Konten Media Partner

Identik dengan Genderuwo, Pohon Kepuh Bisa Dipakai untuk Obat dan Biodiesel

5 April 2021 18:26 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pohon kepuh. Foto: ciriciripohon.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pohon kepuh. Foto: ciriciripohon.com
ADVERTISEMENT
Pohon-pohon besar dan tua hampir selalu lekat dengan cerita-cerita mistik, terlebih jika pohon tua itu adalah pohon kepuh atau dikenal juga dengan nama pranajiwa. Entah bagaimana awal ceritanya, pohon kepuh disebut-sebut sebagai rumah favorit bagi genderuwo. Padahal, banyak sekali yang bisa dimanfaatkan dari pohon kepuh.
ADVERTISEMENT
Namun, hingga populasinya semakin langka, manfaat pohon kepuh masih belum bisa dieksplorasi secara optimal. Mengutip artikel Muhammad Taufik Joko Purwanto dari Balai Taman Hutan Raya Bunder dalam laman resmi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, saat ini populasi pohon kepuh sudah sangat langka.
Kelangkaan ini menurutnya salah satunya disebabkan karena mitos yang berkembang terhadap pohon kepuh. Karena dianggap disukai oleh genderuwo, membuat orang-orang enggan menanamnya. Taufik memperkirakan, mitos tersebut berkembang lantaran pohon kepuh kerap ditemukan di tempat-tempat yang terkesan angker seperti pemakaman, punden, maupun tempat-tempat yang jarang dikunjungi manusia.
“Jenis pohon ini sudah sangat langka, mungkin karena kesan angkernya sehingga masyarakat jarang mau menanamnya,” tulis Taufik.
Di DIY, pohon kepuh tinggal tersisa di beberapa tempat saja. DLHK DIY mencatat, beberapa lokasi yang masih ditemukan pohon kepuh di antaranya di Dusun Bobung, Desa Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul; Desa Ngeposari, Semanu, Gunungkidul; serta di petak 19 Tahura Bunder Gunungkidul.
ADVERTISEMENT
“Kepuh sering didapati di hutan-hutan dataran rendah hingga ketinggian 500 mdpl, terutama di wilayah yang agak kering,” lanjutnya.
Dalam buku Budidaya Kepuh (Sterculia foetida) terbitan Institut Pertanian Bogor (IPB) juga disebutkan bahwa pohon ini kerap didapati di hutan-hutan pantai di Bali dan Jawa. Namun pohon yang sebenarnya pertumbuhannya cepat ini sudah semakin jarang ditemui, sehingga kepuh kini sudah dikategorikan sebagai tanaman langka.
“Saat ini, pohon kepuh hanya ditemukan di beberapa tempat-tempat yang dianggap anger saja. Karena keberadaannya inilah tanaman pranajiwa dinamakan sebagai tanaman genderuwo,” tulis para peneliti dalam buku tersebut.
Bunga Kepuh yang Beraroma Busuk
Seperti nama spesiesnya, foetida yang artinya berbau keras atau busuk, pohon kepuh juga memiliki aroma yang tidak enak, terutama pada bagian bunganya. Bunga kepuh merupakan bunga berkelamin satu yang biasanya terdapat pada ketiak daun yang masih muda.
ADVERTISEMENT
Bentuk bunganya majemuk dan tersusun dalam malai dekat ujung ranting dengan panjang 10–15 cm dan berwarna hijau atau ungu pudar dengan kelopak yang berbagi 5 laksana mahkota.
Pohon kepuh bisa mencapai tinggi 40 meter dan diameter antara 90 sampai 120 cm dengan bentuk batang yang tinggi dan lurus serta bercabang banyak. Bentuk percabangannya simpodial, seperti karakter dari genus-genus pohon tropis lainnya.
Cabang-cabang tumbuh mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang kurang lebih sama. Daun-daunnya berbentuk majemuk menjari, mempunyai tangkai 12,5–23 cm, terkumpul di ujung ranting. Sementara anak daun berjumlah 7-9, berbentuk jorong lonjong dengan ujung dan pangkal meruncing, panjang 10–17 cm.
Buah kepuh berukuran relatif besar, berwarna hijau jika masih muda, setelah matang buah kepuh berubah menjadi merah, kadang-kadang hitam dan membuka. Bentuk buahnya bumbung besar, lonjong gemuk, berukuran 7,6–9 x 5 cm, berkulit tebal, merah terang, akhirnya mengayu, berkumpul dalam karangan berbentuk bintang.
ADVERTISEMENT
Tingkat kematangan buah tergantung spesiesnya, tetapi biasanya memerlukan waktu 4 sampai 6 bulan. Bijinya berbentuk elipsoid atau elipsoid-oblong, dengan ukuran panjang sekitar 2 cm, berwarna hitam, licin dan mengkilap dengan hilum yang berwarna putih serta karpelnya berwarna merah atau merah tua. Bijinya juga banyak mengandung minyak. Jumlah biji per buah biasanya 10 sampai 15 butir dan bobot biji kering sebanyak 493 sampai 495 butir per kilogram.
Karena pertumbuhannya yang cepat dan mampu tumbuh pada lokasi kering, para peneliti menyebutkan bahwa tanaman ini mempunyai prospek untuk digunakan sebagai penutupan lahan pada kondisi yang jenis lain kurang bagus tumbuhnya.
“Kepuh juga diusulkan sebagai jenis untuk produksi energi (buahnya) oleh peneliti Kehutanan di Bogor. Oleh karena itu jenis ini mempunyai prospektif yang baik untuk dikembangkan,” tulis mereka dalam buku Budidaya Kepuh.
ADVERTISEMENT
Untuk Bahan Obat sampai Biodiesel
Ilustrasi pohon kepuh. Foto: Istimewa
Di balik cerita-cerita mistisnya sebagai rumah genderuwo, pohon kepuh ternyata memiliki banyak sekali manfaat yang belum dieksplorasi secara optimal. Hampir semua bagian pohon kepuh dapat dimanfaatkan, mulai dari kulit batang, daun, buah, hingga biji.
Masih dari buku Budidaya Kepuh, bagian kulit pohon dan daun kepuh dapat digunakan sebagai obat untuk beberapa penyakit antara lain rematik, diuretik, dan diaporetik. Kulit buah kepuh juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan ramuan untuk membuat kue, sedangkan bijinya dapat dimakan dengan rasa yang gurih.
Biji kepuh juga mengandung minyak nabati yang terdiri atas asam lemak, yaitu asam sterkulat. Asam lemak ini dapat digunakan sebagai ramuan berbagai produk industri seperti kosmetik, sabun, sampo, pelembut kain, cat, serta plastik.
ADVERTISEMENT
“Asam lemak minyak Kepuh juga dapat digunakan sebagai zat adaptif biodiesel yang memiliki titik tuang 180 ºC menjadi 11,250 ºC,” mengutip buku Budidaya Kepuh.
Sementara kayu pohon kepuh dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan rumah, bahan pembuat kapal, kotak kontainer, serta kertas pulp. Di Bali, kayu kepuh biasanya juga dimanfaatkan untuk membuat kerajinan, sedangkan di Jawa Barat biasa dipakai untuk membuat wayang golek.
Secara ekologis, tanaman kepuh juga berfungsi sebagai mikrohabitat hewan tertentu. Di Taman Nasional Komodo (Pulau Komodo) dilaporkan bahwa populasi burung kakatua jambul kuning (Cacatua subphurea parvula) yang dilindungi menggunakan dan memanfaatkan pohon Kepuh sebagai sarangnya.
“Selain itu karena pohon Kepuh memiliki tajuk dan perakaran yang cukup besar, maka dapat berfungsi sebagai pengatur siklus hidrologi karena akarnya dapat menahan air tanah dengan kapasitas yang cukup besar,” lanjutnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)
ADVERTISEMENT