Konten Media Partner

Indonesia di Mata Paus Fransiskus dan Harapan Baru di Bawah Paus Leo XIV

11 Mei 2025 11:47 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mencium kening Pemimpin Takhta Suci Vatikan Paus Fransiskus saat berkunjung di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mencium kening Pemimpin Takhta Suci Vatikan Paus Fransiskus saat berkunjung di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Semangat belas kasih, keterbukaan, dan solidaritas sosial yang diwariskan oleh Paus Fransiskus tidak hanya hidup dalam lingkup Gereja Katolik, tetapi juga menemukan gaungnya di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Dalam refleksi lintas iman yang digelar di Jakarta, para pemuka agama dan cendekiawan menegaskan bahwa warisan spiritual dan moral Paus Fransiskus telah memberi ruang bagi Indonesia untuk tampil sebagai teladan dalam merawat perdamaian dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini mengemuka dalam seminar bertajuk “Sebuah Mosaik Indah: Indonesia di Mata Paus Fransiskus”, yang diselenggarakan oleh Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus (PRAKSIS) pada Jumat, 10 Mei 2025, di Gedung KWI, Jakarta. Refleksi ini juga menjadi momentum menyambut kepemimpinan baru Paus Leo XIV yang dinilai membawa kesinambungan atas nilai-nilai yang ditanamkan Paus Fransiskus.
Provinsial Serikat Jesus Provinsi Indonesia, Romo Benedictus Hari Juliawan, SJ, dalam sambutan pembuka menekankan bahwa Paus Fransiskus telah mengarahkan Gereja menjadi lembaga yang terbuka dan penuh belas kasih. “Paus Leo XIV dalam pidatonya bahkan dua kali mengucapkan terima kasih kepada Paus Fransiskus. Ini sinyal kuat bahwa warisan itu akan diteruskan—bahwa Gereja harus terus menjadi jembatan, bukan tembok,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Uskup Keuskupan Bandung sekaligus Ketua Presidium KWI, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, menyebut nilai iman, persaudaraan, dan belarasa sebagai inti dari kehidupan Paus Fransiskus. Ketiganya, menurutnya, sejalan dengan nilai gotong royong dalam kultur Indonesia. Ia menilai, Paus Fransiskus menjawab krisis global berupa ketidakpedulian dan egoisme dengan kasih universal yang konkret dalam tindakan. Kesederhanaan hidup yang dijalani Paus bahkan hingga akhir hayatnya adalah ekspresi komitmen itu.
“Paus Leo XIV sebagai sosok yang juga penuh belarasa membawa harapan keberlanjutan itu. Ia diharapkan hadir di tengah orang miskin dan terus memperjuangkan keadilan sosial,” ujar Mgr. Antonius.
Foto: Dok. Istimewa
Dari perspektif Islam, cendekiawan Muslim Prof. Dr. Siti Musdah Mulia menyatakan bahwa Paus Fransiskus adalah teladan lintas agama yang menjadikan agama sebagai kekuatan spiritual, bukan sekadar ritual. “Ia mengajarkan bahwa agama harus membangun perdamaian dan menjadikan manusia lebih manusiawi,” katanya.
ADVERTISEMENT
Bagi Musdah, pesan damai dari Paus Fransiskus menjadi penting di tengah meningkatnya politik identitas di Indonesia. Perdamaian, menurutnya, harus terus dirajut lewat prinsip kesetaraan, keadilan, dan penghormatan pada hak asasi manusia.
Sementara itu, Ketua Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Frits Manuputty, menyebut Paus Fransiskus sebagai “bapa gembala kemanusiaan” yang tidak hanya memuji kerukunan Indonesia, tetapi menjadikannya sebagai model spiritualitas publik. “Tapi pujian itu sekaligus jadi cermin: apakah kita sungguh memeluk keragaman, atau justru sering mengkhianatinya dalam praktik?” ucapnya. Ia mengingatkan bahwa Paus Fransiskus menunjukkan keberanian moral untuk berdiri bersama kelompok rentan—migran, korban konflik, dan mereka yang berbeda—tanpa kehilangan prinsip iman.
Mengakhiri rangkaian sesi, Ignasius Jonan menyampaikan bahwa baik Paus Fransiskus maupun Paus Leo XIV membawa kesaksian yang sama: gembala yang sederhana, dekat dengan umat, dan teguh dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Moderator diskusi, Prof. Ery Seda dari Universitas Indonesia, menyimpulkan bahwa warisan Paus Fransiskus memberikan inspirasi luas, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara umum. “Tantangannya adalah bagaimana kita, sebagai warga masyarakat Indonesia, bisa memajukan kebaikan bersama dengan berpegang pada iman, persaudaraan, dan belas kasih,” katanya.