Konten Media Partner

Head to Head Wisata Yogya vs Solo, Benarkah Solo Akan Salip Yogya?

10 Mei 2023 15:38 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepasang kekasih memasuki salah satu lorong di Taman Sari, salah satu destinasi wisata utama di Yogya. Foto: Arif UT
zoom-in-whitePerbesar
Sepasang kekasih memasuki salah satu lorong di Taman Sari, salah satu destinasi wisata utama di Yogya. Foto: Arif UT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa waktu terakhir, netizen di media sosial (medsos) banyak membanding-bandingkan wisata Solo dan wisata Yogya. Perbandingan bahkan sampai mengkhawatirkan wisata Yogya akan disalip oleh Solo.
ADVERTISEMENT
Isu terakhir yang membuat Yogya babak belur di medsos adalah pengumuman diperbolehkan naiknya tarif parkir saat lebaran hingga 5 kali lipat bagi parkir swasta resmi, yang dimengerti oleh publik luas sebagai parkir saat lebaran di Yogya -di manapun itu- naik hingga 5 kali lipat.
Sebelumnya, Yogya didera sejumlah isu yang membuat komen netizen di semua platform medsos sering langsung menghubungkannya dengan kualitas Yogya sebagai kota wisata yang bisa saja segera disalip oleh Solo.
Sejumlah isu lain yang ramai diperbincangkan di antaranya, kejahatan jalanan malam atau klitih, jalanan gelap di malam hari, sejumlah ruas jalan rusak, dan terakhir Debt Collector yang berusaha melakukan percobaan perampasan motor di Condong Catur, Sleman.
Sementara Yogya babak belur di medsos, Solo memiliki Walikota, Gibran Rakabuming Raka, anak Presiden, seorang native Twitter (terlahir dan main twitter sejak lama) yang memperlakukan twitter tidak hanya sebagai saluran branding dirinya (seperti Ganjar Pranowo di Jateng, misalnya) namun melangkah lebih jauh dengan menjadikannya sebagai customer service (menanggapi langsung dan menindaklanjuti isu-isu warga).
ADVERTISEMENT
Dengan gayanya yang otentik, khas, dan selalu terasa spontan, Gibran entah bagaimana memberi energi bagi netizen untuk terus membanding-bandingkan Solo dan Yogya, wisata Yogya vs wisata Solo.
Tapi benarkah wisata Solo akan menyalip Yogya?
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo mengatakan, sebenarnya tidak tepat untuk membanding-bandingkan Solo dan Yogya karena dua kota ini berada dalam satu area destinasi Super Prioritas yakni Candi Borobudur. Dua kota ini dan juga Magelang serta Semarang adalah kota-kota yang mesti berkolaborasi dan saling mengisi.
“Terlebih kalau mau membandingkan itu DIY vs Solo atau Kota Yogya vs Kota Solo? Jadi sebenarnya ojo dibanding-bandingke, tapi berkolaborasi saja,” kata Singgih saat ditemui di sela Syawalan KADIN DIY, Minggu (7/5).
Ketua Tim Neraca Regional Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, Kusriatmi. Foto: Arif UT
Ketua Tim Neraca Regional Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, Kusriatmi, mengatakan bahwa untuk membandingkan perkembangan pariwisata kedua daerah ada sejumlah indikator yang dapat digunakan.
ADVERTISEMENT
Di antaranya kunjungan wisatawan (terutama mancanegara), jumlah hotel, jumlah kamar hotel dan tingkat hunian, hingga kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota tersebut.
Kunjungan wisman, mengindikasikan kota tersebut bahkan dikenal oleh orang asing sebagai sebuah kota yang wajib dikunjungi untuk berwisata apalagi bagi wisatawan lokal. Jumlah kamar dan hotel menjadi ukuran paling pasti dari sebuah kunjungan wisata, dan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB mengukur sejauh mana pariwisata menghasilkan nilai uang bagi kota tersebut.
“Cukup banyak indikator yang mesti dibandingkan. Jadi tidak bisa hanya karena satu atau dua kasus kemudian mengatakan wisata Yogya atau Solo lebih maju satu sama lain,” kata Kusriatmi, Jum’at (5/5).
Kunjungan Wisatawan Mancanegara: Solo 0, Yogya 13.749
Grafis oleh: Arif UT
Dan fakta menunjukkan, berdasarkan catatan BPS, wisata DIY ternyata masih jauh lebih perkasa ketimbang wisata Solo bahkan Jawa Tengah dari sisi kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
ADVERTISEMENT
Pada 3 bulan pertama 2023, jangankan Solo, bahkan tak ada satu pun alias nol wisman yang berkunjung ke seluruh provinsi Jawa Tengah.
Sementara DIY, kunjungan wisman sejak Januari malah terus meningkat dengan total kunjungan selama 3 bulan pertama tahun ini mencapai 13.749.
Pada Januari 2023 jumlah kunjungan wisman ke DIY sebanyak 3.883 wisatawan, pada Februari 2023 naik menjadi 4.849 wisatawan, dan pada Maret 2023 jumlah kunjungan wisman kembali naik di angka 5.017 kunjungan.
Skor untuk kunjungan wisman dalam 3 bulan awal 2023: Yogya 13.749 dan Solo 0 (Nol)! Kemenangan DIY atas Solo: telak.
Data sepanjang 2022 saat pintu penerbangan internasional mulai dibuka pada April -setelah ditutup karena Covid-19 selama hampir 2 tahun- jumlah kunjungan wisman ke DIY sudah mencapai 10.189 orang.
ADVERTISEMENT
Di Solo dan Jawa Tengah, meski sudah mulai ada wisman yang masuk namun jumlahnya masih jauh dari DIY, yakni baru di angka 1.424 wisman yang semuanya masuk dari Bandara Internasional Adi Sumarmo, Solo.
“Dilihat dari data itu, wisata Jogja masih jauh lebih unggul jika dibandingkan Solo maupun Jawa Tengah,” kata Kusriatmi.
DIY memiliki sejumlah destinasi wisata pantai, terbentang dari Kabupaten Kulon Progo hingga Gunungkidul, sesuatu yang sama sekali tidak dimiliki oleh Solo. Foto: Arif UT
Berdasar catatan BPS, ada sejumlah destinasi favorit wisatawan asing di DIY, di antaranya, Borobudur, Prambanan, Kraton Yogya, Taman Sari, Prawirotaman, dan sejumlah pantai.
Sementara Solo, tak tercatat satu pun destinasi wisata yang menjadi favorit wisatawan asing. Borobudur memang di Jateng, tapi untuk berkunjung ke Borobudur, daripada dari Semarang-Magelang (apalagi Solo) wisman lebih suka melalui Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) dan tentu saja lebih suka menginap di Yogya.
ADVERTISEMENT
Jangankan dengan DIY, Jumlah Hotel di Solo Bahkan Hanya 1/4 Dibanding Kota Yogya
Grafis oleh: Arif UT
Banyaknya kunjungan wisatawan ke sebuah daerah juga bisa dilihat dari jumlah akomodasi (kamar hotel) di daerah tersebut.
Per 2022 saat Provinsi DIY memiliki total 1.833 hotel, Solo ternyata hanya memiliki 152 hotel. Alias, jumlah hotel di Solo hanya 8,29 persen dari total jumlah hotel di seluruh DIY.
Rinciannya, DIY memiliki 172 hotel bintang dan 1.653 hotel non bintang. Adapun Solo hanya memiliki 58 hotel bintang dan 101 hotel non bintang.
Secara luas wilayah, memang tak sebanding membandingkan Kota Solo yang hanya memiliki luas wilayah 44 kilometer persegi dengan Provinsi DIY yang memiliki luas 3.186 kilometer persegi.
Kota Solo lebih pas dibandingkan dengan Kota Yogya yang memiliki luas wilayah lebih kecil, yakni hanya 32,5 kilometer persegi.
ADVERTISEMENT
Ternyata Solo pun masih kalah telak. Meski luas wilayahnya lebih sempit, Kota Yogya punya jumlah hotel hampir empat kali lebih banyak ketimbang Solo. Total hotel di Kota Yogya pada 2022 mencapai 619 dengan jumlah hotel bintang sebanyak 100 hotel dan non bintang 519 hotel.
Lalu bagaimana head to head DIY vs Jateng?
Dengan luas wilayah lebih dari 10 kali lipat DIY, yakni 34.337 kilometer persegi, Jateng memiliki 343 hotel bintang (2 kali lipat hotel bintang di DIY) dan 1.704 hotel non bintang (hampir sama dengan jumlah hotel non bintang di DIY).
Meski luasnya lebih dari 10 kali lipat dibanding DIY, ternyata jumlah hotel di Jawa Tengah hanya 2.047, hanya selisih sekitar 200 hotel dibanding DIY yang punya 1.825 hotel.
ADVERTISEMENT
Kamar Hotel Berbintang di Yogya Jauh Lebih Laris dari Solo
Grafis oleh: Arif UT
Salah satu indikator penting jumlah wisatawan yang berkunjung di sebuah kota, tentu saja tingkat hunian kamar atau istilah resminya Tingkat Penghunian Kamar (TPK). Dari TPK, nantinya akan diketahui berapa jumlah kamar yang terjual setiap harinya.
Pada 2022, dengan jumlah kamar hotel berbintang sebanyak 16.358 buah kamar atau jika dikalikan setahun (365 hari) terdapat total kamar 5.970.670 selama setahun, TPK hotel bintang di DIY mencapai 57,30 persen, artinya ada 3.421.193 kamar hotel yang terjual selama 2022.
Dibandingkan Solo pada 2022, dengan jumlah kamar hotel bintang 5.437 buah kamar, atau jika dikalikan setahun maka terdapat total kamar sebanyak 1.590.305 buah, TPK hotel berbintang ada di angka 47,43 persen. Artinya, ada 754.282 kamar hotel bintang yang terjual di Solo selama 2022. Jumlah ini tak sampai 1/4 dari total kamar hotel bintang yang terjual di DIY selama 2022.
ADVERTISEMENT
Bagaimana jika dibandingkan antara Kota Solo dan Kota Jogja?
Dengan total kamar hotel bintang pada 2022 sebanyak 8.813 kamar atau 3.216.745 kamar dalam setahun, TPK hotel bintang di Kota Yogya ada di angka 62,24 persen. Artinya, ada 2.002.102 kamar hotel bintang di Kota Yogya yang berhasil terjual selama 2022, hampir tiga kali lebih banyak dari kamar hotel bintang yang terjual dari Solo.
Bagaimana head to head antarprovinsi, DIY vs Jateng?
Per 2022, Jawa Tengah yang memiliki jumlah hotel bintang 343 buah, memiliki total kamar hotel bintang mencapai 28.330 kamar atau 10.340.450 kamar dalam setahun. Dengan total kamar sebanyak itu, TPK hotel bintang di Jawa Tengah ada di angka 45 persen. Artinya, ada 4.653.203 kamar hotel bintang yang terjual di Jawa Tengah selama 2022. Sementara DIY pada 2022 berhasil menjual kamar sebanyak 3.421.193.
ADVERTISEMENT
Kali ini, Jawa Tengah unggul cukup jauh dibandingkan DIY yang hanya bisa menjual 73 persen dari total kamar yang dijual Jateng. Tapi kembali ingat, luas wilayah DIY hanya sepersepuluh luas wilayah Jateng.
Tapi balik ke perbandingan, klasemen pertama kamar hotel bintang paling laris diduduki oleh Jawa Tengah, kemudian dibuntuti oleh DIY, kemudian Kota Jogja, dan posisi paling buncit diduduki oleh Kota Solo.
Bagaimana dengan perbandingan TPK non bintang masing-masing daerah?
Ilustrasi hotel non bintang di Yogya. Foto: Losmen Lucy @Tripadvisor
Dengan jumlah kamar non bintang mencapai 30.494, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) DIY pada 2022 ada di angka 22,87 persen. Artinya setiap hari ada 6.974 kamar hotel non bintang di DIY yang berhasil terjual, atau sebanyak 2.545.502 kamar dalam setahun.
Kota Solo, dengan total kamar non bintang jauh lebih sedikit, yakni hanya 7.705 kamar, memiliki TPK sebesar 27,87 persen. Maka, dalam sehari ada 2.147 kamar di Solo yang berhasil terjual, atau 783.795 kamar dalam setahun. Jumlah ini hanya tak sampai sepertiga dari total kamar hotel non bintang di DIY.
ADVERTISEMENT
Tentu, Solo kalah jauh dari DIY. Tapi, apakah Solo juga masih kalah jika dibandingkan dengan Yogya?
Pada 2022, TPK hotel non bintang di Kota Yogya ada di angka 25,46 persen. Dengan jumlah kamar hotel non bintang mencapai 16.246 (lebih dari dua kali lipat Solo), artinya jumlah kamar yang terjual dalam sehari sebanyak 4.136 kamar atau 1.509.725 kamar dalam setahun. Jumlah ini, hampir dua kali lipat lebih banyak dari jumlah kamar non bintang yang terjual di Solo.
Solo kalah telak dari Kota Yogya.
Bagi Ekonomi Yogya, Wisata Jadi Tulang Punggung, tapi Tidak Bagi Solo dan Jateng
Ilustrasi: BPS
Ketua Tim Neraca Regional Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, Kusriatmi, mengatakan bahwa dalam struktur Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kontribusi sektor pariwisata dapat dilihat langsung dari kontribusi sektor akomodasi dan makan minum (hotel dan restoran).
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2022, dengan total PDRB tahunan sekitar Rp 165 triliun, sektor akomodasi dan makan minum di DIY menyumbang PDRB sekitar 9,89 persen. Artinya, sektor akomodasi dan makan minum saja memberikan sumbangan PDRB DIY sekitar Rp 16,32 triliun. Sektor ini menjadi penyumbang PDRB terbesar kelima setelah industri pengolahan, infokom, pertanian, dan konstruksi.
Sebagai informasi, selisih kontribusi lima sektor ekonomi utama DIY juga tidak terlalu lebar, dibandingkan dengan sektor industri pengolahan yang ada di peringkat pertama saja, sektor akomodasi dan makan minum hanya selisih sekitar 2 persen.
Tak cuma bagi DIY, sektor wisata juga jadi tulang punggung bagi Kota Yogya.
Pada 2022, sektor akomodasi dan mamin menyumbang 12,28 persen bagi PDRB Kota Yogya, hanya selisih sedikit dari sektor Infokom di posisi pertama dengan kontribusi 12,96 persen. Dengan nilai PDRB sebesar Rp 42,63 triliun, artinya sektor akomodasi dan mamin saja telah menyumbang Rp 5,23 triliun PDRB Kota Yogya.
Ketua Tim Neraca Regional Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta, Kusriatmi. Foto: Arif UT
Dan Kusriatmi mengingatkan, kontribusi sektor pariwisata di DIY maupun di Yogya tidak hanya ada akomodasi dan makan minum. Pariwisata terkait sangat erat dengan pertumbuhan sektor ekonomi lain di DIY, seperti sektor industri, transportasi, dan jasa lainnya.
ADVERTISEMENT
“Misalnya industri pengolahan bakpia, infokom terkait dengan Yogya sebagai kota pariwisata dan pendidikan, kerajinan juga sebagian untuk souvenir, dan konstruksi juga termasuk konstruksi membangun hotel. Transportasi dan jasa lainnya juga banyak ditopang oleh wisata, meski tidak murni oleh wisata. Jadi ya sebenarnya ekonomi DIY ini memang utamanya ekonomi wisata dan juga pendidikan,” ujarnya.
Bangunan Tamansari di Keraton Jogja. Foto: dok. kratonjogja.id
Berbeda dengan DIY dan Yogya, sumbangan sektor akomodasi dan makan minum di Solo ternyata tidak terlalu besar bagi PDRB kota tersebut.
Pada 2022, sektor ini hanya menyumbang 6,44 persen saja dari PDRB Solo. Dengan total PDRB Rp 55,96 triliun, artinya sumbangan sektor akomodasi dan makan minum bagi PDRB Solo hanya sekitar Rp 3,6 triliun.
Struktur ekonomi Solo justru ditopang oleh empat sektor utama, yakni konstruksi (25,94 persen), perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor (21,77 persen), infokom (13,17 persen), serta industri pengolahan (8,57 persen). Dari empat sektor itu saja sudah menyumbang 69,99 persen ekonomi Solo.
ADVERTISEMENT
“Solo banyak ditopang oleh kota-kota kecil di sekitarnya seperti Sragen, Karanganyar, Wonogiri, pedagang kalau mau kulakan kan ke Solo, beli atau servis mobil juga di Solo,” terang Kusriatmi.
Lalu, bagaimana dengan Jawa Tengah? Kontribusi sektor akomodasi dan makan minum terhadap PDRB Jawa Tengah lebih kecil lagi.
Dengan total PDRB tahun 2022 mencapai Rp 1.560,89 triliun, akomodasi dan makan minum hanya menyumbang 3,53 persen saja. Meski secara persentase jauh lebih kecil, nilai kontribusi sektor ini mencapai Rp 55 triliun, jauh lebih tinggi dari DIY.
“Kalau secara jumlah ya wajar, karena PDRB Jawa Tengah jauh lebih besar dari DIY. Secara luas wilayah dan jumlah penduduk, DIY juga bukan apa-apanya, cuma 10 persennya saja dari Jateng,” kata Kusriatmi.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari persentase kontribusi sektor wisata terhadap perekonomian daerah, maka Kota Yogya menempati posisi puncak klasemen, kemudian diikuti oleh Provinsi DIY, Kota Solo, dan di posisi paling buncit ditempati Jawa Tengah.