Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Ibu Terdakwa Klitih Datangi LBH: Anak Saya Korban Salah Tangkap, Disiksa Aparat
4 November 2022 20:17 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Andayani, orang tua dari salah satu terdakwa kasus klitih di Gedongkuning, Yogyakarta, yang menewaskan seorang pelajar mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Andayani menegaskan, anaknya, Andi Muhammad Husain Muzhahiri, yang kini ditetapkan oleh kepolisian sebagai terdakwa kasus kejahatan jalanan klitih, tidak bersalah.
ADVERTISEMENT
Andayani mengatakan, saat kejadian penganiayaan terjadi di Gedongkuning, anaknya sedang tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP).
“Berkali-kali kami tegaskan, bahwa anak kami tidak tahu-menahu kasus penganiayaan yang terjadi di Gedongkuning. Dia adalah korban salah tangkap polisi,” kata Andayani, Jumat (4/11).
Andayani bahkan mengatakan bahwa anaknya tak hanya jadi korban salah tangkap, tapi juga sempat mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian saat melakukan pemeriksaan. Oknum anggota polisi, menurut Andayani telah melakukan penganiayaan terhadap anaknya supaya mau mengakui perbuatan yang tidak pernah dia lakukan.
“Anak kami juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian Polsek Sewon untuk memaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukan,” ujarnya.
Kuasa hukum Andi Muhammad Husein Mazhahiri, Yogi Zul Fadhli, mengatakan bahwa setidaknya ada dua orang terdakwa dan 6 orang saksi yang mengaku mengalami penyiksaan saat dimintai keterangan oleh aparat kepolisian. Dua terdakwa dan enam saksi tersebut menurut dia telah bersumpah bahwa mereka mengalami sejumlah tindak kekerasan oleh aparat polisi.
ADVERTISEMENT
Adapun aksi kekerasan itu berupa pukulan di bagian kepala dan pelipis, bagian perut, bagian rahang, dan bagian pipi. Selain itu, mereka juga dilempar asbak, dijambak, hingga dipukul menggunakan kelamin sapi yang dikeringkan.
“Mereka juga bersumpah, saat dibawa ke rumah sakit mata mereka dalam kondisi dilakban,” kata Yogi Zul Fadhli.
Yogi menyesalkan tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota kepolisian dalam melakukan pemeriksaan. Pasalnya, kekerasan dan penyiksaan demi mendapat pengakuan adalah bentuk pelanggaran HAM.
Terkait dengan dugaan salah tangkap, Yogi juga mengatakan bahwa sampai akhir proses pembuktian di persidangan, tim penasihat hukum sama sekali tidak menemukan alasan apa yang menjadi dasar kepolisian menetapkan status Andi Muhammad Husein sebagai tersangka.
“Dari 21 saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum, tidak ada satupun yang dapat mengidentifikasi Andi Muhammad Husein Mazhahiri berada di TKP Gedongkuning dan menjadi pelaku klitih,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sepeda motor Vario 150 milik terdakwa aas nama Hanif Aqil Amirullah yang dijadikan barang bukti oleh penuntut umum sebagai sepeda motor yang digunakan di TKP Gedongkuning, menurut Yogi bukanlah motor pelaku. Bahkan, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, sepeda motor tersebut pada tanggal kejadian tak pernah meninggalkan rumah.
“Motor tersebut pada 3 April 2022 tidak pernah meninggalkan rumah sehingga tidak mungkin apabila motor tersebut berada di Gedongkuning,” tegas Yogi Zul Fadhli.
Berdasarkan hal tersebut, Yogi meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara supaya menolak surat dakwaan dan surat tuntutan penuntut umum dan memvonis bebas terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri.
“Serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harta serta martabatnya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dikonfirmasi, Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yulianto, meyakini bahwa tim penyidik tak melakukan kekerasan dalam proses pemeriksaan dan telah menjalankan tugasnya secara profesional. Jika memang pihak terdakwa dan penasihat hukumnya mengklaim telah terjadi salah tangkap dan terjadi tindak penyiksaan oleh aparat, maka dia mempersilakan untuk membuktikannya di persidangan.
“Karena sidang sudah berjalan, sehingga tidak bisa menggunakan praperadilan. Jadi silakan dibuktikan saja lewat proses peradilan yang sedang berjalan,” kata Kombes Pol Yulianto.