Ilmuwan AS Temukan Sistem Kekebalan Tubuh Terhadap COVID-19 Mampu Bertahan Lama

Konten dari Pengguna
19 Agustus 2020 11:30 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sistem kekebalan tubuh. Foto: Wakingstimes.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sistem kekebalan tubuh. Foto: Wakingstimes.com
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan oleh para pakar imunologi dari berbagai universitas yang telah diterbitkan di jurnal Nature, menunjukkan bahwa sel sistem kekebalan manusia mampu bertahan dalam waktu yang lama setelah dia terinfeksi virus corona. Hal ini memungkinkan antibodi dapat melindungi tubuh manusia dari serangan virus corona untuk kedua kalinya. Indikasi bertahannya kekebalan ini juga terjadi pada orang-orang yang hanya mengalami gejala COVID-19 ringan.
ADVERTISEMENT
Antibodi pelawan penyakit serta sel kekebalan yang disebut sel B dan sel T terindikasi mampu mengenali virus dan mampu bertahan berbulan-bulan setelah infeksi berhasil diatasi, dan kemudian akan mendorong respons daya tahan tubuh terhadap virus lain.
“Semuanya benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya,” kata Deepta Bhattacharya, salah seorang Pakar Imunologi Universitas Arizona yang tergabung dalam studi tersebut dilansir The New York Times, Minggu (16/8).
Meski peneliti belum dapat memperkirakan berapa lama respons kekebalan itu akan bertahan, tapi mereka menganggap data tersebut menjadi indikasi baik bahwa sel-sel kekebalan yang terbentuk itu sangat efektif menangkal virus corona untuk kedua kalinya.
“Inilah yang Anda harapkan. Semua bagian di sana (sistem kekebalan) memiliki respons kekebalan yang sangat protektif,” kata Marion Pepper, peneliti lain dalam proyek tersebut yang merupakan Pakar Imunologi dari Universitas Washington.
ADVERTISEMENT
Namun temuan ini belum sepenuhnya dapat dikonfirmasi hingga ada bukti bahwa sebagian besar orang yang terkena virus dapat benar-benar mengalahkan virus tersebut. Kendati demikian, temuan ini dapat membantu meredam kekhawatiran atas kemampuan virus menipu sistem kekebalan sehingga membuat seseorang rentan terkena COVID-19 berulang kali.
Bagaimana Antibodi Bekerja
Foto: Istimewa.
Diskusi yang berkembang selama ini tentang respons imun terhadap virus corona sebagian besar fokus pada antibodi, protein berbentuk Y yang dapat menempel pada permukaan patogen dan mencegahnya supaya tidak menginfeksi sel. Tapi antibodi hanya mewakili sebagian dari skuadron pasukan kekebalan yang kompleks dan terkoordinasi, masing-masing dengan mode serangan mereka sendiri yang unik.
Antibodi juga memiliki tanggal kadaluarsa, karena dia adalah protein mati, bukan sel hidup. Karena itu, antibodi tidak mampu memperbaharui dirinya kembali, sehingga akan hilang dari darah beberapa pekan atau bulan setelah diproduksi tubuh.
ADVERTISEMENT
Kumpulan antibodi muncul tidak lama setelah virus berhasil menerobos sistem pertahanan tubuh, lalu menyusut setelah ancaman menghilang. Sebagian sel B yang menghasilkan antibodi awal ini juga akan mati.
Meski begitu, tubuh tetap akan mempertahankan satu batalyon sel B yang berumur lebih lama meski tidak sedang dikepung bahaya. Sel B yang masih bertahan ini dapat menghasilkan antibodi penangkal virus secara massal jika memang dibutuhkan.
Beberapa di antaranya akan berpatroli di aliran darah dan menunggu dipicu untuk bereaksi lagi. Sementara sisanya akan mundur ke sumsum tulang, menghasilkan sejumlah kecil antibodi yang dapat dideteksi bertahun-tahun, bahkan kadang puluhan tahun setelah infeksi selesai.
Penelitian ini juga menemukan bahwa antibodi dapat bertahan pada tingkat rendah dalam darah selama beberapa bulan setelah seseorang pulih dari COVID-19. “Antibodi menurun, tetapi mereka menetap pada level yang tampak seperti titik nadir yang stabil, yang dapat diamati sekitar tiga bulan setelah gejala mulai,” kata Bhattacharya.
ADVERTISEMENT
Terlihatnya antibodi pascainfeksi merupakan indikasi kuat bahwa sel B masih terkumpul di sumsum tulang. Para peneliti telah berhasil mengambil sampel sel B yang dapat mengenali virus corona dari darah pasien yang telah pulih untuk diteliti lebih lanjut di laboratorium.
Sebuah studi yang diterbitkan Jumat lalu di jurnal Cell juga berhasil mengisolasi sel T yang menyerang virus corona dari seorang pasien yang telah pulih. Ketika diprovokasi dengan sedikit virus corona di laboratorium, sel T memompa sinyal melawan virus dan mengkloning dirinya menjadi pasukan baru yang siap menghadapi musuh yang sudah dikenal itu.
Beberapa laporan mencatat, bahwa analisis sel T dapat memberi gambaran sekilas tentang respons kekebalan terhadap virus corona, bahkan pada pasien yang tingkat antibodinya telah menurun ke titik yang sulit dideteksi.
ADVERTISEMENT
“Ini sangat menjanjikan. Ini memunculkan optimisme tentang kekebalan kawanan, dan kemungkinan (keberhasilan) vaksin,” kata Ahli Imunologi dari Universitas California, Davis yang juga dilansir New York Times.
Angin Segar untuk Menyudahi Pandemi
Foto: Pixabay
Para peneliti dari seluruh dunia masih mempelajari seluruh rangkaian respons tubuh tersebut. Serangkaian penelitian terbaru dapat sedikit memberikan angin segar tentang bagaimana dan kapan pandemi dapat disudahi.
Penelitian-penelitian itu menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh dapat menjadi pelindung yang baik terhadap virus corona untuk tidak menginfeksi berulang kali. Beberapa penyakit seperti flu memang dapat menginfeksi manusia berulang kali, tapi itu disebabkan karena tingginya tingkat mutasi virus influenza, yang dengan cepat membuat patogen tidak dapat dikenali oleh sistem kekebalan. Sementara virus corona sangat berbeda, dia cenderung sangat lambat untuk bermutasi.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian masih sangat banyak hal yang belum diketahui. Menurut Cheong-Hee Chang, Ahli Imunologi di Universitas Michigan mengatakan bahwa meski studi ini mengisyaratkan potensi perlindungan, mereka tidak menunjukkan aksi proteksi.
“Sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi. Manusia itu heterogen. Ada begitu banyak faktor yang ikut bermain,” kata Dr. Chang.
Penelitian terhadap binatang memang telah memberi sedikit petunjuk. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa serangan pertama virus corona terhadap kera rhesus dapat mencegah dia tertular lagi setelah sembuh.
Namun melacak respons manusia jangka panjang bukan perkara gampang dan butuh waktu panjang. Bhattacharya mengatakan bahwa memori sistem kekebalan yang baik membutuhkan molekul dan sel yang melimpah, efektif, dan tahan lama. Dan para ilmuwan belum dapat mengatakan bahwa ketiga kondisi itu telah terpenuhi secara definitif.
ADVERTISEMENT
Pandangan jangka panjang terhadap kekebalan ini baru dapat ditentukan saat tubuh seseorang pasca terinfeksi virus corona tetap stabil. Berbagai hal dapat berubah beberapa bulan, atau tahun ke depan, meski bisa saja tidak akan berubah.
"Tidak ada jalan pintas di sini. Kita hanya harus mengikutinya,” kata Dr. Bhattacharya. (Widi Erha Pradana / YK-1)