GIPI: Sampah Memang Masalah, tapi Bukan Faktor Tunggal Tren Negatif Wisata DIY

Konten Media Partner
6 September 2023 8:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Jalan Malioboro, Yogya. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wisatawan mancanegara di Jalan Malioboro, Yogya. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bobby Ardiyanto Setyo Ajie, mengatakan memang ada tren negatif wisata di DIY dalam beberapa bulan terakhir.
ADVERTISEMENT
Masalah darurat sampah memang menjadi perhatian wisatawan tapi bukan bukan faktor tunggal yang menjadi sebab turunnya jumlah wisatawan ke DIY.
Sebelumnya, masalah sampah ini disebut oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY sebagai faktor utama yang menyebabkan penurunan wisatawan di Yogya. Bahkan, gara-gara sampah wisatawan kini disebut lebih memilih lebih lama tinggal di Solo daripada di Yogya.
Bobby menjelaskan wisatawan domestik banyak menanyakan mengenai tumpukan sampah di sejumlah titik di Yogyakarta. Tapi menurutnya hal itu belum sampai membuat wisawatan ke DIY pindah ke Solo dan membatalkan rencana perjalanannya ke Yogya.
“Tapi menurut saya tidak sampai menjadikan wisatawan pindah ke Solo karena sampah. Dari sisi wisatawan domestik, melihat kondisi itu memang ada beberapa hal yang jadi pandangan negatif terhadap Jogja, tapi juga tidak sampai mengganggu perjalanan mereka, artinya mereka tidak sampai batal karena sampah,” kata Bobby Ardiyanto saat dihubungi pada Selasa (5/9).
Ketua GIPI DIY, Bobby Ardiyanto Setyo Ajie. Foto: Dok. Istimewa
Terkait dengan menurunnya jumlah wisatawan dan apalagi mengenai lama tinggal wisatawan di Yogya yang menurun, Bobby mengatakan bahwa hal ini lebih disebabkan karena belum terintegrasinya sektor wisata di lima kabupaten dan kota yang ada di DIY.
ADVERTISEMENT
Alih-alih bekerja sama supaya wisatawan lebih lama tinggal di DIY, masing-masing kabupaten dan kota menurutnya justru saling berebut wisatawan satu sama lain.
“Itu terjadi karena 4 kabupaten dan 1 kota masih berjalan sendiri-sendiri, bahkan saling berebut market,” kata dia.
Belum terintegrasinya tiap kabupaten dan kota ini akhirnya juga berimbas pada tingkat pengisian kamar (TPK) atau okupansi hotel di DIY.
Dulu, fasilitas akomodasi yang layak hanya terpusat di Sleman dan Kota Yogya. Namun sekarang semua kabupaten telah memiliki fasilitas akomodasi yang sesuai standar dengan adanya hotel bintang empat di Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo. Artinya, kapasitas akomodasi yang dimiliki oleh DIY sudah jauh lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Di sisi lain, bertambahnya kapasitas hunian di DIY tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Yogya. Dengan jumlah wisatawan yang cenderung stagnan, maka otomatis terjadi penurunan okupansi hotel di DIY.
ADVERTISEMENT
“Sehingga ini yang menjadi pekerjaan kita bersama semua stakeholder bagaimana kita membangun citra positif pariwisata Jogja dan mendorong promosi kita jauh lebih masif,” ujarnya.
Ilustrasi kamar hotel. Foto: Pixabay
Apalagi bulan Agustus dan September ini merupakan low season untuk kunjungan wisatawan, di mana masa libur panjang wisman maupun wisatawan domestik telah berakhir. Sehingga wajar jika kunjungan wisatawan ke Yogya mengalami sedikit penurunan.
Dengan banyaknya faktor yang mempengaruhi tren wisata di Yogya, maka terlalu dini menurut Bobby untuk menyebut bahwa masalah sampah jadi faktor utama penurunan tren wisata di Yogya. Perlu kajian yang lebih mendalam untuk mengetahui data konkret, apakah masalah sampah di Yogya memang memberikan pengaruh negatif terhadap sektor pariwisata.
“Saya pikir kita belum memiliki data konkret tentang impact dari kondisi sampah itu dan pengaruh negatif ke wisatawan. Jadi kita perlu serius juga untuk mengkaji itu, sehingga kita juga bisa melakukan upaya perbaikan yang tepat,” kata Bobby.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengeluhkan masalah sampah di Yogya yang tak kunjung selesai. Masalah sampah ini menurut dia telah membuat wisatawan lebih memilih untuk tinggal lebih lama di Solo ketimbang di Yogya.
“Mulai Agustus ada tren kebanyakan lebih stay-nya 2 hari di Solo 1 hari di Jogja, kalau dulu tren-nya 1 hari di Solo 2 hari di Jogja,” kata Deddy Pranowo Eryono, Senin (4/9).