Guru Besar Farmasi UGM: Kenapa Baru Belakangan Ini Muncul Gagal Ginjal Akut?

Konten Media Partner
22 Oktober 2022 12:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Zullies Ikawati. Dok: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Zullies Ikawati. Dok: Istimewa
ADVERTISEMENT
Guru Besar yang juga Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati, menanggapi dugaan paracetamol sirop sebagai penyebab kasus gagal ginjal akut yang menyerang ratusan anak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Zullies mengatakan, sampai saat ini dugaan itu masih belum bisa dibuktikan. Penyebab kasus gagal ginjal akut pada anak sampai sekarang juga masih terus diteliti dan belum dapat dipastikan. Apalagi paracetamol sirop sudah digunakan masyarakat sejak lama, dan hampir tak pernah mengakibatkan masalah kesehatan yang serius pada anak.
“Ini masih jadi misteri. Kejadian gagal ginjal akut kok baru ada belakangan ini, padahal penggunaan sirop obat paracetamol sudah cukup lama dan aman digunakan,” kata Zullies Ikawati, Jumat (21/10).
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sendiri sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah obat paracetamol sirop yang beredar di masyarakat. Dan diketahui ada lima obat sirop yang mengandung cemaran tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE), yang kadarnya di atas ambang aman.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Zullies mengatakan bahwa sampai saat ini semua masih dalam proses penyelidikan. Sehingga belum bisa dipastikan bahwa kandungan zat kimia berbahaya itu yang menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Ia menjelaskan EG dan DEG merupakan suatu cemaran yang bisa dijumpai pada bahan baku pelarut pada obat sirop. Pada obat paracetamol dan banyak obat lainnya yang sukar larut air, menurutnya dibutuhkan bahan tambahan untuk melarutkannya.
Di Indonesia biasanya digunakan propilen glikol atau gliserin. Bahan baku inilah yang dimungkinkan mengandung cemaran zat kimia berbahaya tersebut.
“Sebenarnya ini wajar, selama masih dalam ambang batas maka tidak berisiko efek toksik termasuk gagal ginjal akut,” jelas Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini.
Ilustrasi seorang anak sedang diberi obat sirop. Foto: Pixabay
Lebih lanjut, Zullies menyampaikan ada beberapa faktor penyebab gagal ginjal akut. Misalnya, adanya infeksi tertentu seperti leptospirosis yang salah satunya bisa menyerang ginjal. Selain itu, infeksi bakteri E. coli juga dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
ADVERTISEMENT
Kajian sementara dari Kemenkes menyebutkan bahwa penapisan terhadap virus dan bakteri telah dilakukan, namun belum terbukti kuat sebagai penyebab gagal ginjal akut.
Dalam situasi yang belum pasti ini, Zullies meminta kepada masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Untuk sementara, dia meminta kepada masyarakat untuk mengikuti saran dari lembaga resmi pemerintah seperti Kemenkes, BPOM, asosiasi dokter, dan sebagainya untuk menghindari konsumsi obat batuk sirop hingga diperoleh hasil yang lebih pasti.
Jika anak-anak mengalami sakit demam, batuk, maupun pilek dia menyarankan sebaiknya mengonsumsi obat paracetamol dalam bentuk puyer, kapsul, tablet, suppositoria, atau bentuk lainnya. Untuk mengurangi rasa pahit bisa ditambahkan pemanis yang aman bagi anak. Yang tak kalah penting, dia juga menyarankan untuk selalu mengkonsultasikan efek penggunaan obat sirop dengan dokter maupun apoteker.
ADVERTISEMENT
“Untuk paracetamol yang sifatnya mengurangi gejala, mungkin penggunaan sirop lebih berisiko ketimbang manfaatnya saat ini, dimana sedang diteliti kemungkinan adanya cemaran bahan yang bisa membahayakan. Untuk itu bisa dicoba dalam bentuk puyer atau bentuk lainnya,” ujar Zullies Ikawati.
Dia mengatakan imbauan untuk tidak menggunakan obat dalam bentuk sirop untuk semua pengobatan sebenarnya merupakan keputusan yang sangat dilematis. Sebab, obat dalam bentuk sirop banyak digunakan untuk anak-anak yang belum bisa menelan obat bentuk tablet atau kapsul.
Selain itu, penghentian penggunaan obat sirop ini akan berdampak bagi anak-anak penderita penyakit kronis yang harus minum obat rutin berbentuk sirop dimana dalam penggunaannya selama ini tidak menimbulkan efek samping membahayakan. Misalnya, anak dengan epilepsi yang harus minum obat rutin, maka ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol.
ADVERTISEMENT
“Mestinya ini diatur dengan bijaksana dengan tetap mempertimbangkan risiko dan manfaat. Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut sepertinya dianggap lebih besar dengan penggunaan sirop sehingga disarankan penghentiannya, tetapi harusnya tidak digebyah-uyah (disamaratakan) ya,” tegasnya.