Ekonom Investasi UGM Bagi Tips Sukses Jadi Afiliator Tanpa Masuk Bui

Konten Media Partner
23 Maret 2022 12:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Indra kenz bersama Vanessa Khong dan Doni Salmanan bersama Dinan Fajrina. Foto: Instagram/@vanessakhongg dan @dinanfajrina
zoom-in-whitePerbesar
Indra kenz bersama Vanessa Khong dan Doni Salmanan bersama Dinan Fajrina. Foto: Instagram/@vanessakhongg dan @dinanfajrina
ADVERTISEMENT
Ekonom Perbankan, Keuangan, dan Investasi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy Junarsin, mengatakan bahwa sebenarnya tak masalah seseorang menjadi afiliator atau influencer yang mempromosikan layanan-layanan investasi. Namun, sebelum jadi afiliator atau influencer, seseorang mesti memastikan bahwa layanan investasi yang dia promosikan bukanlah investasi bodong.
ADVERTISEMENT
Seseorang mesti waspada dan mencurigai layanan investasi yang menawarkan profit menggiurkan dalam waktu singkat. Bisa dipastikan, jika ada tawaran investasi dengan keuntungan tak masuk akal hanya dalam waktu singkat, itu adalah investasi bodong alias abal-abal. Sebab menurut dia tidak ada bisnis yang mampu memberikan keuntungan berlipat ganda secara instan.
“Kata kuncinya itu 2 L, yaitu legal dan logis,” kata Eddy Junarsin, di Jogja, dikutip dari rilis Humas UGM hari ini, Rabu (23/3).
Sebelum menjadi afiliator, seseorang menurut dia mesti memastikan dulu apakah layanan tersebut legal dan terdaftar di lembaga keuangan resmi negara atau tidak. Jika tidak terdaftar, maka sebisa mungkin hindari.
“Dari sisi investor dan afiliator membiasakan berpikir lebih logis dan teliti dulu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hal itu juga harus dilakukan oleh masyarakat yang ingin berinvestasi atau menjadi calon investor. Pastikan apakah perusahaan tersebut legal atau tidak serta apakah dia menawarkan keuntungan yang logis atau tidak. Jika tidak legal dan menawarkan keuntungan yang tak masuk akal, maka bisa dipastikan itu adalah investasi bodong.
“Kita bisa menilai tingkat kewajaran. Jika menawarkan keuntungan hingga 200 persen per bulan misalnya, tentu itu tidak logis,” ujarnya.
Supaya tidak terjebak pada investasi bodong atau bisnis yang tidak berizin, masyarakat yang mau berinvestasi sebaiknya terbiasa untuk mendalami soal profil perusahaan penyedia aplikasi. Cari tahu apa produk yang dia jual, apakah legal atau tidak, serta pengalaman orang lain yang sudah berinvestasi di tempat tersebut seperti apa.
ADVERTISEMENT
Kerugian yang diderita oleh korban Binomo menurut Eddy tidak sepenuhnya menyalahkan aplikasi Binomo, sebab aplikasi tersebut dibuat dan juga beroperasi di luar negeri yang melegalkan perjudian. Sementara di Indonesia masih melarang adanya perjudian. Bahkan, dari sisi pemerintah sendiri selaku regulator masih lemah dalam pengawasan dari OJK, dan Bappebti selaku regulator dan pengawas.
“Sosialisasi dan panduan kurang, belum sampai menjangkau masyarakat bawah,” ungkapnya.
Meski begitu, menurutnya para korban investasi bodong umumnya memiliki latar belakang yang berbeda. Ada sebagian mengetahui bahwa itu investasi bersifat gambling atau judi. Namun, ada juga korban yang sekadar ikut-ikutan karena promoan oleh para influencer.
“Ada yang tahu. Ada juga yang tidak tahu tapi ikut-ikutan influencer muda dan kaya. Tapi memang ada investor pengin gambling, namun jika kalah marah,” kata Eddy.
ADVERTISEMENT
Agar tidak terjadi kejadian serupa di kemudian hari, ia berharap pemerintah melalui OJK dan Bappebti menindak tegas aplikasi dan influencer investasi bodong yang tidak berizin yang beredar di internet agar tidak merugikan masyarakat.