Di Jogja, Pelaku Open BO Merasa Lebih Baik dari PSK Mangkal

Konten Media Partner
8 September 2023 18:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi prostitusi online atau open BO. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi prostitusi online atau open BO. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam beberapa tahun terakhir, praktik prostitusi telah berkembang sampai merambah ke ranah online. Praktik prostitusi online itu dikenal dengan istilah open BO. Jasa-jasa open BO banyak ditawarkan melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Di Yogya, praktik open BO juga banyak dijumpai. Di media sosial X misalnya, tim Pandangan Jogja menemukan banyak sekali unggahan yang menawarkan jasa open BO untuk area Yogya.
Dalam kurun waktu 1 jam saja, unggahan yang menawarkan jasa open BO di Yogya mencapai lebih dari 30 unggahan.
Unggahan-unggahannya hampir seragam, berupa keterangan bahwa jasanya siap digunakan di area Yogya. Beberapa di antaranya juga mencantumkan nomor handphone. Satu kesamaan lain, hampir setiap unggahan selalu mencantumkan foto perempuan namun dengan muka yang di-blur atau ditutup.
Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Budhi Hermanto, mengatakan bahwa memang praktik open BO sudah banyak ditemui di Yogya. Meski begitu, informasi mengenai data penyedia jasa open BO di Yogya menurut dia masih sangat minim.
ADVERTISEMENT
PKBI menurutnya sudah berkali-kali berusaha untuk mengajak para penyedia jasa open BO bertemu untuk diberikan pendampingan.
“Tapi sampai sekarang tidak pernah berhasil,” kata Budhi Hermanto saat diwawancarai, Rabu (6/9).
Direktur PKBI DIY, Budhi Hermanto. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Padahal, PKBI hanya ingin memeriksa kondisi kesehatan mereka. Sebab, sebagai pekerja seks mereka menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan tertular dan menularkan penyakit seksual.
Tak hanya itu, mereka juga sangat rentan mendapat kekerasan, baik kekerasan seksual, kekerasan fisik, sampai yang paling ekstrem adalah pembunuhan.
“Tapi mereka enggak mau, bilangnya jangan samain aku sama yang mangkal-mangkal itu dong mas. Jadi merasa lebih baik dari pekerja seks yang mangkal, padahal kan risikonya sama,” ujarnya.
Kesalahan pola pikir inilah yang membuat para pekerja open BO ini sulit untuk diorganisir dan diberikan pendampingan. Berbeda dengan pekerja seks yang mangkal di titik-titik tertentu, dimana mereka telah memiliki komunitas dan telah didampingi sehingga risiko penyebaran penyakitnya bisa lebih dimonitor dan dikendalikan.
ADVERTISEMENT
“Dari segi tarif mungkin memang lebih mahal, mungkin ya. Tapi dari risiko kan tidak ada bedanya,” kata Budhi Hermanto.