Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten Media Partner
Hamzah Sulaiman 'Raminten' dalam Kenangan: Bapak dan Sahabat bagi Karyawannya
29 April 2025 11:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sabtu (26/4) pagi, halaman Perkumpulan Urusan Kematian Jogja (PUKJ) dipenuhi karangan bunga dan pelayat yang datang dari berbagai penjuru. Sejak pukul 09.00 WIB, ratusan orang berpakaian serba hitam berdatangan. Mereka membawa mawar putih di tangan masing-masing, melangkah perlahan di antara barisan karangan bunga yang memenuhi halaman rumah persemayaman PUKJ.
ADVERTISEMENT
Semua datang untuk satu tujuan: memberikan penghormatan terakhir kepada Hamzah Sulaiman, pendiri Hamzah Batik dan sosok di balik ikon budaya ‘Raminten’.
Di tengah lautan duka, sebuah ibadat sederhana digelar sebelum peti jenazah ditutup. Satu per satu, karyawan, sahabat, dan keluarga mendekat, menatap wajah Hamzah Sulaiman untuk terakhir kalinya. Ada yang menunduk dengan mata basah, ada pula yang tak mampu menahan isak tangis, membiarkan air mata mengalir di pipi mereka.
Di antara mereka, Humas Hamzah Batik, Renita, mengenang masa sulit yang tak akan pernah ia lupakan, yakni saat tempat usaha mereka hangus terbakar pada 2004 silam.
"Dua bangunan itu hangus, karena memang bangunan kami dari kayu. Tapi bapak tetap berusaha membuka tempat kerja, supaya teman-teman di Hamzah Batik tetap bisa bekerja," tuturnya, ditemui Pandangan Jogja, Sabtu (26/4).
ADVERTISEMENT
Usai prosesi tlusupan, sebuah tradisi penghormatan dengan merangkak melewati peti jenazah, peti ditutup. Rombongan kemudian bergerak perlahan meninggalkan rumah persemayaman. Di barisan depan, anak angkat pertama Hamzah Sulaiman memimpin rombongan dengan membawa foto almarhum.
Sepanjang perjalanan menuju Krematorium UPTD TPU Madurejo, warga yang sedang melintas spontan menepi, memberi jalan. Di depan Hamzah Batik Malioboro, iring-iringan berhenti sejenak. Puluhan karyawan berdiri berjajar rapi, membentangkan spanduk bertuliskan "In Loving Memory". Mereka menundukkan kepala, mengirimkan doa diam-diam kepada sosok yang telah mereka anggap bukan sekadar atasan, melainkan bapak.
Di antara barisan itu, Stage Manager Raminten Cabaret Show, Sinta, mengungkapkan ajaran sederhana yang dipegang teguh Hamzah tentang kesejahteraan karyawan.
"Menurut Kanjeng (Hamzah), kita harus kasih gaji yang besar supaya kerja itu senang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Kanjeng bilang, 'Ini madu yang kita panen, harus dirasakan semuanya'," tambahnya.
Baginya, keadilan dan kebahagiaan karyawan bukanlah sekadar teori, melainkan prinsip hidup yang diterapkan Hamzah dalam kesehariannya.
Bagi talent Raminten Cabaret Show, Jacklin, Hamzah adalah sosok yang tidak pernah jauh dari panggung, selalu hadir dengan semangat dan perhatian.
"Beliau itu selalu nonton kita tiap Jumat dan Sabtu, dan setelah perform, beliau pasti kasih masukan, kasih motivasi. Mimpi beliau itu Raminten Cabaret makin terkenal, makin banyak yang suka, makin banyak yang nonton," kenangnya.
Namun, nilai-nilai yang diwariskan Hamzah Sulaiman melampaui urusan panggung dan bisnis. Jiwa budayanya meresap hingga ke akar kehidupan sehari-hari. Meski berdarah Tionghoa, kecintaannya terhadap budaya Jawa begitu mengakar kuat.
ADVERTISEMENT
"Jiwa budaya Jawanya itu sangat kental," kata Sinta. "Mungkin aku yang orang Jawa justru masih kalah jauh dari Kanjeng," lanjutnya.
Menjelang sore, sekitar pukul 14.54 WIB, prosesi kremasi selesai. Abu jenazah diserahkan kepada pihak keluarga. Abu itu kini menjadi saksi bisu perjalanan panjang seorang pria yang hidup bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk banyak orang.
Di hari itu, bukan sekadar seorang pengusaha yang pergi. Hamzah Sulaiman meninggalkan warisan: semangat berbagi, ketulusan mencintai budaya, dan nilai kebersamaan yang kini diwariskan kepada generasi penerus untuk dijaga dan dilanjutkan.