Konten Media Partner

Forum PRAKSIS Bahas Peran Sejarah Lisan dalam Dunia Kerja dan Advokasi Sosial

18 Januari 2025 10:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dr. Guido Creta, sejarawan dari Universitas Napoli L’Oriente, Italia, saat menjadi narasumber utama Forum PRAKSIS, Kamis (16/1). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Dr. Guido Creta, sejarawan dari Universitas Napoli L’Oriente, Italia, saat menjadi narasumber utama Forum PRAKSIS, Kamis (16/1). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Sejarah lisan sebagai alat advokasi untuk mengungkap diskriminasi kemanusiaan menjadi topik utama dalam Forum PRAKSIS Seri ke-5 yang digelar di kompleks Kolese Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (16/1).
ADVERTISEMENT
Forum yang diinisiasi oleh Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus (PRAKSIS) ini menghadirkan Dr. Guido Creta, sejarawan dari Universitas Napoli L’Oriente, Italia, sebagai narasumber utama. Acara ini dihadiri sejumlah akademisi, peneliti, aktivis, serta pemerhati hak asasi manusia, keadilan sosial, dan rekonsiliasi, termasuk Prof. Mudji Sutrisno SJ, Dr. James J. Spillane SJ, Dr. Antonia Soriente, dan novelis Ayu Utami.
Dalam pemaparannya, Dr. Creta menggarisbawahi pentingnya sejarah lisan sebagai sarana mendokumentasikan pengalaman korban diskriminasi yang sering kali tidak tercatat dalam dokumen resmi. Ia membagikan hasil penelitiannya tentang diskriminasi struktural yang dialami penyintas Tragedi 1965 di Indonesia. Menurutnya, banyak dari mereka yang kesulitan mendapatkan pekerjaan setelah tragedi tersebut, sehingga kehilangan sumber penghidupan. Kesulitan ini berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk ketidakmampuan menyekolahkan anak dan mengakses pinjaman usaha.
ADVERTISEMENT
Forum PRAKSIS Kamis (16/1). Foto: Dok. Istimewa
Creta menjelaskan bahwa sejarah lisan tidak hanya berfungsi sebagai alat dokumentasi masa lalu, tetapi juga sebagai sarana membangun solidaritas lintas generasi. Narasi korban, menurutnya, memainkan peran kunci dalam meningkatkan kesadaran kolektif tentang penderitaan dan ketidakadilan, membuka ruang untuk rekonsiliasi sosial. Ia juga menekankan bahwa mendengarkan dan merekam pengalaman korban harus dilakukan dengan empati, tanpa mengabaikan pentingnya menjaga akurasi data dan privasi subjek penelitian.
Dalam forum tersebut, Creta menyoroti pentingnya kolaborasi antara akademisi, pembuat kebijakan, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengintegrasikan hasil penelitian sejarah lisan ke dalam kebijakan publik. Ia menjelaskan bahwa penelitian semacam ini dapat menjadi dasar untuk mendorong kebijakan yang lebih inklusif dan berkeadilan. Selain itu, ia menekankan perlunya upaya digitalisasi narasi korban melalui platform digital yang dapat diakses secara luas, khususnya oleh generasi muda. Dengan cara ini, cerita-cerita korban dapat tetap hidup sebagai refleksi kolektif dan pencegah terjadinya diskriminasi serupa di masa depan.
Forum PRAKSIS Kamis (16/1). Foto: Dok. Istimewa
Pada akhir diskusi, Creta menyampaikan bahwa proyek sejarah lisan membutuhkan keterlibatan aktif dalam bentuk gerakan advokasi yang konkret. Ia mendorong agar para peneliti, praktisi hukum, jurnalis, seniman, dan aktivis bekerja sama dalam satu ekosistem yang terintegrasi. Pendekatan lintas disiplin ini, menurutnya, dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam menyelesaikan isu-isu kompleks seperti diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Forum PRAKSIS Seri ke-5 ini menjadi ruang refleksi yang mendalam bagi para peserta. Mereka berharap bahwa sejarah lisan dapat terus menjadi jembatan yang menghubungkan pengalaman korban dengan pengambilan keputusan, serta mendorong terciptanya dunia kerja yang lebih inklusif dan berkeadilan. Selain itu, diskusi ini diharapkan mampu memberikan landasan bagi langkah-langkah konkret untuk mencapai keadilan sosial yang berkelanjutan.