Konten Media Partner

DLH Yogya Uji Coba Pembuangan Sampah Berbayar di 3 Depo, Tarif Belum Diterapkan

9 November 2024 12:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Antrean warga saat menimbang sampah. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Antrean warga saat menimbang sampah. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mulai melakukan uji coba sistem pembuangan sampah berbayar di tiga depo, yakni depo Purawisata, Argolubang, dan Pengok. Namun, tahap uji coba yang dilakukan baru sebatas penimbangan sampah, jadi warga belum dibebani dengan biaya pembuangan.
ADVERTISEMENT
Ketua Tim Kerja Perencanaan Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Kebersihan, Mareta Hexa Sevana, menyampaikan bahwa Depo Pengok memiliki jumlah timbulan sampah terbesar di antara ketiga depo tersebut.
“Hasil penimbangan di Depo Pengok menunjukkan sekitar 1.000 orang membuang sampah dengan total berat mencapai 5 ton per hari. Itu baru dari warga yang membuang sampah secara mandiri, belum termasuk sekitar 11 gerobak yang membuang secara kolektif, dengan jumlah total sampah sekitar 11 ton per hari,” ujar Mareta saat ditemui di kantornya, Jumat (8/11).
Mareta menjelaskan bahwa rata-rata sampah yang dibuang warga di Depo Pengok adalah sekitar 5 kg per orang. “Ada warga yang membuang di bawah 1 kg, tapi ada juga yang mencapai 30 kg dengan karung-karung,” katanya.
Ilustrasi penngangkutan sampah di Depo Mandala Krida Yogyakarta. Foto: Resti Damayanti/Pandangan Jogja
Di Depo lainnya, seperti Depo Purawisata, terdapat sekitar 700-800 warga yang membuang sampah dengan berat rata-rata 3 kg per hari, sementara di Depo Argolubang ada 300-400 warga dengan rata-rata berat sampah 3 kg per hari.
ADVERTISEMENT
Perbedaan jumlah dan berat sampah ini dipengaruhi oleh profil warga di sekitar depo. Mareta menjelaskan bahwa sampah di Depo Pengok mungkin sebagian berasal dari rumah tangga yang memiliki usaha sampingan seperti warung makan atau kos-kosan, sehingga timbulan sampahnya lebih tinggi dibandingkan sampah rumah tangga biasa.
“Di Depo Pengok, bisa saja ada warga yang memiliki usaha sampingan sehingga jumlah sampah yang dihasilkan lebih banyak, seperti kos-kosan atau catering rumahan,” ungkap Mareta.
Uji coba penimbangan ini dilakukan selama lima hari di setiap depo, dengan pengecualian pada hari Rabu dan Minggu yang merupakan jadwal libur depo.
Ketua Tim Kerja Perencanaan Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Kebersihan, Mareta Hexa Sevana. Foto: Widi RH Pradana/Pandangan Jogja
Setelah tiga depo pertama, DLH berencana melanjutkan uji coba di Depo Lapangan Karang dan Depo Mandala Krida, meskipun waktu pelaksanaan di dua depo ini belum ditentukan karena harus menunggu proses pengosongan sampah terlebih dahulu untuk mempersiapkan sarana dan prasarana penimbangan.
ADVERTISEMENT
Jika uji coba di lima depo selesai, hasilnya akan dianalisis oleh tim ahli dari konsultan untuk mempertimbangkan regulasi pengelolaan retribusi kebersihan berbasis berat sampah di depo. Regulasi ini nantinya akan diatur dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), yang membutuhkan waktu pembahasan panjang bersama DPRD.
“Perda baru berbasis berat sampah di depo kemungkinan baru bisa diterbitkan pada pertengahan atau akhir 2025,” kata Mareta.
Selama Perda baru belum diberlakukan, tarif retribusi tetap menggunakan aturan lama yang ditagihkan per bulan, misalnya untuk rumah tangga sebesar Rp 3.000 per KK per bulan. Skema berbasis berat sampah ini diharapkan dapat mendorong warga untuk mengurangi dan memilah sampah sebagai bagian dari tanggung jawab mereka sebagai penghasil sampah.
ADVERTISEMENT