Konten Media Partner

Guru Besar Fisipol UI, Ery Seda: Manusia Musti Jadi Pusat Kerangka Pembangunan

8 November 2024 21:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Forum PRAKSIS di Jakarta, Jumat (8/11). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Forum PRAKSIS di Jakarta, Jumat (8/11). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Manusia musti menjadi pusat dari kerangka pembangunan. Jangan sampai seperti kenyataan selama ini dimana masyarakat seringkali hanya menjadi obyek dari hubungan kolusif antara negara dan pasar. Relasi triangulasi yang asimetris ini seringkali menciptakan permasalahan sosial seperti kemiskinan dan eksklusi sosial, di mana masyarakat hanya berperan sebagai penerima bantuan dari negara dan pasar yang cenderung paternalistik.
ADVERTISEMENT
Demikian diungkapkan oleh Guru Besar dalam Bidang Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, Francisia Saveria Sika Ery Seda, dalam forum diskusi yang diadakan oleh Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus (PRAKSIS), sebuah lembaga riset dan advokasi di bawah Serikat Jesus Provinsi Indonesia, di Jakarta, Jumat (8/11).
Ery Seda berpendapat bahwa perlu adanya perubahan dalam dinamika hubungan antara negara, pasar, dan masyarakat. Menurutnya, perspektif pembangunan alternatif harus mendefinisikan ulang proses dan makna pembangunan sehingga negara bukan lagi aktor utama atau satu-satunya pilar dalam pembangunan.
“Masyarakat sipil dan pasar perlu ditempatkan sebagai pilar yang setara dan sama pentingnya dengan negara dalam menciptakan perubahan sosial,” katanya.
Guru Besar dalam Bidang Studi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, Francisia Saveria Sika Ery Seda, saat memberikan paparannya di forum PRAKSIS. Foto: Dok. Istimewa
Perspektif pembangunan alternatif menurut Ery Seda, menekankan dua hal penting. Pertama, redefinisi makna pembangunan yang berfokus pada kesejahteraan dan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir, bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Kedua, pergeseran perspektif pembangunan menuju masyarakat sipil, di mana komunitas lokal menjadi landasan bagi pembangunan manusia. Kedua prinsip ini pada akhirnya bermuara pada kesejahteraan sosial sebagai tujuan utama pembangunan serta komunitas sebagai tujuan bersama bangsa Indonesia.
Ery juga menjelaskan bahwa dalam kolaborasi yang lebih setara antara negara, pasar, dan masyarakat, masalah sosial seperti kemiskinan dan eksklusi sosial dapat ditangani secara lebih holistik. Negara bisa berperan melalui kebijakan sosial yang inklusif, sedangkan pihak pasar dapat mendukung melalui program corporate social responsibility (CSR). Namun, yang lebih penting adalah memposisikan masyarakat bukan hanya sebagai stakeholder, tetapi sebagai shareholder dalam pembangunan.
“Hal ini memberi peluang bagi masyarakat untuk memberdayakan dirinya sendiri, sehingga mampu mengurangi ketergantungan pada negara dan pasar,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
PRAKSIS, atau Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus, yang merupakan lembaga riset dan advokasi di bawah Serikat Jesus Provinsi Indonesia. Fokus utama dari PRAKSIS adalah penelitian terkait hak asasi manusia, demokrasi, keadilan sosial, dan rekonsiliasi sosial.
Dalam bidang advokasi, PRAKSIS mendampingi serta melayani korban ketidakadilan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Dengan pendekatan yang berpusat pada masyarakat, PRAKSIS berharap dapat menguatkan peran masyarakat dalam mencapai kesejahteraan sosial yang berkelanjutan.