Konten Media Partner

GKR Bendara: ATF Pintu Gerbang Yogya sebagai Kota Wisata Budaya Terbaik di ASEAN

31 Desember 2022 11:52 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Pelaksana ASEAN Tourism Forum 2023, GKR Bendara. Foto: Humas Pemda DIY
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Pelaksana ASEAN Tourism Forum 2023, GKR Bendara. Foto: Humas Pemda DIY
ADVERTISEMENT
Yogya akan menjadi tuan rumah ASEAN Tourism Forum (ATF) 2023, agenda terbesar negara-negara ASEAN di bidang pariwisata. Salah satu ambisi Yogya setelah menjadi tuan rumah ATF 2023 adalah menjadi kota wisata budaya terbaik di kawasan Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pelaksana ATF 2023, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara. Dia mengatakan bahwa ambisi Yogya sebagai kota wisata budaya terbaik di Asia Tenggara sebenarnya juga sudah tercantum dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (Ripparda) DIY.
Dengan menjadi tuan rumah ATF 2023, maka ambisi untuk menjadi kota wisata budaya terbaik di ASEAN tersebut menurutnya lebih mungkin untuk dicapai. ATF menurutnya menjadi pintu gerbang bagi Yogya untuk mem-branding diri sebagai kota wisata budaya bertaraf internasional.
“Harapannya ATF bisa menjadi pintu gerbang kita untuk mem-branding dan mempromosikan wisata budaya yang ada di Jogja yang bertaraf internasional,” kata GKR Bendara saat dihubungi Pandangan Jogja @Kumparan, Jumat (30/12).
Pertunjukan wayang wong, salah satu pertunjukan budaya di Yogyakarta. Foto: Kraton Jogja
Untuk menjadi kota wisata budaya terbaik di Asia Tenggara, maka standardisasi destinasi budaya yang dimiliki Yogya juga harus bertaraf internasional. Misalnya meningkatkan level standar pertunjukan budaya menjadi bertaraf internasional.
ADVERTISEMENT
“Misalnya wayang wong, maka harus berbahasa Inggris atau ada translator Bahasa Inggrisnya, lalu penari-penarinya harus tersertifikasi, lalu juga ada lisensi pemandu dari internasional,” lanjutnya.
Meski begitu, bukan berarti semua destinasi budaya yang ada di Yogya harus berstandar internasional semua. Minimal menurut GKR Bendara, 10 persen dari destinasi budaya yang dimiliki Yogya sudah bisa bertaraf internasional.
Beberapa event budaya yang ada di Yogya menurutnya memang sudah memiliki standar internasional, misalnya ArtJog. Ke depan, pemerintah menurutnya akan mendorong sejumlah event yang potensial untuk bisa bertaraf internasional.
“Event, desa budaya, ini akan kita dorong untuk bisa memiliki standar internasional,” kata dia.
GKR Bendara juga mengungkapkan sejumlah tantangan bagi Yogya untuk menjadi kota wisata budaya terbaik di Asia Tenggara. Yang pertama, bagaimana mengubah pola pikir di industri pariwisata bahwa Yogya adalah pintu gerbang masuknya turis mancanegara yang akan berlibur di Indonesia. Sebab, selama ini yang menjadi pintu masuk turis mancanegara selalu Jakarta dan Bali.
ADVERTISEMENT
“Kita inginnya Yogya itu jadi pintu gerbang untuk turis mancanegara. Bahwa nanti dia akan berlibur ke Bali atau tempat lain tidak masalah, tapi minimal masuknya lewat Jogja,” kata dia.
Gelaran Artjog 2022, salah satu event budaya di Yogya yang sudah bertaraf internasional. Foto: Ikram
Selain itu, Yogya juga membutuhkan zonasi, mana saja destinasi budaya yang akan fokus menjaring turis mancanegara dan mana yang akan fokus pada mass tourism. Sebab, jika standarnya sudah internasional dengan target pasar wisatawan di grade A dan B, maka sebuah destinasi tidak lagi bisa bermain di ranah mass tourism yang target pasarnya masih di grade D.
“Tidak berarti Jogja itu jadi mahal, tapi mesti ada zonasi, mana yang akan main di mass tourism dan mana yang kelas internasional,” ujarnya.
Peningkatan kualitas wisatawan ini menurutnya dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah, tapi juga untuk mengatasi masalah-masalah yang diakibatkan dari wisata berbasis mass tourism. Misalnya adalah masalah sampah, jika masih berorientasi pada mass tourism maka sampah yang dihasilkan akan sangat besar. Ini juga menjadi bagian penting dari usaha Yogya membangun wisata yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
“Jadi zonasi itu sangat penting. Seperti di Bali, ada zona untuk mass tourism seperti Kuta, tapi ada juga yang bertaraf internasional seperti Ubud dan lain sebagainya,” jelasnya.
Untuk membangun destinasi bertaraf internasional ini, maka dibutuhkan kerja sama semua elemen, baik dari industri wisata, pemerintah, maupun masyarakat sekitar. Sebab, tidak mungkin sebuah destinasi bertaraf internasional tapi masyarakat di sekitarnya masih buang sampah sembarangan dan sebagainya.
GKR Bendara menjelaskan bahwa sesuai Ripparda, target Yogya menjadi kota wisata budaya terbaik di Asia Tenggara mestinya terwujud pada tahun 2025. Namun, pandemi COVID-19 membuat sejumlah program menjadi tersendat, sebab sebagian besar anggaran untuk mengeksekusi program-program tersebut mesti dialihkan untuk penanganan pandemi.
“Di Ripparda mestinya targetnya 2025, tapi karena pandemi kemarin, kita sudah setengah jalan pada 2025 saja itu sudah cukup bagus,” kata GKR Bendara.
ADVERTISEMENT