Hanya Berjarak 47 Langkah Kaki dari Malioboro, Kenapa Museum Sonobudoyo Sepi?

Konten Media Partner
16 Juni 2021 16:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tampak depan Museum Sonobudoyo pada Selasa (15/6). Foto: Widi Erha Pradana
zoom-in-whitePerbesar
Tampak depan Museum Sonobudoyo pada Selasa (15/6). Foto: Widi Erha Pradana
ADVERTISEMENT
Dari ujung selatan penghabisan jalan Malioboro, Museum Sonobudoyo hanya berjarak 47 langkah kaki. Jarak yang terlalu pendek, bahkan hanya untuk mengeluarkan setetes keringat. Tapi, kenapa jarak keduanya rasanya seperti 62 juta kilometer jarak Bumi dan Mars?
ADVERTISEMENT
Sepanjang jalan Malioboro hingga titik nol kilometer, banyak orang lalu lalang, berfotoria, atau sekadar duduk berdua di bangku trotoar yang cantik, yang meski sudah dilarang untuk diduduki dua orang karena pandemi tapi tetap saja banyak yang duduk bersebelahan bahkan saling bersandar bahu satu sama lain.
Tapi bergeser sedikit ke selatan, di Museum Sonobudoyo, pemandangan sama sekali berbeda. Dari luar seperti tak ada tanda-tanda kehidupan. Padahal, Museum Sonobudoyo tengah menggelar pameran bertajuk ‘Kembara Gembira’ yang menggelar banyak nostalgia permainan anak, hingga akhir bulan nanti.
“Saat ini memang sedang tidak ada pengunjung, dari pagi sepi,” kata salah seorang petugas keamanan Museum Sonobudoyo, Selasa (15/6).
Salah satu sudut pamer Kembara Gembira di Museum Sunobudoyo Juni 2021. Foto: Widi Erha Pradana
Orang memang banyak yang lalu lalang lewat di depan museum, tapi tak ada yang singgah, bahkan menoleh pun tidak. Seolah, tak pernah ada Museum Sonobudoyo. Seolah, Museum Sonobudoyo terletak di sebuah tempat yang teramat jauh. Di Mars.
ADVERTISEMENT
“Kalau Museum Sonobudoyo yang banyak bikin event, di pusat wisata, dikelola pemerintah, saja sepi, bisa dibayangkan bagaimana museum-museum lain yang ada di luar kawasan wisata dan punya resources terbatas. Padahal ada 59 museum di DIY,” kata Ketua Umum Badan Musyawarah Museum, Ki Bambang Widodo, seusai acara Focus Group Discussion Koordinasi dan Sinkronisasi Pemajuan, Pengelolaan, dan Pembangunan Museum di DIY, di Kepatihan DIY, Selasa (15/5).
FGD tersebut mengambil tema, Museum sebagai Ruang Publik untuk Pemajuan Kebudayaan dan Pembangunan Karakter Bangsa. FGD dihadiri oleh seluruh stakeholder museum di Jogja.
Ki Bambang Widodo. Foto: Widi Erha Pradana
Bambang melanjutkan, selama ini, dukungan dari sektor lain seperti pendidikan dan pariwisata memang belum optimal. Berbeda dengan di banyak negara maju, dimana museum bahkan menjadi salah satu destinasi wisata utama.
ADVERTISEMENT
Hal ini menurut dia menunjukkan bahwa agenda museum selama ini belum berjalan selaras dengan agenda pariwisata di Jogja. Ini juga yang membuat Museum Sonobudoyo meski berada di pusat pariwisata namun jumlah kunjungan masih jauh dari yang diharapkan.
“Jadi museum dan pariwisata itu seolah jalan sendiri-sendiri, padahal museum kan sebenarnya juga destinasi wisata yang penting di DIY,” ujarnya.
Klasik, Kekurangan Anggaran
Rully Andriadi. Foto: Widi Erha Pradana
Kepala Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Sejarah, Bahasa, Sastra, dan Permuseuman Dinas Kebudayaan DIY, Rully Andriadi, mengatakan bahwa salah satu faktor utama yang membuat museum kurang diminati adalah kurangnya promosi dari museum. Promosi-promosi kreatif menurut dia sangat penting, namun sejauh ini kurang dilakukan secara optimal dengan alasan klasik, kekurangan anggaran.
“Karena promosi juga butuh biaya, sehingga mereka masih memprioritaskan untuk biaya operasional yang lain seperti gaji karyawan, operasional listrik, dan sebagainya,” kata Rully.
ADVERTISEMENT
Untuk konteks Museum Sonobudoyo, promosi baik melalui media digital maupun melalui berbagai kegiatan sebenarnya sudah cukup gencar dilakukan. Namun realitanya, jumlah pengunjung juga tidak ada kenaikan yang menggembirakan.
Untuk memasyarakatkan museum, Dinas Kebudayaan DIY menurutnya sedang menggalakan gerakan Gregah Museum, yang intinya bertujuan untuk membangun kesadaran masyarakat atas pentingnya berkunjung ke museum. Karena sampai sekarang, orang-orang yang mengunjungi museum di Jogja sangat tersegmentasi kalangan-kalangan tertentu saja.
“Di berbagai negara, orang itu mau berkunjung ke museum antre, kok di kita enggak? Sederhananya, museum itu enggak menarik,” lanjutnya.
Salah satu upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan kunjungan museum adalah menjalin kerja sama dengan hotel. Wisatawan-wisatawan yang menginap di hotel nantinya akan direkomendasikan untuk mengunjungi sejumlah museum yang ada di Jogja. Bahkan jika perlu, nantinya hotel maupun agen pariwisata wajib memasukkan museum ke dalam paket wisatanya.
ADVERTISEMENT
“Saya yakin bisa, kita akan mencoba itu dulu,” ujar Rully.
Baca Juga: