Konten Media Partner

Eko Prawoto, Bambu, dan Tangan-Tangan Para Tukang

14 September 2023 20:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arsitek Eko Prawoto sedang merancang karya arsitekturnya dari bambu. Foto: ippublicart.com/konstruk
zoom-in-whitePerbesar
Arsitek Eko Prawoto sedang merancang karya arsitekturnya dari bambu. Foto: ippublicart.com/konstruk
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu arsitek kontemporer, Eko Agus Prawoto menjadikan bambu dan kayu sebagai material utama dalam setiap karya arsitekturnya. Hal itu terus ia lakukan, termasuk saat bambu dan kayu semakin ditinggalkan, digantikan oleh dinding-dinding dari beton.
ADVERTISEMENT
“Ini adalah bagian dari perjalanan Pak Eko Prawoto dalam pencariannya untuk menemukan apa yang disebut arsitektur Nusantara,” kata Novi Kristinawati, Kamis (14/9).
Novi adalah arsitek muda Yogya, salah satu murid Eko Prawoto. Seperti gurunya, ia juga banyak menggunakan bambu sebagai material utama dalam karya arsitekturnya. Eko Prawoto juga yang mengenalkan material bambu kepadanya.
“Aku mengenal bambu waktu aku jadi asisten Pak Eko, di situ aku mulai belajar tentang bambu,” lanjutnya.
Karya instalasi bambu yang dibuat Eko Prawoto pada Wormhole tahun 2013. Foto: indoartnow
Novi dan Sang Guru sama-sama jatuh cinta pada bambu salah satunya karena karakter bambu yang kuat tapi lentur. Apa yang terdapat pada bambu itu yang kemudian diteladani dalam bersikap dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
“Begitu pula bagaimana cara kita melihat arsitektur saat ini,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Penggunaan bambu sebagai material utama dalam setiap karya arsitekturnya juga bagian dari kegelisahan Eko Prawoto melihat material-material lokal dengan semua kebaikannya yang semakin digantikan oleh material modern seperti semen dan baja.
Hal itu juga disampaikan oleh Yoshi Fajar Kresno Murti, seorang arsitek ugahari Yogya, yang juga banyak memanfaatkan bambu dan kayu sebagai material utama dalam setiap karya arsitekturnya. Yoshi dan Eko Prawoto juga memiliki guru yang sama, yakni Romo YB Mangunwijaya atau Romo Mangun.
Apa yang dilakukan oleh Eko Prawoto merupakan upaya untuk membangkitkan relasi sosial dengan setiap karya arsitektur.
“Itu adalah upaya untuk memuliakan kerja manusia, dengan memanfaatkan lingkungan sosial yang menghidupi bambu dan kayu,” ujar Yoshi Fajar.
Karya instalasi bambu Eko Prawoto bernama Bale Kembang yang dipamerkan di Europalia 2017, Antwerp, Belgia. Foto: Dok. architectuur.kuleuven.be/
Berbeda dengan material-material pabrikan, yang semuanya sudah dibuat dengan ukuran-ukuran tertentu sesuai kebutuhan. Hal itu membuat keterlibatan kerja-kerja manusia di dalamnya semakin minim.
ADVERTISEMENT
Sedangkan bambu dan kayu adalah material yang hidup, kedua material itu fleksibel, tak ada yang sama satu sama lain sehingga harus dibuat secara khusus. Dan untuk memanfaatkan material hidup itu, akan selalu dibutuhkan kerja-kerja tangan manusia.
“Makanya Pak Eko banyak menggunakan bambu, jerami, kelapa, dan sebagainya, itu supaya para perajin itu bisa hidup, orang di desa terus menanam, karena itu dibutuhkan,” ujarnya.
Suasana persemayaman terakhir Eko Prawoto di Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Arsitek yang juga pendiri Studio Akanoma, Yu Sing, melihat hal yang sama dari sosok Eko Prawoto. Salah satu kekuatan dari karya-karya Eko Prawoto menurut dia adalah adanya harmoni antara karya-karya arsitektur yang dibuat dengan lingkungan sekitar, bukan hanya dengan alam tapi juga dengan kondisi sosial masyarakat setempat.
Sentuhan-sentuhan tangan tukang, tak pernah lepas dari karya Eko Prawoto.
ADVERTISEMENT
“Karyanya selalu penuh dengan unsur-unsur pekerjaan tangan tukang,” kata Yu Sing.
Karya-karya Eko Prawoto juga selalu menampilkan kesederhanaan, yang terutama tercermin pada setiap detail-detail kecilnya. Ia tidak tergoda menciptakan karya-karya arsitektur yang megah, namun dari kesederhanaan yang ada pada karyanya justru tercermin keluasan pikirannya.
“Pak Eko Prawoto membawa kita pada kemegahan yang lain, yaitu pada kesederhanaan itu sendiri,” ujarnya.
Ucapan duka untuk arsitek Eko Prawoto di PUKJ Yogyakarta, Kamis (14/9). Foto: Arif UT/Pandangan Jogja
Eko Prawoto lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada 1958. Selain sebagai arsitek dan seniman, ia juga seorang pengajar di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.
Ia menyelesaikan studi sarjana arsitekturnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1982, dan gelar masternya didapatkan dari Berlage Institute Amsterdam, Belanda, pada 1993.
Pada tahun 2000, ia mendirikan studio desain bernama Eko Prawoto Architecture Workshop di Bener, Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Rabu, 13 September 2023, Eko Prawoto dikabarkan meninggal dunia di RSUP Dr Sardjito pada pukul 19.15 WIB. Ia berpulang di usianya yang ke-65. Jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka PUKJ Yogyakarta dan akan di kremasi di TPU Madurejo, Prambanan, pada Jumat (15/9).