Konten Media Partner

Fisioterapi, Dunia Sunyi para Juara (2): Karier dan Kisah-kisah Unik

19 Juni 2021 12:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Seseorang yang bisa sembuh dari patah tulang, dialah sang juara. Karena dia telah mengalahkan dirinya sendiri, kemalasan, dan ketakutannya.” Amri Saleh Taufik, Fisioterapis
Ilustrasi mahasiswa fisioterapi. Foto: physiomemes.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahasiswa fisioterapi. Foto: physiomemes.com
Sampai kecelakaan di jalan raya membuat patah tulangmu, sulit untuk mengetahui ada seorang fisioterapis yang sedemikian penting untuk menjadikan tubuhmu bisa bekerja normal kembali.
ADVERTISEMENT
Menyebut kecelakaan jalan raya di paragraf pertama dalam sebuah cerita tentang fisioterapi, bukanlah hal yang mengada-ada.
“Patah tulang karena kecelakaan memang nomor 1 penyebab seseorang harus bertemu dengan saya,” demikian kata seorang Fisioterapis di PKU Muhammadiyah, Gamping, Yogyakarta, Amri Saleh Taufik (30) di Yogya beberapa waktu lalu seraya melanjutkan,” stroke nomor 2.”
Tapi untuk sembuh, ternyata hanya perlu 1 bekal utama, yakni, “Motivasi untuk sembuh. Kami hanya membantu,” kata Amri.
Kisah lucu meluncur dari Amri. Pada suatu hari di tahun-tahun yang telah lewat, ia menangani pasien patah tulang yang merupakan seorang pejabat di Kementerian Kehutanan.
Si pejabat, hanya tinggal berdua dengan istrinya, pasangan ini tak memiliki anak. Hari pertama datang, seru sekali, si pejabat banyak sekali berbagai cerita. Amri senang, tentu saja. Siapa yang tak suka mendengar kisah-kisah yang tak pernah ia dengar sebelumnya. Dunia pejabat, jauh sekali dari kenyataan sehari-hari Amri.
ADVERTISEMENT
Tapi ada yang aneh, Si Pejabat, selalu menghindari tiap kali Amri hendak melakukan tugasnya. Begitu terus sampai jadwal berkunjung Amri habis dan harus segera pergi ke pasien lain. Kejadian terus berulang, berminggu-minggu.
“Dia tetap tidak mau latihan. Dia malah ngomong sudah kamu duduk nemenin saya saja sampai waktu habis entar tak kasih duit seperti seharusnya,” kata Amri, menirukan ucapan si pejabat.
Foto: Physiotherapy Meme
Amri tentu saja tidak mau mengerjakan yang bukan menjadi tugasnya. Ada tanggung jawab profesional yang diembannya: pasien latihan, ia melakukan prosedur fisioterapi secara profesional, tugas selesai begitu si pasien sembuh.
“Tapi terus begitu dan ternyata kalau saya menolak mengobrol dengannya tanpa dia melakukan latihan menggerakkan kakinya, sepulang saya dia selalu marah sama istrinya,” kata Amri.
ADVERTISEMENT
Amri nekad, Amri panggil motivator dari rumah sakit untuk menemaninya datang berkunjung. Tak mempan. Amri panggil Bina Rohani dari RS PKU, kembali tak mempan.
“Tanpa terasa, hanya untuk membuat pasien pejabat ini mau menggerakkan kakinya yang cedera ini, berjalan sampai 3 tahun,” kata Amri.
Kondisi si pasien tentu saja, tak juga membaik. Dan bagi Amri ini kegagalan yang luar biasa. Amri tak sanggup lagi menemui keluarga pejabat. Amri tak sanggup kalau mendatangi pasien dan dibayar hanya disuruh duduk dan ngobrol, tanpa sama sekali menjalankan profesinya. Amri lari.
“Itu kegagalan luar biasa saya. Tapi masih saja saya disusul ke rumah sakit oleh sang istri yang disuruh oleh suaminya. Saya harus menjelaskan bahwa saya tak sanggup lagi menangani sang suami yang memang tak memiliki motivasi untuk sembuh. Kelanjutannya bagaimana, saya kurang tahu,” terang Amri.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu menyadarkan Amri, satu pengetahuan penting yang harus dimiliki seorang fisioterapis selain disiplin anatomi, yakni: psikologi.
Sejarah Karier
Amri Saleh Taufik berpose dengan seragam bekerja kunjungan ke rumah pasien. Foto: Dokumen Pribadi
Amri lulus Diploma (D-3) Jurusan Fisioterapi di Akademi Fisioterapi Yayasan Angga Binangun (YAB) pada 2011. Ini sebenarnya bukan jurusan idamannya, melainkan arahan dari orangtuanya, yang entah apa alasannya, Amri lupa.
Saat semester pertama, Amri mengaku sebenarnya masih belum chun-in dengan jurusan yang dipilihnya itu. Bahkan saat itu, indeks prestasi kumulatif (IPK) yang ia terima masih berada di angka 2,7.
Menurut Amri, belajar fisioterapi itu susah. Dalam waktu dua semester saja, para mahasiswa fisioterapi dituntut untuk hafal anatomi tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Jadi sebelum merilis otot kita harus tahu panjangnya seberapa, seperti apa kerja ototnya. Soalnya kalau nggak main ilmu nanti nggak beda sama mbah dukun thok asal pijit saja. Dan ya, makanya kami sering dikira tukang pijat, hahaa” terang Amri.
ADVERTISEMENT
Segala kesusahan belajar tertebus di semester berikutnya, saat para dosen mulai memberi pandangan tentang prospek kerja seorang fisioterapi.
Mengetahui ada masa depan yang cerah, di semester berikutnya Amri makin semangat belajar dan memperbaiki IPK-nya yang rendah itu. Time flies, Amri lulus.
Setelah lulus Amri langsung bekerja sebagai seorang fisioterapis pada sebuah klinik di Cebongan, Sleman. Namun baru empat bulan bekerja di sana, dia memutuskan untuk melanjutkan studi Diploma IV (D-4) Jurusan Fisioterapi di Poltekkes Solo.
“Jadi waktu itu saya kerja di klinik cuma empat hari dari Hari Senin sampai Kamis. Hari Jumat sampai Minggu saya kuliah di Solo. Jadi tiap Kamis malam ke Solo lalu pulang ke Jogja lagi Minggu sore,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Amri memang harus menempuh kuliah D-4 karena waktu itu ada peraturan dari Kementerian Kesehatan yang mewajibkan seorang fisioterapis harus punya gelar D-4 untuk bisa membuka praktik fisioterapi sendiri. Selama itu, ia juga terus menjalani profesi sebagai fisioterapis di sebuah rumah sakit.
Jadi, selain melayani pasien di rumah sakit, Amri juga bersedia datang dari satu rumah ke rumah lain untuk menangani pasien yang butuh pertolongan.
Ilmu Psikologi
Foto: Physial Therapist Meme
Pengalaman dengan pasien pejabat yang tak memiliki motivasi sembuh bahkan setelah melewati 3 tahun bersama seorang fisioterapis, membuat Amri mengerti bahwa profesi yang ditempuhnya jauh lebih luas dari sekadar teknik bengkel tulang. Lebih dari itu, ini adalah ilmu tentang manusia.
Tak hanya pasien yang malas latihan, takdir Amri kemudian juga membuatnya bertemu dengan pasien yang suka memukul bahkan ada pula pasien yang suka menggigit.
ADVERTISEMENT
“Itulah pentingnya ilmu psikologi bagi seorang fisioterapis. Jadi saat mengadakan pertemuan yang pertama kali dengan pasien saya nggak banyak omong. Saya membaca dulu, pasien ini karakternya seperti apa. Setelah ketemu, baru saya cari cara untuk memotivasinya agar mau latihan,” terang Amri.
Amri mengaku, ilmu psikologis inilah yang tidak banyak ia dapatkan di bangku kuliah. Saat masih kuliah, Amri memang pernah mempelajari mata pelajaran Psikologi Kepribadian yang hanya ia dapatkan sebanyak 2 SKS. Tapi menurutnya, psikologi musti mendapat jauh lebih banyak dari hanya 2 SKS.
“Mengobati manusia kan enggak kayak ngobatin hewan atau benerin mobil. Perlu pendekatan psikologi yang kuat. Dan menurut saya, seseorang yang bisa sembuh dari patah tulang, dialah sang juara. Karena dia telah mengalahkan dirinya sendiri, kemalasan dan ketakutannya,” kata Amri.
ADVERTISEMENT
Baca Juga: