hal-hal yang tidak sesuai aturan,” kata Sutrisna Wibawa.