Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Hutan Keistimewan Nangka di Yogya untuk Pasokan Ekspor Mebel ke Eropa Timur
30 Januari 2022 15:04 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, baru saja mencanangkan Hutan Keistimewaan Boga Nangka di Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul, seluas 30 hektar. Hutan ini merupakan permintaan khusus Pemerintah Provinsi DIY kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri mebel yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Sri Sultan mengatakan saat ini kayu jati masih jadi bahan utama pembuatan mebel. Namun, harga kayu jati sudah dianggap terlalu mahal sehingga perlu ada bahan alternatif. Apalagi tekstur kayu nangka yang cenderung berwarna kuning menurut dia banyak diminati oleh negara-negara di Eropa Timur seperti Rusia dan negara-negara pecahannya.
“Eropa Barat menginginkan kayu bertekstur warna putih dan Eropa Timur atau Rusia dan pecahannya cenderung ke kuning,” kata Sri Sultan seperti dikutip dari rilis yang diterima redaksi, Sabtu (29/1).
Selain untuk memenuhi kebutuhan bahan mebel, hutan nangka ini juga bisa digunakan sebagai pemasok bahan pembuatan gamelan dan joglo yang banyak diminta oleh negara-negara sahabat, terutama dari Eropa seperti Rusia. Dengan begitu, kayu nangka bisa jadi bekal untuk melakukan politik diplomasi dengan negara lain.
ADVERTISEMENT
Selain kayunya, dari hutan tersebut juga bisa dimanfaatkan buahnya untuk memenuhi bahan industri gudeg di Yogyakarta. Saat ini, ketersediaan buah nangka sebagai bahan baku gudeg memang semakin berkurang sehingga tak cukup memenuhi industri gudeg di Jogja.
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, yang juga hadir dalam acara pencanangan Hutan Keistimewaan Boga Nangka tersebut mengatakan bahwa awalnya kawasan hutan tersebut merupakan hutan penelitian. Namun dalam perjalanannya, hutan tersebut kemudian dikembangkan untuk jadi hutan nangka untuk mendukung pengembangan dan pelestarian budaya DIY, salah satunya adalah untuk memasok bahan baku kuliner gudeg yang sudah jadi ikon Yogyakarta.
Harapannya, hutan nangka ini nantinya dapat mengatasi kekurangan bahan baku industri gudeg yang terus berkembang.
“Catatan yang ada, saat ini ada 146 UMKM gudeg yang ada di DIY dan kebutuhan nangkanya sekitar 10 ton per hari,” uja Siti Nurbaya Bakar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hutan tersebut nantinya juga bisa jadi habitat spesies satwa-satwa langka. Sebab, selain budaya dan ekonomi, lingkungan menurutnya juga penting untuk terus dilestarikan.
Dia juga mengatakan bahwa lokasi hutan yang menghadap ke laut boleh dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan perekonomian mereka. Misalnya dengan pengembangan kawasan ekowisata di kawasan tersebut, mengingat saat ini hutan tersebut dikelola oleh 120 orang petani.
“Kalau dilihat pemandangan menghadap laut itu bagus, bisa dimanfaatkan masyarakat menjadi tempat yang produktif dengan sistem pengembangan ekowisata,” pungkasnya.